Monday, December 21

..tolak ukur derajat profesi..

Minggu lalu gue menonton dua kejadian di TV yang buat gue benang merahnya itu sama. Pertama adalah Realigi, yg menceritakan tentang seorang ibu yang malu anaknya menjadi pelacur, dan yang kedua adalah kejadian nyata dimana Luna Maya menghujat infotainment tidak lebih rendah dari pelacur di akun twitter-nya.

Terlepas dari benar-tidaknya acara Realigi dan kekisruhan yang terjadi antara Luna Maya dan wartawan infotainment, hanya ada 1 hal atau bisa dibilang pertanyaan yang terlintas di benak gue. Apakah yang menjadikan suatu pekerjaan itu lebih rendah atau lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan pekerjaan lain.

Mengapa pelacur dianggap rendah oleh 99% orang Indonesia ? Apa karena ke-99% itu makhluk beragama dan berakhlak mulia lalu menganggap bahwa menjual diri untuk menghidupi keluarga sang pelacur sama sekali tidak ada artinya di mata mereka ? Apakah karena pelacur merupakan profesi yang haram menurut kitab suci ? Kalau ternyata pelacur itu sering bersedekah dan menolong sesamanya, apakah ia masih tetap dianggap rendah & hina oleh kita ?

Masih banyak profesi yang dianggap hina dan rendah diluar pelacur, dan semua tolak ukurnya tidak jelas. Sebagian besar dari kita tidak ada yang mempertanyakan bagaimana derajat profesi seseorang itu terbentuk. Kita hanya menelan bulat-bulat semua cap yang menempel di suatu jabatan yang telah beredar di masyarakat sekian lama ini.

Tanpa disadari, banyak dari kita memandang miring orang-orang yang pekerjaannya "tidak setingkat" dengan kita. Cobalah sekali-kali kita berfikir dan merenung, apakah memang benar pekerjaan kita ini memiliki derajat yang lebih tinggi dari pekerjaan lain ? Apa tolak ukur yang membuat kita bisa berkata bahwa pekerjaan kita ini lebih tinggi dari yang lain ?

Jika kita bisa melihat lebih dalam lagi, semua pekerjaan tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih tinggi, semuanya itu hanya pekerjaan dan pilihan seseorang untuk bertahan hidup dengan seribu satu alasan.

Tidak pernah ada yang menginginkan dirinya menjadi seorang pelacur, namun jika ia "memilih" untuk menjadikan pekerjaan itu sebagai profesi penyambung hidupnya, maka hanya ia yang bisa mengambil dan merenungi nilai-nilai dari pekerjaannya. Kita, sebagai orang yang tidak menjalani profesi itu, tidak punya hak untuk memandang rendah kepadanya.

- bukan pembelaan bagi pelacur, tapi sebuah renungan bagi mereka yang merasa profesinya lebih tinggi derajatnya dari sesama -

Share/Bookmark