Wednesday, August 24

..ada yang salah dengan negeri ini..

Minggu lalu, Indonesia berulang tahun ke-66. Suatu angka yang jika dirujuk pada umur seseorang, maka otomatis ia akan dipandang sebagai sesepuh yang sudah penuh dengan asam garam kehidupan. Tetapi jika angka tersebut dirujuk pada usia suatu negara, bisa dibilang bahwa negara tersebut belum bisa dikatakan tua atau sudah mandiri.


Indonesia, negeri yang kaya budaya, negeri yang luas wilayahnya, dan konon kata, di dasar laut kepulauan Indonesia, terletak benua Atlantis yang telah hilang ribuan tahun lalu. Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan bahasa, kekayaannya sungguh luar biasa.


Namun sangat disayangkan bahwa terdapat sekelompok rakyat Indonesia yang mulai menyebarkan virus untuk tidak mencintai negeri ini, negeri tempat tinggal mereka hidup sejak lahir hingga dewasa, dan sedikit pun mereka tidak merasa malu karena telah menodai Indonesia. Bahkan, tidak jarang mereka merasa bangga atas segala tindakannya.


Berbagai contoh bisa disebutkan. Mulai dari mereka yang mengatasnamakan agama, yang dengan berbagai cara ingin menghilangkan budaya Indonesia dan menggantinya dengan budaya Arab sewaktu Arab masih berada di zaman jahiliyah. Sedihnya, negara tidak memberikan perlawanan berarti terhadap kelompok agama ini.


Mereka mulai mangkak sejak negara mendukung kegiatan mereka yang melahirkan UU Pornografi. Mereka menuntut semua budaya Indonesia yang menggunakan busana terbuka harus diubah dengan pakaian tertutup. Apa mereka tidak tahu, bahwa ciri khas suatu negara itu dilihat dari budayanya? Kalau mereka ingin semuanya tertutup, ya pindah saja ke negara timur tengah.


Setelah itu, mereka mulai bertindak main hakim sendiri dan dengan semena-mena merusak rumah ibadah. Mereka ingin menyeragamkan negeri ini hanya dengan satu agama. Sepertinya mereka lupa, bahwa tepat di ekor burung Garuda, terdapat tulisan "Bhinneka Tunggal Ika", yang artinya "Berbeda-beda tetapi satu jua". Mungkin karena dalam bahasa Sansekerta, maka mereka kurang mengerti artinya. Lain soal jika tulisannya dalam bahasa Arab, pasti mereka akan paham seketika. Masih ingat juga dengan maraknya kejadian penculikan warga Indonesia yang kemudian dicuci otak untuk melancarkan ide berdirinya NII? Begitu rapi dan luasnya jaringan mereka, semua dilakukan demi mencapai cita-cita mendirikan NII, kepanjangan dari Negara Islam Indonesia!

Kemanakah hasil pelajaran sewaktu mereka duduk di bangku sekolah? Apa iya, di sekolah-sekolah agama tempat mereka tidak pernah diajarkan bahwa Indonesia itu terdiri dari 5 agama? Hindu, Buddha, Kristen, Katolik dan Islam. Dengan semena-mena, mereka merusak rumah ibadah dengan berbagai alasan yang menurut mereka logis, tapi menurut kacamata orang banyak, sangat tidak masuk akal. Yang terkini adalah, walikota Bogor yang tidak membolehkan adanya rumah ibadah non-Islam di jalan yang menggunakan nama Haji. Oh my Lord! Benar-benar sebuah alasan pembenaran yang dicari-cari, dan menyedihkannya, didukung pemerintah (paling tidak, Pemerintah tidak menentang wacana ini). Kalau mereka benar-benar belajar agama dengan benar, mereka akan tahu, bahwa Tuhan itu menciptakan manusia dengan berbagai jenis. Jika keseragaman yang mereka inginkan, lalu untuk apa Tuhan membuat segala perbedaan di bumi? Aneh!
Belum lagi dari Dewan Majelis yang mengeluarkan serangkaian fatwa haram seperti sedang kejar target bulanan. Mulai dari mengharamkan minum kopi luwak, mengharamkan kelompok sosial Green Peace, membeli bahan bakar premium, sampai menghormati bendera merah putih! Untuk yang bendera merah putih ini, benar-benar sudah keterlaluan. Mereka itu tinggal di Indonesia, seharusnya tahu bahwa salah satu cara menghargai kemerdekaan Indonesia adalah dengan menghormati bendera. Kalau menghormati bendera merah putih itu dianggap haram, berarti kita memandang remeh perjuangan para pahlawan Indonesia, yang berjuang susah payah memerdekakan negeri ini. Sangat tidak masuk akal!


Itu beberapa contoh dari segi agama. Ada lagi dari segi politik, dan ini benar-benar sudah tidak bisa dicerna dengan akal sehat lagi. Berbagai praktik korupsi dilakukan oleh jajaran aparat pemerintah, mulai dari RT (harus membayar sejumlah uang biar KTP jadi, padahal teorinya, pembuatan KTP ini gratis), hingga tingkat tinggi yang menjadi berita politik nasional (kasus Gayus & Nazarudin). Yang membuat gue sangat terkesima adalah, umur Gayus & Nazarudin ini masih muda. Mereka berdua seumur, dan sama-sama berusia 33 tahun!

Bayangkan! Dengan usia semuda itu, mereka bisa mengelabui dan mempermainkan negara dengan seenaknya, dan negara terkesan diam saja dengan permainan mereka. Praktek korupsi itu bermula dari lingkungan, dan lingkungan di pemerintahan Indonesia ini sudah sangat bobrok, sehingga mereka yang masih muda, yang seharusnya berpikiran ideal ingin membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik, malah melakukan hal yang sebaliknya. Mereka merusak dan menggerogoti Indonesia sedalam-dalamnya.

Entah sampai kapan praktek korupsi yang sangat menjamur ini bisa dihentikan. Suap menyuap sepertinya sudah menjadi hal yang jamak dilakukan. Satu yang selalu terlintas di benak gue, apakah mereka tidak takut, bahwa jika mereka meninggal nanti, mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang mereka lakukan di dunia? Ngeri, sungguh ngeri.

Ada lagi, dari segi budaya & bahasa. Sebagian besar dari kita (dan juga generasi yang lebih muda) tidak mengenal sejarah Indonesia begitu dalam. Memang, tidak semua orang suka sejarah, dan itu sangat dimaklumi. Tetapi, tidak mengenal sejarah Indonesia bukan berarti kita juga bisa seenaknya menghilangkan identitas negeri ini.

Gue mungkin bukan ahli bahasa atau ahli sejarah, tapi gue sedih ketika budaya Indonesia mulai tergerus dan sedikit demi sedikit digeser kedudukannya oleh budaya asing (baca: Barat). Contoh kecil saja, mayoritas teman-teman gue yang memiliki anak balita, lebih memilih untuk memasukkan anaknya ke kelas balet daripada kelas tarian tradisional. Kalau tidak dimulai sejak dini, maka siapa yang akan mewarisi budaya bangsa ini? Gue yakin sekali bahwa tidak ada dari mereka yang berpikiran sejauh ini.

Belum lagi ketika cagar budaya, yang jelas-jelas dilindungi negara, diratakan demi kepentingan pembangunan gedung komersial. Alasannya? Karena cagar alam itu tidak memberikan keuntungan sama sekali! Apakah yang ada di benak mereka hanya keuntungan semata? Kenapa mereka tidak pernah memikirkan dari segi sejarah budaya sedikit pun? Kejadian ini tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta, tetapi juga terjadi sampai ke daerah-daerah. Pemerintah hanya mementingkan keuntungan pribadi. Mengapa semua aparat pemerintah tidak bisa mencontoh Joko Wi (walikota Solo) ?

Persoalan lain adalah bahasa Indonesia. Memang bagus kalau seseorang bisa menguasai bahasa asing selain bahasa Indonesia. Tidak heran bahwa banyak sekolah yang berlomba-lomba menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa utama di sekolah, semata-mata karena mereka ingin bersaing dalam menjaring murid dan juga menyesuaikan dengan label "Internasional" yang terlekat di nama sekolahnya. Dampak yang tidak terpikirkan dari menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa utama adalah, mereka tidak lagi mengenal bahasa Indonesia. Contoh kasus untuk hal ini sangat banyak gue temui di teman-teman gue sendiri. Dengan bangganya, sang orang tua yang tidak begitu mahir berbahasa Inggris memasukkan anaknya ke sekolah Internasional yang menjadi bahasa Inggris sebagai bahasa utama sehari-hari. Ketika anak-anak kembali ke rumah, mereka tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara lancar, sehingga mau tidak mau, orang tua harus menggunakan bahasa Inggris. Tak jarang ada anak yang malu menggunakan bahasa Indonesia, karena menurut mereka bahasa Indonesia itu jelek (gue ingiiiiiiiiin sekali mengajak anak itu duduk bersama dan bertanya apa alasannya sampai bisa bilang begitu, tapi enggan berdebat dengan orang tuanya).

Kesimpulan gue, ada yang salah dengan negeri ini. Negeri yang memesona ini cukup ternoda oleh kesalahan-kesalahan mereka yang kurang bahkan tidak mencintai negeri ini. Memang masih banyak hal-hal baik yang dapat dilihat dari negeri ini, tetapi carut marut negeri ini sesungguhnya telah menutupi wajah Indonesia.

Sampai kapan Indonesia akan bangkit kembali dan menjadi negeri yang makmur nan jaya? Entahlah.. Gue, sebagai orang Indonesia yang mencintai negeri ini sepenuh hati, hanya bisa berdoa dan berharap, bahwa generasi muda yang akan membangun Indonesia tidak ada yang bermental seperti Gayus, Nazarudin, anggota ormas agama yang radikal, atau mereka yang lainnya yang tidak mencintai Indonesia, yang malu menjadi warga negara Indonesia tetapi tidak malu untuk bertahan tinggal di negeri ini.

Semoga suatu saat nanti, Indonesia benar-benar bisa dikenal di dunia bukan karena kejelekannya, tetapi karena kemakmuran rakyat dan negerinya! Mari kita berdoa untuk negeri ini.
Share/Bookmark

Monday, August 1

..atas nama kemanusiaan..

Pukul 7:30 pagi. Matahari sudah bersemangat untuk menyinari hari dengan sinarnya yang cukup terang. Terlihat dari luar, suasana sekolah yang cukup lengang. Hanya terdengar suara sapu lidi dari beberapa orang yang membersihkan pelataran sekolah. Mereka yang dari jauh tampak terlihat seperti orang biasa tanpa ada kekurangan sedikit pun, namun setelah didekati, baru terlihat bahwa ada yang menggunakan alat bantu pendengaran, ada yang memiliki kekurangan pada indera mata, ada yang tak bisa berbicara dengan lancar, tapi satu yang pasti, kekurangan mereka tidak membuat mereka menjadi tertutup. Mereka menyambut kami, para relawan komunitas Beezer dengan senyumnya yang ceria.

Memasuki selasar gedung berlantai 4, suasana masih terlihat sepi. Tampaknya murid-murid sudah masuk ke ruangan kelas masing-masing. Aku berkeliling, dan kulihat ada 1 kelas berisi 3 murid tuna netra dan 1 guru. Dengan penuh semangat, ketiga murid tersebut membaca buku berhuruf braille, dan terkadang diselingi canda tawa antar mereka.

Mengingat aku harus segera ke atas untuk mengikuti acara, maka bergegas aku naik lift menuju lantai 4. Pintu lift terbuka dan tepat di depannya adalah ruang serba guna yang sudah berisi sekitar 75 anak penghuni SLB Bhakti Luhur. Pemandangan yang mungkin untuk sebagian orang menjijikkan karena mereka tidak sama dengan selayaknya anak normal. Mulai dari yang terkena celebral palsy, yang tidak bisa berjalan normal dan harus duduk di kursi roda, yang terkena sindrom keterbelakangan, autisme, tidak bisa melihat, hingga yang tak bisa diajak berkomunikasi sedikit pun. Tapi untuk diriku sendiri, mereka seperti menyadarkanku bahwa aku patut bersyukur atas segala rahmat dan berkah yang telah Tuhan berikan padaku selama ini.

Mereka sudah berkumpul rapi dengan seragam Pramuka dan bernyanyi bersama. Tidak, mereka tidak menyanyikan lagu SM*SH atau 7 Icons, bahkan mungkin mereka tidak mengenal grup tersebut. Tapi mereka menyanyikan lagu-lagu anak kecil seperti "Di sini senang, di sana senang", "Potong bebek angsa", dan berbagai lagu anak kecil lainnya yang mungkin untuk sebagian besar anak kecil lainnya di Jakarta sudah tidak lagi dikenal, apalagi dinyanyikan.

Acara dimulai sekitar pukul 9 pagi. Diawali dengan sambutan dari Kepala Sekolah, lalu sang Ratu Lebah dan penyuluhan kesehatan gigi. Setelah itu, baru dilanjut permainan yang dipandu Teh Fifie & Bhayu, kemudian ditutup dengan dongeng oleh Kak Aio. Ragam permainan yang diberikan mungkin buat anak-anak seumur mereka merupakan permainan yang norak, tapi bagi mereka, permainan itu sangat menghibur. Dan jujur, mendengar tawa mereka itu sangat sangat menyenangkan. Karena dengan kata lain, kami berhasil menghibur mereka.

 
Pun dengan dongeng kak Aio yang sederhana tapi sangat interaktif. Bisa membuat mereka memperhatikan dan berpartisipasi dalam dongeng. Mungkin kalau bukan kendala waktu yang sudah hampir mendekati jam istirahat makan siang, dongeng akan dilanjutkan sampai kak Aio pingsan di tempat kehabisan nafas dan suara :)

Acara ditutup dengan nyanyi dan joget bersama mereka. Suatu pemandangan yang sangat sangat membuatku tercekat. Air mata sudah mengambang di pelupuk mata, tapi aku tak mungkin menangis di hadapan mereka. Bukan karena aku takut terlihat lemah, tapi aku tak mau mereka merasa bahwa mereka memiliki kekurangan dan harus dikasihani. Mereka tidak butuh dikasihani, tapi mereka butuh didorong dan dikuatkan hatinya untuk bisa terus maju menghadapi dunia yang terkadang tak bisa bersikap ramah kepada mereka.

Buat komunitas Lebah dan relawannya, terima kasih sudah memberikan diriku kesempatan untuk melihat sisi lain dunia. Mari kita tebarkan sengatan untuk memberi kebaikan dan rasa peduli pada sesama.

- lend our hands to help others in the name of humanity, not religion -








Share/Bookmark