Monday, December 31

..terima kasih Tuhan..

Bersyukur memang harus dilakukan setiap hari. Tetapi di malam penghujung tahun ini, gue ingin menulis betapa bersyukurnya gue atas segala hal yang telah terjadi di tahun 2012 ini.

Mulai dari bersyukur atas pekerjaan gue sebagai penerjemah yang semakin gue nikmati, klien yang bertambah sehingga secara langsung juga menambah pundi-pundi uang gue. Lalu kegiatan sosial gue yang walau cukup menyita waktu tapi sangat gue cintai karena membuat gue bertemu banyak orang dengan berbagai karakter, membahagiakan anak-anak di berbagai tempat walau cuma beberapa jam, membawa gue mengunjungi tempat-tempat yang tak terbayangkan sebelumnya. Gue juga bersyukur karena dengan tidak bekerja kantoran lagi, gue jadi lebih banyak meluangkan waktu sama ibu, walau gue masih tetap merasa kurang.

Dan yang terakhir, gue bersyukur karena gue dipertemukan dengan dirinya. Dia yang sangat baik memperlakukan gue, mengasihi dan menyayangi gue. Gue memang baru berhubungan sama dia selama 4 bulan, tapi gue sudah mengenalnya selama 2 tahun. Dengannya, gue merasa nyaman, aman dan bisa membayangkan akan seperti apa kehidupan gue yang gue jalani di hari-hari ke depannya. Mungkin dia adalah pelabuhan terakhir gue, tempat gue menyandarkan segala harapan, masa depan, segalanya.

Gue bersyukur karena Tuhan telah begitu baik sama gue selama ini. Gue bersyukur karena gue masih diberi kesempatan untuk mengalami segala kejadian dan menyikapinya secara dewasa. Gue bersyukur atas semuanya.

Terima kasih, Tuhan.

*5 menit sebelum 2013*
Share/Bookmark

Friday, December 14

..pada jiwa..

Pada jiwa yang hilang
Yang mencari
Menanti...

Pada jiwa yang sepi
Yang mengais kembali
Serpihan hati...

Pada jiwa yang kosong
Yang tak lelah menunggu
Sang pengisi...

Ruang hampa tak berjiwa
Relung rindu tanpa warna
Hanya hitam...
Share/Bookmark

Monday, November 19

..puisi hujan..

Hujan,
Membasahi bumi
Mengaduk hati nan sepi
Tanpamu di sisi

Rindu,
Akan sentuhanmu
Akan bibir hangatmu
Akan pelukanmu

Terbang,
Bersama masa lalu
Menjalani hari denganmu
Tanpa ingin kembali
Share/Bookmark

Saturday, November 17

..mimpiku tentangmu..

Di tengah jalanan yang ramai, banyak orang lalu lalang, aku melihatmu. Kamu memakai kaos hitam, celana pendek abu-abu dan topi krem.

Kamu berjalan kaki sendiri saja, merekam keramaian suasana dengan kameramu.

Ingin sekali rasanya aku memanggilmu, memelukmu, tapi aku tak berani. Aku khawatir kamu tak mau mengenalku lagi atas segala perbuatanku yang telah mengecewakan dan melukaimu.

Aku bersembunyi, masuk ke satu toko, supaya aku leluasa melihatmu. Tapi tak lama, kamu pun masuk ke tempat yang sama.

Aku segera berlari keluar menuju lift karena aku tak ingin kamu melihatku menitikkan air mata. Menanti pintu lift terbuka sungguh sebuah penantian yang sangat lama. Ketika pintu lift terbuka, ternyata kamu sudah berada di dalamnya.

Aku tertegun dan tak siap untuk menghadapimu. Aku pun berlari, namun aku masih bisa mendengar suaramu menyapaku, "Ijul..."

Ingin sekali aku membalikkan badan, masuk ke dalam lift itu dan memelukmu, tetapi pintu sudah tertutup dan aku hanya bisa berlari, terus berlari dan berlinangan air mata.

Lalu aku terbangun...
Dengan air mata yang sudah membasahi bantalku :(

-aku yang sangat merindukanmu hingga menusuk tulang rusukku-
Share/Bookmark

Thursday, November 15

..campur aduk..

Sepi...

Itu yang gue rasakan saat ini. Walau gue berada di tengah keramaian, dikelilingi teman-teman, mencoba tertawa dan bersenda gurau dengan mereka, tapi jiwa gue tetap sepi, seperti ada ruang hampa yang besar sekali.

Kehilangan..

Kehilangannya adalah yang terburuk, walau gue sangat berharap hal itu tidak terjadi dan tidak menjadi pilihannya.

Andaikan gue bisa mengubah waktu, pasti akan gue lakukan. Tapi sayangnya gue gag bisa. Yang bisa gue lakukan hanyalah menguatkan hati, berusaha menghadapi konsekuensi terburuk atas apa yang udah gue lakukan.

Bodoh..

Berulang kali gue cuma bisa berkata ke diri gue sendiri betapa bodohnya perbuatan dan perkataan gue ke dia. Seharusnya gue bisa lebih peka. Gue memang menyadari posisinya yang sulit, tapi apa gue salah kalau gue pengen diaku walau dalam skala kecil? Mungkin gue dianggap menuntut terlalu banyak darinya hingga batas kesabarannya pun habis. Gue gag bisa menyalahkannya kalau memang itu yang ia rasakan.

Penyesalan selalu datang belakangan. Gue tau banget itu. Dan itu yang gue rasakan sekarang, menyesal.

Tentang rasa..

Semua perasaan campur aduk, tapi satu hal yang pasti, perasaan gue ke dirinya masih sama. Gue masih menyayanginya dan mencintainya sepenuh hati. Kupu-kupu itu masih betah, hinggap bermain di diri gue, bahkan semakin banyak.

Kesempatan..

Gue hanya berharap dia mau memberikan kesempatan lagi. Setidaknya memberikan gue kesempatan untuk bertemu sekali lagi, menjelaskannya secara langsung, menatap wajahnya, memegang tangannya, berharap perasaannya masih sama seperti dulu.

I really wanna save this boat from sinking with one and only reason, I love him :(

- gue yang berusaha keras mengumpulkan konsentrasi -
Share/Bookmark

..pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi..

Hoaheeeemmm, pagi yang cerah dari Mataram.. Tapi ternyata gak secerah hati dan jiwa gue, hehehee. Bukan, ini bukan tertawa senang, tapi tertawa sedih.

Sedih tak terkira, karena tampaknya gue harus kehilangan orang yang gue cintai setulus hati, separuh jiwa gue karena mood swing PMS gue yang gak jelas, karena gue gak bisa mengontrol emosi dan kata-kata gue. Sekarang gue hanya bisa tercekat.

Sayang, ini adalah penjelasan dan permintaan maaaf gue secara terbuka di depan umum. Gue gak pernah ada niatan sedikit pun untuk memojokkanmu. Mungkin gue yg minta terlalu banyak darimu. Gue sadar sekali akan posisimu, tapi tak bisa dipungkiri bahwa hati kecil gue juga butuh pengakuan. Memang terdengar cemen, tapi mungkin pengalaman-pengalaman gag enak selama ini, yang selalu 'disimpan' sama setiap cowok yang berhubungan ama gue dg alasan mereka masing-masing dan gue selama itu harus mengerti posisi mereka tanpa mereka mengerti posisi gue yang membentuk gue seperti ini. Lalu apakah ini justifikasi dari tindakan gue ke elo? Jawabannya iya dan tidak. Keinginan terdalam gue adalah gue ingin kamu bisa mengakuiku, walau itu cuma di dunia maya.

Untuk urusan keluarga, selama ini gue emang gag pernah nanya karena gue tau itu hal yg sensitif untukmu. Sementara untuk urusan teman, mungkin, sekali lagi, gue cemen banget tapi gue pengen diakui kalo aku itu pacarmu di depan teman-temanmu, bukan hanya pacar di mata keluargaku dan teman-temanku. Iya, teman-teman dekatku sudah tahu kalau aku sudah berpacaran dengan kamu.

Gue mungkin sudah kehilanganmu. Dari balasanmu ke WA-ku semalam, tampaknya itu tersirat jelas. Hati kecil ini memberontak, membodoh-bodohi diri sendiri, tapi gue harus menerimanya kalau memang itu maumu.

Sayang, hampir 3 bulan bersamamu selama ini sungguh suatu masa yang sangat sangat berharga dan gag akan pernah aku bisa lupakan. Harapan dan semangat hidupku melihat masa depan bersama seorang pria mulai tumbuh lagi ketika kita berdua menghabiskan waktu bersama. Aku ingin aku bisa mendapatkannya terus, selamanya.

Aku minta maaf atas segala kesalahan dan kebodohanku selama ini. Aku berharap sekali bahwa hubungan ini masih bisa diselamatkan dan diperbaiki. Aku berharap banyak darimu karena kamulah orang yang aku cari selama ini, orang dimana aku akan menghabiskan masa tua bersama. Orang yang bisa menghadapi segala bentuk emosi yang gak jelas ini.

Aku gak bisa ngomong banyak lagi. Sudah banyak orang berseliweran di lobi ini sambil melihat heran ke perempuan yang sibuk dengan teleponnya tapi sambil bercucuran air mata.

Sayang, aku minta maaf dan aku sangat tidak mau kehilangan kamu. Aku harap kamu mau memaafkanku dan memberiku kesempatan untuk memperbaiknya. Paling tidak, beri aku kesempatan untuk menjelaskannya secara langsung untuk terakhir kalinya bila kamu sudah menutup hatimu untukku :(

Share/Bookmark

Sunday, September 2

..selamat pagi September !!..



Rasa itu datang kembali
Menyeruak masuk tanpa kendali
Haruskah aku senang?
Atau haruskah aku hadang?

Semampuku,
Benteng tinggi tak runtuh
Harapku,
Hati tak luluh
Pintaku,
Logika tak lumpuh

Entah,
Mungkin kini saatnya berdamai
Menyelami isi hati tanpa terbuai

Oleh khayalan
Oleh bayangan
Oleh harapan

*merindukan sentuhan sayangmu di Minggu pagi ini*

 
















Share/Bookmark

Monday, August 27

..Dirgahayu Indonesia!..

Seperti 2 tahun terakhir ini, gue berusaha menyempatkan diri untuk menulis sesuatu tentang Indonesia dan hari kemerdekaannya. Seperti biasanya juga, tulisan gue selalu terlambat
More smileys to free download

Tahun ini, Indonesia berusia ke-67. Cukup tua, tapi belum menunjukkan kematangan, bahkan menurut gue pribadi, yang terjadi malah kemunduran. Dari segi negara dan pemerintahannya, tampaknya semua busuk. Mungkin ada segelintir saja yang idealis, tapi mereka tertutup dengan bobroknya pemerintahan RI. Indonesia acapkali dipuja-puji oleh internasional karena kedemokratisannya, tapi gue sebagai salah satu rakyat Indonesia yang tinggal di sini merasa bahwa alih-alih demokrasi, yang ada malah reformasi kebablasan. Indonesia punya sederet produk hukum yang bagus, tetapi ketika saat pelaksanaan, sepertinya jalan tanpa ada 1 produk hukum pun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia, hukum berikut perangkatnya bisa dibeli. Mulai dari skala terkecil hingga yang besar. Dari pembuatan KTP sampai mengurus pajak. Nominalnya pun bisa mulai dari 10 ribu sampai angka yang bisa membuat gue bilang, "Itu uang semua?"
 More smileys to free download

Kalau dari rakyatnya, sebenarnya, rakyat Indonesia itu sudah semakin pintar dan maju. Tetapi, kepintaran mereka dalam hal teknologi dan mengikuti perkembangan zaman itu tidak diimbangi dengan rasa memiliki. Jadi begini, menurut pandangan gue, rakyat Indonesia itu individualis yang hanya berpikir untuk hidup di saat ini. Kalau mereka mempunyai rasa memiliki Indonesia, pasti mereka akan berpikir jauh ke depan, bahwa apa yang mereka lakukan saat ini akan berdampak ke generasi Indonesia selanjutnya. Coba lihat kota kalian, dan untuk hal ini, gue akan lihat kota Jakarta. Begitu banyak bangunan tinggi, pusat perbelanjaan di setiap penjuru kota tetapi seberapa banyak ruang publik yang tersedia? Semakin sempit ruang publik, dan jumlah yang sudah sedikit itu akan semakin sedikit, dan mungkin saja hilang, kalau yang ada di kepala mereka hanya bisnis, bisnis dan bisnis. Ruang publik memang tidak menghasilkan uang sepeser pun, tapi dari ruang publik itulah akan tercipta banyak hal. Rasa kebersamaan, rasa memiliki, melepaskan stres & kelelahan, menghirup udara negeri, dan masih banyak lagi.

Di sisi lain, kepintaran rakyat Indonesia juga tak jarang tertutup dengan kebrutalan, kekerasan dan berbagai aksi pembodohan yang dilakukan oleh sekelompok massa atas nama agama. Ketika negara-negara lain sudah maju dan meneliti tentang planet Mars, rakyat Indonesia masih mandeg dan berkutat di hal yang sama, AGAMA. Ibaratnya, dulu kekerasan atas nama agama masih bisa dihitung dengan jari tangan, tapi sekarang, bahkan jari kaki pun sudah termasuk dalam hitungan. Gue mungkin menjadi pemeluk agama mayoritas di negeri ini, tetapi gue gak suka dengan segala tindak tanduk orang-orang yang merasa menjadi mayoritas itu. Dengan gampangnya mereka melakukan kekerasan, menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang dianggap berseberangan dengan ajaran mereka. Yang terakhir adalah kemarin siang, ketika pemeluk Islam Sunni menyerang penganut Islam Syiah di Sampang, Madura. 

Perlu diketahui pula bahwa Indonesia didirikan atas prinsip pluralisme, makanya sila 1 Pancasila dipenggal dan hanya berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" bukan "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Soekarno adalah Bapak Pluralisme (disusul oleh Gus Dur dan Cak Nur), jadi orang-orang yang merasa sebagai orang Indonesia dan memeluk agama mayoritas negeri ini seharusnya berpikir panjang, bahwa sampai kapan pun, Indonesia bukanlah negara Islam. Kalau mereka menginginkan suatu negara Islam dengan ajaran / aliran yang sesuai dengan keinginan mereka, lebih baik mereka saja yang pindah ke salah satu negara di Timur Tengah. Ironisnya, negara ini seperti melindungi kelompok massa tersebut. Sudah berulang kali, rakyat Indonesia yang waras menuntut dibubarkannya kelompok garis keras tersebut, tapi tidak ada satu tindakan nyata pun dari pemerintah. Mungkin terjadi kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan kelompok garis keras tersebut. Mungkin saja pemerintah sendiri yang memprovokasi agar terjadinya kekerasan itu. Banyak kemungkinan dan banyak sekali teori konspirasi yang bisa diutarakan...

Semalam, gue membuat status di facebook dengan melontarkan pertanyaan, "Apa yang membuat kalian bertahan sebagai WNI?". Gue mendapat cukup banyak komentar dari teman-teman, dan 98% dari mereka mempertahankan kewarganegaraan mereka karena mereka cinta Indonesia, terlepas dari bobroknya pemerintahan ini. Jawaban mulai dari yang sederhana hingga yang nasionalis. Kalau jawaban gue sendiri, sejauh ini gue tidak mau melepaskan kewarganegaraan gue. Pertama, karena itu amanat dari almarhum bapak yang marinir. Kedua, karena gue cinta negeri ini (ya ya yaaaa, mungkin terdengar klise, tapi emang itu yang gue rasakan). Ketiga, karena masih banyak yang ingin gue lakukan untuk negeri ini. Gue ingin sekali anak-anak yang gue temui saat gue berkegiatan sosial tahu mengenai sejarah Indonesia, paling tidak hari-hari besar dan lagu nasional negara ini.

Miris rasanya ketika gue bertanya ke anak-anak SD sekarang tentang lagu nasional yang mereka pelajari di SD dan tak ada satu lagu pun yang mereka tahu, bahkan judulnya pun tidak! Tetapi ketika gue bertanya tentang grup musik di layar kaca yang sedang ngetop, mereka dengan cepat menjawab berbagai nama yang harus gue cari dulu di Google. Gue suka iri dengan Amerika Serikat. Bukan iri dengan perkembangan negara mereka, tetapi gue iri dengan rasa nasionalis rakyat mereka. Dengan khidmat mereka meresapi lirik lagu kebangsaan mereka, menghargai jasa besar pahlawannya dan tidak melupakan sejarah bangsa. Sangat bertolak belakang dengan negeri ini. Indonesia adalah negara pelupa. Begitu cepat kita melupakan sejarah. Gak usahlah membicarakan sejarah di masa lampau atau sejarah di zaman kemerdekaan, karena buat "orang-orang sekarang", itu adalah barang antik yang harus masuk peti kayu dan tak perlu diutak-atik. Coba ajak "orang-orang sekarang" membicarakan sejarah Indonesia mulai dari akhir tahun 90an, pasti banyak yang berkelit dan lupa apa yang terjadi dengan Indonesia di masa itu. Begitu banyak kejadian yang dikubur dan dipetieskan sehingga membuat generasi berikutnya tidak mengenali sejarah negerinya sendiri. Miris, sangat miris...
 More smileys to free download

Dengan lantang gue berteriak, "GUE CINTA INDONESIA", negeri yang bobrok pemerintahannya, indah alamnya, kaya budayanya dan gue berharap bahwa negara ini tidak punah walo didera bertubi-tubi bencana alam, berdoa agar rakyat Indonesia semakin berpikiran luas dan maju, semakin bisa menyeleksi hal-hal yang bisa memecah belah persatuan bangsa dan semakin dewasa agar tidak gampang terpicu isu SARA yang berujung dengan kekerasan, juga berdoa agar negeri ini dijauhkan dari kekacauan dan azab-Nya.

Amin...

Indonesia flag waving emoticon animated

Share/Bookmark

Wednesday, August 8

..komentar pertama..

Seberapa sering elo mendapat pertanyaan dari teman-teman yang udah lama gag bertemu elo lalu komentar mereka pertama kali adalah tentang fisik elo? Kalo gue sih amat sangat sering banget!

Jujur, gue cukup bosan menerima pertanyaan itu. Alasannya ya karena gue udah males ngarang jawaban. Pertama-tama, waktu gue emang berhasil kurus, gue seneng dapet pertanyaan kayak gitu. Tapi lama kelamaan gue berpikir, berarti waktu gue kuliah atau SMA, gue itu super gemuk, secara setiap ketemu, walo dengan teman yang beda, tapi komentar mereka sama. Bukannya gue gak seneng karena diperhatiin, tapi gag bisa dipungkiri kalo gue udah dalam tahap jenuh. Kadang jawaban gue, "pengaruh baju" atau "abis sakit" atau "lagi males makan". Walo yang terakhir ini bukan gue banget secara gue sangat pecinta makanan & say no to diet. Dan biar cepet, kadang gue cuma jawab dengan senyuman ato senyum simpul.


Karena komentar itu, gue jadi mikir, apa sih yang bisa jadi bahan komentar pertama kali ketika seseorang sudah lama gak pernah ketemu teman / relasi / saudaranya selain perubahan fisik? Coba pikir cepat dalam hitungan 10, pasti gak bisa. Karena apa? Karena kita sudah terbiasa melihat seseorang dari fisik atau penampilannya. Dan perubahan yang paling nyata adalah bentuk fisik mereka. Yang tadinya kurus jadi gemuk (atau sebaliknya), yang putih jadi hitam (jarang banget yg hitam jadi putih), yang tadinya rambut keriting jadi lurus, dan seterusnya.

Gue pribadi gak gitu memusingkan dengan perubahan fisik mereka karena namanya juga orang, pasti akan selalu ada perubahannya. Kecuali kalo orang itu sendiri yang gak bisa berenti ngomong tentang perubahan fisik mereka (tipe orang yang pengen banget diperhatiin), dan komentar gue jatohnya malah sangat basa basi busuk, hihihihiiiiiiii...

Kembali lagi ke soal komentar, menurut gue, yang paling bagus itu adalah menanyakan kabar atau kesibukan tanpa perlu menyentuh persoalan fisik. Gue yakin, 99% orang lebih suka ditanya mengenai kabar mereka daripada bentuk fisik. Apalagi kalo yang tadinya kurus terus langsung mendadak gembrot. Beuh, gue jamin orang yang mengalami perubahan fisik itu, pasti keseeeel banget kalo dikasih komentar, "Ya ampun, kok elo gemuk banget sekarang? Padahal dulu kan elo yang kurus kering kayak cacing kelaparan" *dezigh..*

Menanyakan kabar, kegiatan atau kesibukan yang dijalani membuat pembicaraan lebih menarik, karena bisa jadi, memunculkan peluang bisnis. Sementara kalo komentar fisik? Dangkal banget dan lebih ketauan basa basinya, karena gak bisa menemukan topik yang lebih berbobot.

Gue sendiri lebih suka kalo ditanya mengenai kabar atau kegiatan yang gue lakukan alih-alih bentuk fisik yang menurut gue sama sekali jauh dari kurus. Gue juga sebisa mungkin tidak memberikan komentar mengenai fisik seorang teman yang sudah lama sekali tidak gue temui, karena mungkin aja, teman tersebut merasa sebal dan jemu dengan komentar yang sama tapi dari orang yang berbeda. Maka dari itu, gue berusaha mengingatkan diri sendiri, ketika gue bertemu seseorang yang sudah lama gak gue temui, gue akan menanyakan kabar dan kegiatan mereka dibandingkan dengan perubahan fisik mereka.

Bagaimana dengan kalian?

Share/Bookmark

Friday, August 3

..Jumat, 3 Agustus 2012 / 15 Ramadan 1433 H..

Kata orang, sedih itu jangan berlama-lama... Kata orang, semua yang terjadi itu pasti ada hikmahnya... Kata orang, kita harus mengikhlaskan segala kehilangan... Pagi ini, gue kehilangan bu Warso untuk selama-lamanya.

Malam Jumat, selepas tarawih dan saat gue melewati gang rumahnya, sudah tercium semilir bau melati. Tetapi gue tidak mau menganggap itu sebagai pertanda. Sesampai di rumah, kicau burung kematian yang saling bersahutan sangat ramai di samping rumah, juga masih tidak mau gue anggap sebagai pertanda. Bertukar berita dengan mbak Desy nun jauh di sana, dan dia bilang kalau nasi yang baru dimasak tadi pagi, tau-tau berair. Setelah tanda yang ketiga ini, gue tidak bisa tenang dan tertidur dengan air mata.

Jumat pagi ini, sesaat setelah gue bangun dan Subuh, tanpa ba bi bu, gue dan mbak Prita langsung ke rumah mak Wo yang cuma berjarak 50 meter, gag berapa lama disusul sama ibu. Waktu sampai kamarnya, bu Warso lagi dimandiin sama mas Atok dengan tisu basah. Badannya sudah sangat lemas dan nafasnya sudah sangat pendek, tinggal di kerongkongan. Segera gue mengambil kursi kecil dan gue genggam tangannya erat. Jangan tanya perasaan gue, karena setelah gue melihat warna kaki dan kupingnya yang sudah kuning pucat, lalu tangan dan badannya yang sangat dingin, dengan berat hati gue meminta pada Tuhan semoga Dia melancarkan jalan mak Wo. Berhubung gue belum mandi waktu gue pergi ke rumah mak Wo, jadi gue pamit pulang sebentar untuk mandi dan nyapu rumah. Gue pamit ke dia kalau gue hanya pergi sebentar dan akan segera kembali. Gue genggam tangannya, gue minta maaf atas segala kesalahan yang gue perbuat dan tak lupa gue ucapkan Laa Ilaha Illallah di kupingnya. Tangannya makin menggenggam gue dengan erat. Berat rasanya untuk pulang ke rumah walau sebentar. Akhirnya gue pulang ke rumah dan mbak Prita pamit mau ke kantor.

Baru 5-10 menit gue sampai rumah, ibu yang menemani 'pulangnya' mak Wo, datang ke rumah dengan membawa berita kalau mak Wo sudah meninggal. Mendadak gue gak bisa mikir. Gue gak panik, tapi pikiran gue hilang dalam beberapa saat. Segera gue berganti baju dan langsung kembali menuju rumah mak Wo.

Ibu dan Bu Warso tgl 4 Juli
And there she was.. Dibaringkan di atas kasur di ruang tamunya, terbujur kaku diselimuti kain batik coklat dan wajahnya ditutupi selendang putih tipis. I broke down... Langsung teringat semua kenangan tentang dia. Gue inget banget waktu hari Senin pagi sebelum gue ke Singapura, dengan suara yang sangat serak, ia masih tanya gue mau ngapain gue ke Singapura. Kondisinya sudah lemas sekali, dia pun sudah tidak pakai baju karena saking kepanasannya. Badannya cuma ditutupi sarung dan kain batik. Gue masih sempat mijetin kakinya, bantuin ibu makein pampers karena mak Wo mau buang air kecil. Ketika gue pamitan pun, dia masih bisa melambaikan tangannya walau lemas. Gue bilang ke dia untuk nungguin gue sampe gue pulang, dan gue janji ama dia mau beliin dia kipas tangan sebagai oleh-oleh dari Singapura, supaya kalo dia kepanasan, dia bisa pake kipas gue. Tadi pagi pun, waktu gue ke rumahnya, kipas yang gue belikan ada di sebelahnya.

Mak Wo dikubur setelah shalat Jumat di TPU Tanah Kusir, satu liang sama pak Warso yang sudah pulang duluan tahun 1994. Alhamdulillah jalanan lancar, jadi tidak perlu sampai ambil jalur orang lain dan menzalimi pengguna jalan lainnya. Cuaca terik sekali, tetapi setelah jasadnya masuk liang kubur, cuaca langsung sejuk dan langit pun berubah warna menjadi abu-abu. Ini mungkin pertanda bahwa kepulangan mak Wo memang sudah dinanti oleh alam kubur dengan suka cita. Sampai dia dikubur di Tanah Kusir saja, gue, ibu dan mbak Prita belum bisa percaya kalau mak Wo sudah tiada. Terutama ibu, yang seumur-umur, baru kali itu gue lihat dia menangis seperti itu. Ibu dan mak Wo sudah seperti kakak dan adik. Setiap hari mereka selalu di rumah, bertukar cerita, berjanji untuk saling merawat dan saling ingin meninggal duluan supaya yang ditinggalkan bisa merawat yang sudah pulang. Seharian ini, beberapa kali gue dapati tatapan ibu yang kosong. Seperti mimpi bagi kami.

Sesaat sebelum tahlilan tadi, kami bertiga baru tahu bahwa mak Wo sudah membuat 50 buku Yasin awal Juni kemarin. Dia sudah punya firasat kalau akan meninggalkan dunia ini, dan dia tidak mau menyusahkan orang lain. Jadi tadi waktu tahlilan, buku yasin yang dipakai ya buku yasin ini.

Semua hari adalah hari baik. Tetapi konon kata, orang yang meninggal hari Jumat adalah orang-orang pilihan. Dan orang yang meninggal hari Jumat di bulan Ramadhan, akan langsung masuk surga. Insya Allah, mak Wo diterima di sisi-Nya dan mendapatkan tempat terbaik di sana.

Amin ya rabbal alamin. Salam untuk bapakku di sana ya, mak. Maafin aku sekali lagi kalau aku suka gangguin mak Wo karena aku sudah menganggap mak Wo bagian dari keluarga ini, seperti ibuku sendiri. Kami semua ikhlas karena memang ini yang terbaik yang diberikan Allah untuk mak Wo. Kami gak akan pernah melupakan mak Wo. Gak akan pernah...

*mengingat jasa baikmu, mengingat segala kenangan tentangmu dan mengingat genggaman erat terakhirmu*



Share/Bookmark

Tuesday, July 31

..singa betina di negeri singa..

Hari ini gue berulang tahun. Sejak lahir hingga tahun lalu, gue selalu dikeliling teman-teman dan keluarga setiap ulang tahun, baik perayaan pas teng jam 12 bersama mereka, surprise party di kantor atau cuma ngumpul dan makan bersama. Intinya, gue gak pernah sendiri merayakan hari kelahiran gue.

Tahun ini, gue ingin sesuatu yang beda. Gue ingin sendiri. Sebenernya, gue udah lama pengen sendiri di hari ulang tahun, tapi baru kesampaiannya sekarang. Dulu, gue pengen melipir ke Bali and just sat around the beach (thou I ain't a beach person). Hari ini, gue melipirnya ke negeri singa alias singapura.

Gue merayakannya dengan datang ke eksibisi Harry Potter. Gue seperti anak kecil yang sangat campur aduk perasaannya. Segala fantasi yang gue dapat dari buku dan film, gue bawa ke pameran itu. And you know what? I was about to cry! Gue seperti mimpi berada di dalam ruang pameran itu. My heart went faster and I didn't care if someone said I was exaggerating thing, but that's what happened. Setiap detil gue perhatikan dan saking gak kepengennya gue keluar dari ruangan itu, gue sampe balik lagi ke titik awal pameran. I wanna stay inside forever. I just didn't wanna go out from that room but I had too :(

Kelar dari pameran, gue ke hotel, istirahat bentar dan abis maghrib, langsung keluar lagi untuk cari makan malam, balik hotel and here I am, writing this blog :)

Too me, age is just 2 digits number. It doesn't show your maturity. It is absolut that you're gonna get old. But how mature you are in dealing with getting older and especially, dealing with life, that's what matter most.

Gue tidak ingin berkontemplasi dengan diri di hari yang konon kata adalah hari spesial, karena kontemplasi sebenarnya bisa dilakukan kapan pun :) And being honest, I can't think of anything else but lotsa things to be done and places to go to. O yeah, plus ibu. Itu yang ada di pikiran gue saat ini.

Kalau membicarakan ibu, hanya ada 1 kewajiban yang belum gue tunaikan :) Memang, hidup gue hanya untuk ibu dan apapun yang dia mau, sebisa mungkin gue wujudkan. Tapi untuk yang 1 itu, bukannya gue gak mau usaha u/ mewujudkannya, tapi gue udah males & capek, I'm totally sucks in that department. Setiap kali berhubungan, mostly broke up krn gag sesuai dg yg diinginkan ibu. Jadi, gue udah gag mau ribet.

Banyak yg bilang kalo it's good to have a partner that you can share life with and they all say that once you met the person, then you just know that person is the right one for you. Those who think who knew me said that I have to open my eyes & my heart. O well.. Sometimes I do that, but then I realize that I shouldn't let my wall that I built so tall to fall, especially when I knew that he's not what my mom wants. I'm faraway for being a traumatic person, as I'm just being realistic. Besides, I hate myself when I start to raise some hopes, do those future thingy and bla bla bla you know the rest.. As a Leo, I forbid myself to be so weak :)

Jadi, walau gue tau ada orang yang suka ama gue, gue akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlalu let myself into it because I knew I fall too easily, that's why I don't wanna start anything when I knew it's going nowhere. That's one of reasons I'm building my wall too. I don't care if I hurt him, but he should've known that I won't open myself (although I feel I want to) unless he knows for sure that he could give me what I want, what my mom wants.

Might be complicated but I choose mom over a man. I choose her over some random guy who comes-and-goes and share his feeling to me. My mom is my life and whatever I do, it's for her :)

Anyway, maybe there will come a time for me untuk menunaikan kewajiban gue yang tertunda, tapi for the time being, I just wanna enjoy my life. Far from being complicated. Just me, work and travelling..

-me-
*from a small hotel's room*
Share/Bookmark

Wednesday, July 25

..berlaku jujur..

Sekitar 1 bulan lalu, gue membaca status teman gue di FB. Temen gue ini gay, umur 30 tahun, dan di statusnya dia bilang bahwa ia akhirnya memberitahu kedua orang tuanya kalau selama ini dia memiliki orientasi seksual dari orang kebanyakan.

Jujur, gue salut sama dia. Karena gue yakin, untuk terbuka pada orang tua sendiri itu membutuhkan pemikiran yang sangat matang, pergolakan batin yang sangat hebat. Gue salut, karena dia bisa sampai di titik bahwa ia tidak perlu lagi menutup-nutupi jati dirinya. Bahwa ia memang berbeda, dan kedua orang tuanya harus tahu dari mulutnya sendiri, bukan dari orang lain. Tapi gue yakin, setelah ia berbicara terus terang dengan kedua orang tuanya, dia pasti sangat lega, karena akhirnya dia bisa terbebas dari beban, tidak perlu lagi membohongi kedua orang tuanya, dan tidak perlu lagi jaim.

Tapi di sisi lain, sebagai orang tua, gue cukup yakin bahwa kedua orang tuanya merasa kecewa. Apalagi mengingat teman gue ini anak pertama dan satu-satunya laki di keluarga. Lagipula, orang tua mana pula yang tidak akan kecewa? Anak pertama yang diharapkan oleh orang tua ternyata tidak sesuai dengan harapan. Kalau gue jadi orang tuanya, mungkin gue akan kecewa. Tapi mungkin aja gue sama sekali tidak kecewa. Kenapa? Karena paling tidak, dia sudah berusaha jujur dengan dirinya sendiri, dan bagi gue, itu yang terpenting.

Gue orang yang sangat menghargai kejujuran. Sepahit apapun, lebih baik dibicarakan di awal. Persetan dengan stempel orang. Gue percaya, bahwa jujur dengan diri sendiri gak akan membuat hidup menjadi lebih susah. Banyak orang yang gak bisa menerima kejujuran orang lain. Ketika mereka dikritik, walaupun itu kritik membangun, mereka marah. Alih-alih introspeksi atau minta maaf, mereka menjadi defensif dan menyerang balik. Contoh lain, ketika ada yang berusaha jujur memberikan pendapatanya, si pemberi pendapat malah dimusuhi. Ada lagi ketika kejujuran disampaikan, tetapi si penyampai berita/info malah diberitakan yang tidak-tidak. Dan banyak lagi contoh reaksi lainnya ketika orang-orang tidak siap dengan suatu bentuk kejujuran yang disampaikan.

Gue lebih menghargai orang yang ngomong di depan gue apa adanya. Wajar, kalau reaksi pertama itu kaget. Tapi selebihnya, gue akan mencerna segala omongan yang disampaikan. Perlu waktu, apalagi untuk orang seperti gue yang sangat mendetil dan mencerna segala sesuatunya dari A - Z. Tapi yang pasti, gue gak akan memusuhi orang itu, ngomong jelek tentang dirinya, apalagi sampe maen dukun. Hadeuuh, bukan gue banget!

Ada satu teman gue, ketika gue beritahu sesuatu, dia marah dan ngediemin gue selama beberapa bulan. Gue gak masalah dan gue gak peduli. Tapi akhirnya, temen gue ini nyadar sendiri dan hubungin gue duluan. Ya udah, pertemanan berlanjut sampai sekarang.

Intinya adalah, reaksi menghadapai kejujuran itu memerlukan sebentuk kedewasaan. No, bukan berarti orang yang umurnya banyak itu dewasa, mereka cuma tua. Kedewasaan di sini adalah dalam berpikir dan mencerna semuanya. Gue gak bilang kalo diri gue dewasa, tapi gue berusaha untuk menjadi dewasa, dan berusaha untuk jujur dengan diri sendiri.

Ketika elo sudah bisa jujur dengan diri sendiri, berbicara dengan kata hati elo, dan reaksi elo tidak emosional ketika ada yang menyampaikan suatu kejujuran, menurut gue, elo sudah cukup dewasa dan gue jamin, hidup lo akan terasa lebih ringan.

MySpace

Share/Bookmark

..pangkat pajangan..

Gambar di sebelah kiri adalah tanda pangkat yang umumnya dipasang di spion tengah mobil.

Kalau diperhatikan, banyak sekali mobil-mobil, gak cuma di Jakarta, yang pasang tanda pangkat ini. Gue sendiri, sebagai anak seorang Marinir, gak pasang satu atribut militer pun di dalam mobil. Ada sih baret ungu bapak, ada 2 malah, tapi ngapain juga gue taro di dalam mobil. Gue gak liat fungsinya sama sekali selain pamer.

Sama halnya gue gak liat fungsi tanda pangkat ini dipasang di spion mobil. Apa dengan pasang tanda ini, terus pengendara mobil bisa seenaknya di jalan raya? Atau kalo mereka ditilang sama polisi karena kesalahannya terus mereka bisa lari dan gak ditilang sama polisi? Kalau memang mereka bisa lolos dengan adanya tanda pangkat ini, lalu kenapa tanda ini bisa didapatkan dengan gampang oleh warga sipil? Banyak sekali toko yang menjual bebas tanda pangkat militer dan polisi. Blok M, Kebayoran Lama, Taman Puring, Mayestik, itu baru 4 tempat yang gue inget.

Entahlah, tapi menurut gue, tanda pangkat itu bukan suatu pajangan yang bisa dipamerkan di sembarang tempat. Tanda pangkat itu merupakan buah kerja keras seseorang untuk meraihnya. Bangga boleh aja, tapi sampe ditaro di spion mobil? Buat gue itu sih semacam merendahkan, karena pangkat yang lo dapat cuma senilai pajangan spion.

Share/Bookmark

..pintar atau rajin?..

Gue adalah anak ke-3, dari 3 bersaudara. Kakak gue yang pertama pinter banget, yang kedua rajin banget. Waktu SMA dan ada pembagian jurusan, gue memilih jurusan dengan cara simpel. Kakak gue yang 1 kan masuk A1 (Fisika), yang kedua masuk A2 (Biologi) ya gue karena anak ke-3, jadi masuk A3 (Sosial). Lagipula, walau gue keterima di A2 dan gue suka sekali dengan kimia, gue gak mau buang-buang waktu gue untuk ngapalin nama latin flora & fauna di dunia ini. 

Sejak SMP, gue sudah tahu gue mau kuliah di mana, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (d/h NHI). Gue mau kerja di industri pariwisata, jadi pemandu wisata. Alasannya sederhana, karena gue ingin menjelajahi Indonesia. Waktu kelas 3 SMA, semua teman sibuk ikut bimbingan belajar sana sini, ada yang bahkan sampai ngambil 2 kursus bimbel demi diterima di universitas negeri. Gue? 1-2 minggu pertama rajin, abis itu males ikut kelasnya dan bulan ke-2 bilang ke ibu gue untuk berenti daripada buang-buang uang karena gue sama sekali gak minat masuk universitas negeri dan mendapatkan gelar sarjana. Pas lulus SMA, gue disuruh bokap ikut UMPTN, tapi gue berusaha sebisa mungkin untuk tidak ikut karena gue udah tahu, bahwa universitas negeri & menjadi sarjana itu bukan gue banget. Mendingan uang UMPTN dikasih ke gue untuk beli sesuatu yang lebih bermanfaat. Tapi bokap memaksa, dan alhasil, selama 2 hari UMPTN, gue mengerjakan semua ujian dalam waktu 30 menit lalu selebihnya gue tidur di kelas sembari menanti bel ujian tiba. Guru pengawasnya hanya bisa geleng-geleng liat gue. Mungkin dia pikir, ini anak gila, secara yang lain berebut masuk ke universitas, tapi gue sama sekali gak tertarik.

Singkat cerita, gue lulus kuliah dari STP Bandung tapi gak kerja di industri pariwisata karena ketika lulus, Indonesia lagi kena angin reformasi dan dunia sedang dilanda krisis global. Jadi industri pariwisata & perhotelan anjlok total. Maka gue dan banyak teman gue yang lulus tahun itu harus memutar otak dan pindah haluan kerja.

Gue sempet kerja di US Embassy, Nokia Networks & Ericsson Indonesia sebelum gue memutuskan untuk jadi penerjemah. Yang lucu, semua posisi pekerjaan gue itu memiliki persyaratan, bahwa orang itu harus lulusan S-1. Yang gawat malah untuk posisi gue di Ericsson. Orang yang menempati posisi itu harus lulusan S2 dan memiliki background teknis, dan gue gak punya dua persyaratan itu. Terutama untuk dua perusahaan terakhir, saat gue mau mengundurkan diri, gue selalu ditahan sama mereka karena mereka gak bisa menemukan orang lain. Mereka udah ketergantungan ama gue, seorang anak jurusan sosial di SMA, lulusan D4 perhotelan tapi kerja di telekomunikasi yang posisinya itu mensyaratkan seseorang dengan lulusan S2. Ahahahaaayyyy.... Lucu banget kan?

Gue sering banget dilecehin sama orang-orang karena gue ngambil jurusan A3 di SMA. Setiap kali gue jawab gue anak Sosial (A3), jawaban mereka sama, "Pantes!" atau, "Gue dong anak A1" dengan nada agak melecehkan dan membanggakan diri sendi. Reaksi gue ke orang-orang itu selalu sama, "Terus emang kenapa kalo gue anak Sosial?" Mereka diam, gak bisa jawab selain, "Ya udah ketauan aja.." Huh? Aneh!

Mungkin gue aneh, karena gue gak pernah mau sekolah tinggi-tinggi, punya gelar ampe lebih panjang dari nama sendiri. Buat gue, hidup itu sederhana aja. Sekolah yang wajib ampe SMA, terus kembangin cita-cita sesuai dengan jalur pendidikannya, setelah itu cari uang yang banyak dan menikmati hidup dengan liburan sepuas-punsnya. Gak perlu capek-capek bergelar sarjana karena titel sarjana gak membuat gue berpenghasilan tinggi. Negeri ini udah terlalu banyak sarjana, lulusan mulai dari universitas terkenal sampe sekolah ecek-ecek. Saking banyaknya itu sarjana sementara lowongan pekerjaan rendah, mereka nerusin sekolah lagi ke S2. Ujung-ujungnya, mereka lulus dari kuliah dan pas masuk ke dunia perkantoran, mereka bingung, gak bisa adaptasi dan lebih pintar lulusan SMA dari mereka. Jadi untuk apa punya gelar sarjana?

Ibu gue suka bingung dengan pikiran-pikiran gue yang menurut dia suka nyleneh. Di keluarga, mungkin gue satu-satunya yang gak peduli dengan gelar. Kakak gue yang pertama memang lulusan D3, tapi dia sempat masuk FISIP UI (walo cuma 1 semester) dan sekarang agak menyesal kenapa dia lebih memilih LPK Tar-Q daripada UI-nya saat itu. Kakak gue yang kedua S1 Perbanas, bapak gue S1 dari STAN, ibu gue Apoteker lulusan UGM. Jadi menurut gue, sudah cukup 1 anak saja yang memiliki gelar, gak perlu semuanya. Di keluarga ini juga, gue satu-satunya yang mutusin untuk gak jadi pekerja kantoran (walo ibu gue sempat khawatir karena dalam darah turunannya, gak pernah ada yang bukan pekerja kantoran). Tapi gue yakinkan ke ibu, bahwa untuk mendapatkan penghasilan itu gak melulu dari kantor, dan ia menyerahkan semuanya ke gue

Gue pernah iseng, nanya ke ibu gue, sebenernya gue masuk kategori mana, pintar atau rajin? Ibu gue pun gak bisa menjawab selain, "Kamu itu emang beda sendiri.." dan kita berdua ketawa-ketawa tanpa ingin menggali lebih dalam. Free Userbars

Share/Bookmark

Thursday, July 19

..Bu Warso..

Untuk kebanyakan orang, mungkin bu warso hanya dikenal sebagai seorang tukang pijat. Tapi buat gue dan keluarga gue, dia sudah selayaknya keluarga sendiri. Begitu banyak hal baik yang telah dilakukannya untuk keluarga ini. Sangat banyak sampai tak terhitung lagi.

Tiga minggu lalu, ibu menemani bu Warso untuk cek kesehatan. Saat itu, bu Warso masih bisa jalan dengan tegaknya. Ketika keluar hasilnya, dokter bilang kalo bu warso diperkirakan terkena penyakit kanker, tapi harus dicek lebih lanjut. Saat itu bu warso belum mau diopname karena masih tampak sehat. Dua minggu lalu, diputuskan untuk rawat inap di RS. Dokter di sana pun mendiagnosa hal yang sama, tetapi berhubung mereka tidak ada alat yang menunjang, jadi yang mereka bisa lakukan hanyalah menahan rasa sakitnya. Bu Warso diopname selama 1 minggu dan selama itu pulalah gue lihat kondisinya mulai menurun.

Selasa kemarin, bu Warso dibawa ke Dharmais untuk cek semuanya, dan dari hasil kesehatan, bu Warso didiagnosa mengidap kanker paru stadium 4. Tadi sore, gue ke rumahnya yang cuma berjarak 2 menit dari rumah. Gue memang baru sore ini lagi menjenguknya. Bukannya gue sok sibuk, tapi gue gak tega. Gue tau sampai di batas mana kekuatan gue. Gue gak mau nangis di depan dia. Makanya, gue mengumpulkan kekuatan dulu untuk menemuinya.

Sore itu, ketika gue liat dia di kamarnya, tergolek lemah di tempat tidur tanpa ada suara yang bisa dikeluarkan karena sudah sangat sakit untuk berbicara, gue hanya bisa tercekat dan terdiam. Gue tahu kalo gue gag boleh nangis, harus kuat di depan dia.

Saat gue mengelus punggungnya, gue terbayang tangannya yang kuat memijat gue dan seisi keluarga ini, segala nasihat yang dia ucapkan ke gue, segala perbuatan yang telah dia lakukan untuk keluarga ini, segala perjuangan hidup yang telah ia lakukan untuk keluarganya, caranya berbicara, segalanya.

Ingin rasanya gue minta ama Tuhan, kalo emang dia harus meninggal, segerakanlah. Jangan siksa bu Warso seperti ini. Bukannya gue jahat pengen dia cepat-cepat meninggal, tapi murni karena gue gak tega. Hancur hati gue ngeliat keadaannya.

Dan akhirnya, air mata gue sudah tak terbendung lagi ketika gue harus berpamitan dan mencium pipinya. Gue hanya bisa berkata "semoga cepat sembuh" walau gue tau sepertinya itu hanya harapan kosong. Dan bu Warso hanya bisa mengangguk tanpa sepatah kata pun.

Tuhan, kalau kau memang menyayanginya dan menginginkan dirinya untuk menemuimu, segerakanlah. Jangan siksa terlalu lama. Sakit sekali melihatnya terkulai lemah tak berdaya seperti itu. Tapi kalau kau menginginkannya untuk hidup lebih lama lagi di dunia, maka sembuhkanlah. Jika kau memang Maha Pendengar dan Maha Pengabul Doa, tolong dengarkan dan kabulkanlah doaku ini.

Amin..
Share/Bookmark

Saturday, April 21

..tujuh puluh dua..

Hari ini ibu berulang tahun yang ke-72. Gue inget, bahwa dulu sekali, gue pernah ngomong ke dia, kalo umur ibu mungkin cuma sampai 72 tahun. Tapi gue sendiri gak inget alasan tiba-tiba gue kepikiran angka itu (mau ingat-ingat lagi juga males).

Ketika pagi ini gue bangun tidur dan mengucapkan selamat tahun ke beliau, gue langsung mengingatkan diri sendiri, bahwa sekarang, gue harus sudah mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu ibu dipanggil oleh-Nya.

Ya ya, orang mungkin berpikir bahwa pikiran gue ini aneh, bahwa umur itu di tangan-Nya. Tapi justru karena Dia yang punya hak prerogatif "memanggil" ibu, makanya gue harus mempersiapkan segala sesuatunya biar gue gak menyesal di kemudian hari.

Ibu di mata gue adalah seorang yang super. Gue bersyukur punya ibu kayak beliau. Seorang wanita Jawa yang dibesarkan dengan cara konservatif tapi dia membesarkan anak-anaknya dengan cara yang cukup demokratis. Terlepas dari berbagai perbedaan dan pandangan antara gue dan ibu, sosok ibu di mata gue itu sudah hampir mendekati sempurna.

Tidak cukup kata untuk menggambarkan betapa besar peran beliau di hidup gue. Bahwa apa pun yang gue jalani sekarang, semuanya hanya untuk kebahagiaan ibu.

Memang seberapa besar seorang anak berusaha untuk "membayar hutang" ke orang tua, terutama ibu, sampai kapan pun gak akan pernah terbayar lunas.

Bila ditanya apakah gue sudah siap untuk kehilangan ibu, jawaban gue sudah pasti tidak dan mungkin tidak akan pernah siap. Gue memang tidak terlalu bergantung pada ibu, bisa dikatakan gue ini cukup mandiri, tapi sehari saja gue gak berkomunikasi dengan ibu, pasti ada yang kurang. Apalagi sejak gue tidak kerja di kantor, gue banyak menghabiskan waktu dengan ibu dan bertukar cerita dengannya. Sehari tidak memeluknya itu bagaikan makan sayur tanpa garam, hambar!

Ibu, mungkin aku belum bisa membahagiakan dirimu seperti yang ibu inginkan. Tapi aku janji, bahwa sebelum ibu meninggalkanku dan dunia fana ini, aku akan membahagiakanmu semaksimal mungkin dan semampuku. Segala kehidupanku, semuanya bersumber di dirimu. Semoga saja, ibu selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang oleh-Nya, supaya masih banyak waktu yang akan kita lalui bersama.

I love you, bu, more than anything and anyone else in this world.

- my sanctuary -
Share/Bookmark

Thursday, January 5

..kegiatan sosial..

Salah satu alasan kenapa gue ingin mengundurkan diri dari pekerjaan kantor adalah gue ingin bisa punya banyak waktu untuk berkegiatan sosial. Mungkin gue terdengar idealis atau sok berjiwa sosial, tapi memang itulah yang ada, gak dibuat-buat.

Gue sering ditanya mengenai kesibukan gue setelah resign. Ya gue jawab apa adanya, bahwa selain menjadi penerjemah lepas waktu, gue aktif di kegiatan sosial.

Tetapi anehnya, hampir 99% dari yang bertanya itu memberikan reaksi yang sama, "Sok banget siy! Lagian kalo kegiatan sosial itu gak perlu diumbar kaliii...." Hmmmm, gantian gue yang bingung and jadi balik nanya ke diri sendiri, salah gue dimana ya? Kan mereka duluan yang tanya *sigh*

Gue memang dari dulu senang berbagi, dan setelah sekian lama mencari wadah untuk berbagi, akhirnya gue bisa menemukan yang gue cari. Memang komunitas sosial yang gue cukup aktif di dalamnya hanya ada 2, komunitas lebah dan para kelinci. Tetapi untuk kelinci, lagi vakum beberapa saat karena kesibukan masing-masing personilnya. Di luar itu, gue ikut beberapa komunitas lain walau umumnya jarang ikut melakukan persiapan kegiatannya, seperti 1n3b, hadiah sahabat, kks melati, 1001buku, sahabat peduli dan sahabat anak.

Alasan utama gue ikut kegiatan-kegiatan itu karena gue menemukan suatu kebahagiaan dan kenikmatan yang tak bisa terbeli oleh apapun. Ketika gue berbagi dengan mereka yang mungkin kurang berpunya dari gue, raut muka mereka yang berbinar itu sungguh melegakan hati. Mungkin bantuan yang gue berikan bersama komunitas gue itu kecil, tapi apresiasi mereka itu sangatlah besar. Ketulusan mereka itu sangat terasa. Dan yang pasti, membuat gue lebih mensyukuri segala nikmat dan karunia hidup yang diberikan Tuhan ke gue selama ini.

Mungkin gue bisa dikategorikan relawan, tapi gue sendiri gak suka dengan predikat itu. Gue lebih suka tidak memiliki predikat apapun, karena memang bukan itu yang gue cari.

Belakangan ini, banyak sekali orang-orang yang merasa bangga dengan predikat relawan. Mereka pernah membantu korban bencana A, B. C, D, ikut pelatihan rescue team bla bla bla, menjadi relawan di kegiatan2x sosial berskala besar, bahkan baru sekali donor darah lalu menganggap dirinya relawan.

Sah-sah saja bagi mereka untuk bangga dengan predikat itu. Tetapi gue sendiri setiap kali ditanya apakah gue relawan, gue pasti akan menjawab kalau gue BUKAN relawan.

Beberapa waktu lalu, gue chatting ama temen gue, and dia gak ngerti dengan jalan pikiran gue yang mau mendedikasikan diri di kegiatan sosial ini. Menurutnya, karena gue lajang, gue mencoba mencari kesibukan agar tidak memikirkan tentang pasangan hidup. Menurutnya lagi, kebahagiaan yang gue dapatkan itu kebahagiaan semu.

Well, perbincangan sempat memanas, tapi akhirnya gue bilang ke dia bahwa itu hak dia untuk berpendapat apapun, yang penting gue tidak merasa seperti apa yang dikatakan dirinya.

Sekali lagi, gue hanyalah orang yang senang berbagi dan berusaha sebisa mungkin untuk membantu orang lain. Memang terdengar klise, tapi semakin sering berbagi dan berkegiatan sosial, gue merasa semakin kurang dan ingin melakukan lebih banyak lagi. Kadang gue ingin sekali punya banyak uang supaya lebih banyak orang yang gue bantu.

Memang bantuan tidak hanya dari uang, tetapi melihat mereka yang berkekurangan, apalagi yang bisa gue bantu selain itu walau tidak melulu dalam bentuk lembaran uang.

Bahkan dalam ajaran gue, manusia diwajibkan untuk kaya agar bisa lebih banyak membantu mereka yang berkekurangan.

Gue tidak dan tidak akan pernah mencari justifikasi mengenai kegiatan sosial gue ini. Dan gue juga tidak akan mau ambil pusing mengenai pendapat orang-orang tentang gue dan kegiatan gue. Yang di pikiran gue hanyalah berusaha untuk lebih banyak membantu mereka, dan semoga niatan gue ini bisa direstui Tuhan.

Itu saja...
Share/Bookmark

..blora..

Bangun tidur di udara dingin, sejauh mata memandang yang tampak hanya sawah-sawah berwarna hijau. Bunyi denting bel sepeda ontel yang lalu lalang di jalan raya dan sesekali sepeda motor dan mobil berseliweran menceriakan suasana pagi gue di Blora.

Blora, dulunya adalah tujuan mudik keluarga gue setiap Lebaran karena eyang buyut gue tinggal di sana. Kenapa ke eyang buyut dan bukan ke eyang? Karena sejak gue umur 4 tahun gue sudah tidak punya eyang. Mereka meninggal dalam kecelakaan angkutan umum lalu dimakamkan di Blora.

Semenjak ibu memboyong yangyut putri ke Jakarta th 90, gw dah gak pernah lagi ke Blora hingga akhirnya tahun 2007, gue, ibu dan dek Abi (anak mbak Prita) pergi bersama-sama ke sana.

Tidak banyak perubahan yang terjadi dengan Blora. Memang terasa pertumbuhannya yang cukup pesat, seperti motor-motor yang pelan tapi pasti mulai memenuhi kota dan menggeser keberadaan dokar serta becak. Munculnya beberapa tempat usaha seperti bengkel dan pusat perbelanjaan di tiap sudut kota. Tapi lebih dari itu, kota kecil ini masih menawarkan keasrian yang sama, sifat ramah tamah, kekeluargaan dan penuh keakraban yang sama. Kehidupan di Blora cukup tenang, bahkan bisa dibilang berjalan lambat.

Berkunjung ke Blora selalu menyenangkan dan tidak sekali pun gue pernah dilanda kebosanan ketika gue ada di sana. Blora menjadi salah satu tujuan liburan keluarga gue karena selain untuk berlibur, ada makam leluhur kami di sana, tepatnya di Kajangan.

Gue pasti akan terus kembali ke kota ini, dan semoga saja ketika gue kembali lagi, gue sembari mewujudkan cita-cita gue MENGENDARAI MOBIL SENDIRI :)

- blora di sore hari sedang diguyur hujan -
Share/Bookmark

Wednesday, January 4

..pertemanan..

Manusia adalah makhluk sosial, jadi sudah merupakan hukum alam bahwa manusia perlu teman untuk berinteraksi dalam kehidupan ini.

Sejak kita kecil hingga saat ini, sudah tak terhitung lagi teman yang kita miliki. Mulai dari teman yang didapat karena lingkungan seperti teman sekolah, teman kerja, teman main, teman virtual, teman dugem, dan lainnya.

Dan adalagi pertemanan yang dilihat dari kadarnya, seperti teman di permukaan (yang ini umumnya teman basa basi dan cuma berteman di kala senang), teman baik, teman dekat dan teman sejati.

Gue pernah berada di satu masa dimana teman adalah segalanya buat gue, melebihi keluarga. Apapun gue lakukan demi teman, bahkan meminjamkan mereka uang walau itu bukan uang gue sendiri (baca: uang dari orang tua). Tapi seiring berjalannya waktu, gue belajar bahwa teman itu hanya orang lain dan keluarga itu harus dinomorsatukan. Ibu gue pun selalu berkata, well cenderung menasehati sih, bahwa teman itu boleh banyak tapi jangan terlalu dekat untuk menghindari konflik.

Di satu sisi, apa yang dikatakan ibu gue ada benarnya sih. Karena semakin dekat kita berteman dengan orang lain, maka semakin kita tahu karakter mereka. Dan tak jarang, ketika kita merasa sudah mengerti mereka, kita suka lepas kendali dan merasa berhak untuk memberitahu A, B, C, Z. Sehingga konflik pun tak bisa dihindari.

Tapi di sisi lain, menurut gue, kalau berteman gak ada konflik itu sepertinya hanya teman di permukaan. Bukan berarti kita harus berkonflik dengan teman, tapi maksudnya, dengan adanya konflik, kita bisa jadi lebih mengerti karakter teman kita tersebut.

Sepanjang kamu hidup, pernahkah menghitung, sebenarnya ada berapa teman yang memang layak dikategorikan sebagai teman baik? Contoh gampang, dari ratusan atau bahkan ribuan teman di FB, ada berapa yang benar-benar kamu anggap sebagai teman di kala susah dan senang, teman yang benar-benar mengerti kamu, teman yang bisa menerimamu apa adanya, yang gak perlu berpura-pura untuk menjadi orang lain.

Gue memang punya 1800 teman FB, dan ada banyak lagi di luar itu, tapi teman yang benar-benar menjadi teman dekat gue gak lebih dari 30 orang, dan 10 di antaranya adalah teman sejati gue. Untuk sebagian orang, angka itu mungkin terlalu sedikit atau bahkan terlalu banyak.

Umumnya, pertemanan yang gue jalin dengan mereka sudah bertahun-tahun lamanya, apalagi dengan teman sejati yang sudah belasan tahun. Mereka adalah orang-orang yang gue anggap layak dijadikan teman baik dan gue akan terus pertahankan sebagai teman baik selama mungkin.

Pada mereka, gue bisa menceritakan segalanya. Bukan berarti mereka menjadi tempat sampah gue, tetapi gue lebih menganggap sebagai sesi bertukar pikiran dan pendapat. Pasti kamu pernah memiliki teman yang menjadikanmu sebagai tempat sampah, yang menghubungimu hanya di kala susah. Buat gue, orang kayak gini gak layak dijadikan teman sama sekali karena dia gak punya prinsip take and give.

Setiap hubungan, termasuk pertemanan sudah wajib hukumnya untuk memberlakukan take and give, dengar dan mendengarkan. Akan timpang kalau satu pihak hanya memberi saja atau mendengarkan saja. Dijamin, pertemanan macam ini gak akan bertahan lama karena ada satu pihak yang merasa bahwa haknya sebagai teman tidak diperhatikan.

Pada dasarnya, gue suka bercerita dan kadang langsung ngomong apa yang ada di kepala gue. Tapi dalam berteman, gue suka menahan diri untuk tidak mendominasi pembicaraan. Itu gue lakukan karena gue ingin semuanya seimbang. Selain itu, gue juga pernah terlibat konflik dengan beberapa teman gue itu, yang akhirnya membuat gue belajar bahwa gue tidak seharusnya terlalu cepat bicara sebelum memikirkan akibatnya.

Pertemanan juga seharusnya memberikan manfaat dan membawa ke sesuatu yang lebih baik. Gue banyak sekali belajar dari teman-teman gue itu. Ada dua teman sejati gue yang menjadi tempat gue bertukar pikiran tentang hidup dan spiritual. Agama mereka jelas beda dari gue, tapi somehow gue merasa cocok berbicara mengenai spiritual dan keimanan justru dengan mereka. Setiap kali gue selesai menghabiskan waktu dengan mereka, selalu saja ada pencerahan yang gue alami, and I dunno why :)

Saat ini, walau kadar pertemuan gue dengan teman-teman gue sudah terbilang jarang karena susahnya menyesuaikan waktu dan juga ada hal-hal lain yang perlu diprioritaskan, tapi bukan berarti mereka hilang dari hidup gue. Gue masih terus berkomunikasi, just a simple hello to let them know I'm okay and vice versa.

Gue akan salin-rekat tulisan Gibran tentang pertemanan (friendship) yang dimuat di buku The Prophet

Your friend is your needs answered. He is your field which you sow with love and reap with thanksgiving.
And he is your board and your fireside.
For you come to him with your hunger, and you seek him for peace.

When your friend speaks his mind you fear not the "nay" in your own mind, nor do you withhold the "ay."
 And when he is silent your heart ceases not to listen to his heart;
 For without words, in friendship, all thoughts, all desires, all expectations are born and shared, with joy that is unacclaimed.

When you part from your friend, you grieve not;
 For that which you love most in him may be clearer in his absence, as the mountain to the climber is clearer from the plain.
 
And let there be no purpose in friendship save the deepening of the spirit.
 For love that seeks aught but the disclosure of its own mystery is not love but a net cast forth: and only the unprofitable is caught.
     
And let your best be for your friend.

 If he must know the ebb of your tide, let him know its flood also.
For what is your friend that you should seek him with hours to kill?
Seek him always with hours to live.
For it is his to fill your need, but not your emptiness.
     
And in the sweetness of friendship let there be laughter, and sharing of pleasures.
 For in the dew of little things the heart finds its morning and is refreshed.

- the end -
Share/Bookmark

..meja makan..

Di masa kini, rumah mana yang tidak punya ruang dan meja makan? Gue yakin gak ada satu rumah pun. Well, tidak bermaksud menghina tapi rumah kardus, rumah kumuh dan rumah terapung tidak masuk hitungan karena jelas tidak ada.

Tetapi, kapan terakhir kali kamu makan bersama di meja makan? Makan dan bertukar cerita sama saudara dan orang tua?

Kalian semua pasti punya kenangan akan prosesi makan di meja makan bersama orang tua dan saudara kandung. Segala aturan yang diberlakukan oleh orang tua masing-masing ketika makan, persiapan sebelum makan, cerita apa yang dibolehkan saat makan termasuk segala keributan yang terjadi. Tidak ketinggalan perasaan senang dan melayang, ketika dibolehkan makan satu jenis makanan oleh orang tua, dan langsung disendokkan mereka ke piring kamu. Wuidiiihh.. Felt like in cloud nine!

Setelah beranjak remaja lalu dewasa, apakah kebiasaan makan di meja makan masih berlanjut? Jika pertanyaan itu dilontarkan ke gue sendiri, maka gue akan jawab dengan lantang, "IYA!"

Gue mungkin bisa dibilang kuno krn kebanyakan anak-anak jaman sekarang makan di depan tv atau di kamar masing-masing sambil melakukan kegiatannya. Tetapi gue gak peduli, karena menurut gue pribadi, ada kenikmatan tersendiri makan di meja makan.

Gue bisa lebih bersyukur dengan makanan yang ada di depan gue. Gue juga bisa bertukar cerita dengan ibu atau siapa pun yang menemani gue di meja makan, baik kilas balik masa lalu, cerita masa kini, cerita konyol, apapun itu.

Memang dibanding masa kecil, banyak sekali perbedaannya. Mulai dari jumlah orang yang makan, persiapan yang dilakukan sebelum makan, hingga porsi makanannya.

Tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak mengurangi sedikit pun kekhusyukan gue makan di meja makan.

Ya, mungkin gue kuno. Tapi gue sangat menikmati kekunoan gue itu dan akan menikmatinya selama gue bisa.

- jadi pengen makan sama ibu di meja makan -
Share/Bookmark

..liburan..

Liburan buat sebagian orang bukan menjadi suatu kebutuhan, dan tak jarang mereka menganggap bahwa liburan adalah buang-buang uang. Tetapi ada juga yang menganggap bahwa liburan adalah suatu hal yang wajib dilakukan untuk menyegarkan pikiran dan menemukan hal-hal baru diluar rutinitas sehari-hari.

Nah, gue ini termasuk dalam kategori kedua. Buat gue, liburan itu menjadi sesuatu yang wajib dilakukan. Sebisa mungkin, paling tidak 3-6 bulan sekali gue harus berlibur. Baik itu yang jauh sampai ke luar Indonesia atau yang dekat-dekat saja dari Jakarta. Gak masalah juga bagi gue apakah itu hanya weekend trip, 1 minggu atau bahkan 1 bulan.

Ada banyak alasan kenapa gue mewajibkan diri sendiri untuk pergi berlibur. Selain dua alasan di atas, gue juga bisa berinteraksi dengan banyak orang dan gak jarang gue mendapatkan teman setelah berlibur. Tetapi yang terutama, liburan adalah masa bagi gue untuk berkontemplasi dengan diri, bisa makin lebih mensyukuri kehidupan yang gue miliki dan bisa makin mendekatkan diri dengan-Nya.

Itulah juga alasannya kenapa gue lebih memilih pergi berlibur sendiri. Banyak teman-teman gue menganggap gue aneh karena senangnya pergi berlibur sendiri. Tapi justru dengan pergi sendiri, gue lebih bisa menikmati liburan gue.

Lagipula, gak semua teman yang bisa diajak pergi berlibur bersama. Sejauh ini, gue hanya punya 2 teman yang bisa gue ajak pergi berlibur. Gue suka berlibur dengan mereka karena tujuan kami bertiga untuk berlibur itu sama. Kami sama-sama suka dengan alam, dan menghindari tempat perbelanjaan. Kalau harus belanja, ya tidak di pusat perbelanjaan, tapi di pasarnya dan beli sesuati yang khas dari tempat itu.

Banyak sekali pengalaman yang gue dapatkan saat berlibur. Mulai dari pengalaman bodoh yang bisa buat ngakak setiap saat ngomonginnya, pengalaman menyenangkan atau pengalaman yang lebih baik dilupakan selamanya. Belum lagi pengalaman seru, yaitu nyasar di negeri orang. Wahahaaa, ini sumpah deg-degan waktu kejadian, tetapi setelah beberapa saat jadi sebuah cerita yang gak akan pernah dilupakan seumur hidup.

Belum lagi foto-foto menangkap setiap momen dan tempat-tempat yang dikunjungi. Kepuasan tersendiri melihat hasilnya dan tambahan kepuasan kalau ada yang memuji bahkan sampai iri dengan foto-foto yang gue ambil, hahahaaa..

Liburan juga menjadi salah satu motivasi gue untuk mencari uang lebih banyak dan menabungnya. Mungkin saja, kalau gue gak banyak berlibur, uang gue udah buanyaaak banget. Tapi, gue lebih memilih untuk berlibur dan gak ada satu pun penyesalan, karena memang I chose to spend my money for travelling rather than spend it to buy unneccessary things.

Salah satu liburan yang paling berkesan untuk gue adalah backpacking ke Eropa. Bukan semata karena Eropanya. Gue selalu bilang ke ibu gue, kalo suatu saat, gue akan pergi ke Eropa, sendirian dan backpacking seperti bule-bule jalan jaksa yang berkeliaran di jakarta. And voila! 16 years later, I was travelling 18 days in Europe, backpacking and all by myself.

I might say that I consider myself as a lucky girl karena beberapa tempat yang ingin gue kunjungi dari dulu bisa gue datangi. Memang sudah menjadi impian gue dari dulu untuk berkeliling Indonesia, makanya gue selalu menyempatkan liburan.

Hal yang paling menyenangkan jua adalah persiapan sebelum berlibur. Kadang gue hanya liat peta, mata tertumbuk ke satu titik lalu mencari tahu tentang kota itu dan kalau memang menarik, pergi deh :)

Gak akan ada habisnya sih kalo ngomongin gue dan liburan, secara liburan adalah salah satu kesenangan gue dan sudah menjadi kewajiban buat gue..

Sebelum menjadi cerita yang membosankan, lebih baik diakhiri di sini saja :)


-di dalam bis menuju Blora, tempat pertama dari 5 kota yang akan dikunjungi seminggu ini-
Share/Bookmark

Sunday, January 1

..secuil pendapat tentang tahun baru..

Tahun baru.. Sebenarnya, apa yang spesial dari hari itu? Menurut gue pribadi, gak ada yang spesial. Hari itu, sama dengan hari-hari lainnya. Cuma karena sebuah tradisi, maka pergantian tahun harus dirayakan dan dijadikan sesuatu yang spesial. Banyak orang merayakan dengan berpesta, baik itu pesta di rumah dengan barbeque atau di luar rumah seperti di restoran, klub atau jalanan. Dan beberapa tahun belakangan ini, banyak juga yang merayakannya dengan berzikir bersama di mesjid, selain ada juga yang berkontemplasi di ruang terbuka seperti gunung atau pantai.

Sebelum tahun berganti, banyak sekali orang berlomba membuat daftar resolusi. Sebuah daftar yang umumnya diingat pada awal dan akhir tahun saja, sementara di pertengahan tahun, mereka sendiri lupa (baik itu pura-pura lupa, terlupa atau sungguh-sungguh lupa) akan daftar resolusi yang telah mereka buat.

Jangan tanya apa resolusi gue di tahun 2012, karena gue sendiri sudah berhenti membuat resolusi dari 4-5 tahun terakhir ini. Alasannya sederhana, gue gak mau menyusahkan diri gue sendiri. Gue mau semuanya berjalan dengan apa adanya tanpa perlu disesuaikan dengan so-called resolution. 

Tahun baru, hidup baru. Menurut gue, hidup baru seharusnya bukan karena adanya pergantian tahun. Hidup baru itu seharusnya dilakukan setiap hari. Ketika bangun dari tidur, membuka mata dan mulai menjalankan aktifitas hingga saatnya malam tiba dan pergi tidur. Tapi untuk gue pribadi, gue lebih memilih tidak menggunakan kata "hidup baru" yang terkesan amat berat itu. Hidup itu sudah berat, gak perlu lagi diperberat dengan nama "hidup baru". 

Jalani saja hidup ini dengan sebaik-baiknya, berkontemplasi dengan diri, berusaha mengubah diri menuju pribadi yang lebih baik. Talking is cheap, I know some people will say it for sure. But when you could do this, I'm sure you'll find yourself living a good life. That's it, I guess. Your life will always be renewed when your done with your introspection or contemplation, then you decide to refine it. You don't need a new year to do that.

Anyway, that's just me being me, with thoughts that perhaps indifferent with the rest of you. 

Happy New Year though :)

Share/Bookmark

..selamat jalan, kakak..

Tahun 2011 ini, 1N3B mengadakan kegiatan tahunannya yaitu Bagi Buku, Bagi Ilmu, Bagi Anak Negeri di desa Sungai Lisai, Bengkulu.

Kegiatan yang hampir saja tidak jadi dilaksanakan mengingat persiapan yang sangat singkat dengan target buku yang cukup fantastis, yaitu 1000 buku dalam waktu 1 bulan. Belum lagi menentukan lokasi yang sempat terkatung-katung, antara Bojonegoro dan Bengkulu. Tetapi syukur Alhamdulillah, dalam waktu sekitar 1 bulan itu, semua target bisa dicapai dan 1N3B bisa memberikan 1004 buku ke Sungai Lisai.

Desa yang kami tuju termasuk dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat dan membutuhkan perjuangan yang cukup berarti. Kami (Gue, Ferry, ibu Sita, Abah, Gethuk, Handy & Undix) berangkat dari Jakarta hari Jumat, 25 November dengan pesawat paling pagi. Sesampainya di sana, kami dijemput bang CT & Susan yang sudah sampai di Bengkulu dari tanggal 23 Nov. Setelah sarapan, kami langsung ke gudang penyimpanan sementara barang-barang yang harus dibawa ke Lisai. Sekitar jam 12 siang, 1 mobil logistik berpenumpang Handy & Undix pergi duluan ke Lisai, sementara 2 mobil lainnya masih menunggu bapak pemilik mobil yang ingin ikut kita. Akhirnya sekitar 12.30, kami jalan ke Lisai.

Tidak banyak yang bisa diceritakan selama di perjalanan selain jalanan yang berliku-liku dan pantat panas sementara perut lapar karena sudah lewat jam makan siang. Sekitar jam 3, sampai di Unit 4 untuk makan siang dan istirahat sebentar. Sekitar 30 menit, kami melanjutkan perjalanan. Kurang lebih jam 6 sore, kami mampir di rumah pak Camat Seblat untuk silaturahmi singkat (well, 1 jam sih) lalu melanjutkan perjalanan ke Seblat Ulu supaya tidak kemalaman di jalan.

Awalnya, perjalanan menuju Seblat Ulu ini tidak menemui masalah berarti, apalagi malam itu banyak sekali bintang bertaburan di langit. Tetapi setelah 1 jam dan jalanan beraspal sudah habis, struktur jalanan pun berganti menjadi bebatuan. Berhubung kami, para perempuan + bang CT naik Avanza yang bukan mobil dengan dobel gardan, naik turunnya jalanan membuat para penumpang di dalam juga ikutan naik turun (baca: sport jantung!). Kalau bukan mas Asep yang nyetir, sudah dipastikan kami akan terguling. Well, itu aja hampir 2x mobilnya keplintir.

Berhubung jalanan makin rusak, dan pak Kades Seblat Ulu juga sudah menjemput kami di suatu desa terakhir, akhirnya kami pun berhenti dan berganti mobil. Dengan penuh kekhawatiran, kami melepas mas Asep pulang (dan jam sudah menunjukkan pukul 10 malam). Perjalanan kami ke Seblat Ulu pun dilanjutkan. Menurut para penjemput, kampungnya sudah dekat. Well, bisa bernafas lega sedikitlah. Tapi apa daya, baru saja mendudukkan pantat di mobil, ternyata kami harus turun lagi karena mobilnya slip! Hahahaaa, cakep banget emang tuh jalanan.. Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya mobil bisa juga keluar dari tanah liat.

Sampai di Seblat Ulu, kami disediakan tempat bermalam di rumah pak Kades. Unload personal stuffs, buat makan malam (bu Sita, minta teman2x untuk bayar facialnya yaaaaa) trus last briefing untuk besok, then sekitar jam 12 malam, we were off to bed.

Jam 6 pagi di keesokan hari, kami mulai beberes untuk berangkat. Setelah sarapan, serah terima buku-buku ke SDN Seblat Ulu ke Kepsek dan pamitan ke pak Kades, kami berangkat pukul 8 pagi. Dari 9 orang, hanya Undix yang tidak jalan pagi itu, karena ia harus menunggu porter-porter dari Lisai datang menjemput sisa barang-barang, sementara sebagian barang-barang lainnya sudah dibawa oleh porter dari Seblat.

Berbekal informasi mengenai medan yang akan kami tempuh, kami sudah membekali diri dengan sepatu khusus, yaitu sepatu pak tani buatan Taiyoko. Bahannya dari karet ban, sangat lentur dan sangat cocok untuk medan berlumpur & berawa. Tapi karena kebesaran, akhirnya sepatu itu gue ikat dengan tali rafia.

Udara sangat cerah, dan memang itu yang kami harapkan. Baru 5 menit berjalan, ternyata kami sudah dihadapkan dengan 1 sungai yang cukup lebar. Gue pikir gue bisa jalan sendiri, ternyata arusnya cukup kencang dan membuat gue terjatuh dan terantuk batu cukup besar. Untung ada pak Doni, porter muda yang dengan sigapnya meraih lengan gue dan menggandeng gue sampai ke seberang. Sepertinya, sungai besar itu cukup membuat gue kaget. Perjalanan langsung dilanjutkan tanpa henti, well paling2x untuk minum sebentar dan mengatur nafas lalu jalan terus sampai akhirnya menemui sungai besar kedua. Naaaaaah, kelebaran sungai ini sebenarnya masih lebih sempit dibanding yang pertama. Tapi dalamnya? Oh jangan tanya, lebih dalam dari yang 1 dan arusnya lebih kencang. Untungnya gue didampingi dan digandeng sama pak Doni, jadi gue bisa sampai ke seberang dengan selamat.

Perjalanan dimulai


Sungai kedua
Sekitar 10 menit istirahat, Uwak, porter paling tua dengan cacat tapi masih fit banget itu menyuruh kami untuk segera bergerak karena menurutnya, hujan biasanya turun pukul 2 siang dan kami semua harus bergegas agar tidak kehujanan di jalan. Medan selama perjalanan juga tidak ada bedanya, naik turun, jalanan berawa, lumpur, sawah, benar-benar melelahkan sekali.

30 menit terakhir, gue sebenarnya sudah hampir tidak kuat lagi, karena urat di lutut kanan gue sepertinya ketarik dan gue udah mau memutuskan untuk berhenti aja. Tapi akhirnya, tampak juga desa Sungai Lisai yang berada di bawah kaki gunung dan perasaan gue langsung adeeeeeemm banget! Gila! Gue seperti menemukan satu peradaban yang sangat berbeda. Perasaan yang gak bisa diungkapkan kata-kata. Unbelievable!

Desa Sungai Lisai

Setelah naro tas, gue dan Ferry langsung ngabur ke sungai untuk merendam kaki yang perlu disegarkan kembali dan air sungai yang dingin itu memang sangat menyegarkan. Kita diberi tempat beristirahat di rumah Bp. Herman, Sekretaris Desa Sungai Lisai. Setelah selesai merendam kaki, gue kembali ke rumah pak Sekdes dan istirahat sebentar sembari menunggu nyawa kembali menyatu ke badan.

Sore sekitar jam 5, gue dan Susan mandi di sungai and tell you the truth, that was my first experience mandi di sungai. Seriously! Gue seperti orang yang kampungan gitu. Gak pengen cepet-cepet selesai mandi, pengennya berendam aja terus di situ, hihihiiiiiii...

Ketika malam tiba, kami belum bisa beristirahat karena kami harus melakukan briefing singkat untuk pelaksanaan kegiatan esok hari serta mempersiapkan goodie bag untuk dibagikan ke 70 anak. Ternyata masih banyak isi goodie bag yang belum datang dan diprediksikan akan sampai di Lisai siang hari. Because of that, we were planning for plan B yang intinya, jangan sampai mengecewakan anak-anak itu.

Tanggal 27 November 2011. This is it! This is the day! Setelah makan pagi, kami langsung menuju SDN 06 Pinang Belapis, pusat kegiatan hari itu yang tempatnya hanya berjarak 5 menit jalan kaki dari rumah pak Sekdes. Di sana, anak-anak sudah ramai bermain di lapangan sekolah. Permainan sederhana yang rasa-rasanya sudah hampir tidak pernah dimainkan oleh anak-anak SD di Jakarta.

Pukul 8.30 pagi, kegiatan dimulai dan dibuka dengan serentetan sambutan dan doa. Setelah itu, dilakukan pembagian kaos lalu ibu Sita dengan sigapnya memandu ice breaking games melalui berbagai permainan yang tampaknya sederhana tapi membawa sebongkah keceriaan dan kegembiraan yang semuanya tergambar di raut wajah mereka.

Menyanyikan lagu Indonesia Raya


Ice Breaking Game

Setelah ice breaking, anak-anak diberi waktu untuk rehat sejenak dan dibagikan sebungkus snack pagi berisi biskuit dan minuman kemasan. Setelah itu, anak-anak kelas 1 & 2 SD dibawa ke satu kelas untuk lomba mewarnai, sementara kelas 3 - 6 mengikuti science edugames. Ada 5 permainan, air mancur (dipandu gue), baterai kentang (dipandu mas Undix), simulasi gempa bumi (dipandu mas Gethuk), telepon kaleng (dipandu Susan) dan kamera obscura (dipandu Ferry). Selain itu, ada juga permainan roket air dan satu permainan yang gue lupa namanya :)

Permainan Baterai Kentang dan Air Mancur

Tanpa banyak jeda, jam 11 siang, anak-anak dibawa ke depan Rumba dan ibu Sita kembali memandu mereka dengan permainan harta karun. Permainan ini juga semacam pengenalan ke mereka akan Rumba, karena jawaban dari permainan itu ada semua di buku yang terdapat di Rumba. Guru & murid bersinergi, adu cepat dengan kelompok lain untuk mencari jawaban. Permainan ini cukup menguras otak, dan melihat betapa semangatnya mereka untuk memecahkan misteri harta karun itu merupakan sesuatu hal yang sangat menarik.

Sinergi guru dan murid di permainan harta karun

Kurang lebih 1 jam permainan ini berlangsung, dan dilanjut dengan pembagian makan siang untuk seluruh anak-anak. Setelah itu, sebelum mengumumkan pemenang harta karun, masih ada 1 permainan lagi yang diberikan, yaitu membuat yel-yel. Sekitar 15 menit mereka mencari inspirasi untuk memberikan yel-yel yang terbaik untuk kelompoknya.

Mari makaaann...


Perlombaan yel-yel

Tepat sebelum pengumuman pemenang harta karun dan yel-yel, pak Kades datang. Setelah pak Kades, baru dilakukan acara serah terima buku secara simbolis dari ketua Rumba yang diwakili oleh Susan ke pak Kades. Lalu diumumkan pemenang harta karun, yel-yel, pemberian tas sekolah secara simbolis dari 1N3B yang diwakili Ferry ke dua murid SD Lisai. Acara terakhir sebelum penutupan adalah peresmian pembukaan Rumah Baca Lisai.

Penyerahan tas sekolah secara simbolis


Penyerahan buku ke pak Kades secara simbolis

Peresmian Rumba Sungai Lisai

Tetapi acara tidak selesai di siang itu. Berhubung masih ada tas yang belum sampai ke Lisai, dan dijadwalkan datang pukul 3 sore, maka plan B kami adalah membagikan tas di sore hari, ketika ibu Sita memandu pelajaran bahasa Inggris singkat ke anak-anak.Dari jam 1, kami semua berdoa supaya tas segera sampai dan tidak lebih dari jam 3, karena kami sudah menjanjikan untuk memberikan pada anak-anak di sore hari.


Jam 4 sore, kami semua kembali ke lapangan, tapi kali ini bukan lapangan SD melainkan lapangan voli yang biasa dipakai ibu-ibu di sana untuk bermain voli. Selain mengajari bahasa Inggris secara singkat, kami juga meluncurkan permainan roket air yang sangat menarik minat bukan hanya anak-anak, tetapi seluruh warga di sana. Berhubung hari sudah semakin gelap dan masih ada kegiatan menonton film bersama, kami memutuskan untuk menyudahi rangkaian kegiatan di sore hari dan berfoto bersama di lapangan SD. Saat itu sudah menunjukkan pukul 17.30.
Permainan dalam bahasa Inggris
 
Percobaan roket air
Pukul 7 malam, kami bersiap melakukan kegiatan terakhir yang sudah berlangsung sejak pagi, yaitu menonton film bersama. Film yang kami putar malam itu adalah Laskar Pelangi. Acara ini hampir saja tidak dilaksanakan mengingat tidak ada yang bisa mengusahakan proyektor hingga hari keberangkatan kami. Tetapi untungnya, pak Sekdes punya TV yang cukup besar dan DVD player, sehingga TV dan DVD itulah yang kami bawa ke Balai Desa untuk menonton film. Ternyata animo warga cukup besar, karena yang menonton bukan hanya anak-anak, melainkan sebagian besar warga. Sungguh luar biasa! Sebelum memulai acara menonton, ibu Sita kembali memandu anak-anak dengan permainan singkat dan lalu dilanjut dengan pembagian tas ke seluruh anak-anak.

Menonton film bareng

Gue tidak mengikuti kegiatan sampai habis, karena masih harus packing untuk kembali ke Seblat Ulu besok pagi. Dan oh ya, malam itu hujan. Gue sepertinya malaaaaaaas banget membayangkan betapa beceknya jalanan besok. Asli! Mau doa agar hujannya berenti aja kayaknya sia-sia, karena hujan sudah turun dari jam 8 malam dan menurut prediksi warga sana, hujannya bisa sampai pagi. Hadeuuuh... Bener-bener gak mau mikirin gimana jalan kakinya, udah capek duluan. Jadi mendingan packing terus langsung tidur.

The next morning, it's our last day in Lisai! Udara cukup mendung, tapi kami semua berharap bahwa udara akan berangsur cerah selama kami dalam perjalanan. Setelah beres-beres, kami diajak ke rumah pak Kades untuk makan pagi. Sekitar pukul 8.30, kami kembali ke rumah pak Sekdes untuk last check dan ready to leave. Kami mampir dulu ke Rumba untuk foto-foto terakhir dan memberi saran dimana sebaiknya memasang papan nama Rumba.

Setelah itu, kami baru jalan pulang daaaan, diluar dugaan kami semua, anak-anak SD Lisai sudah siap berbaris dan memberikan ucapan perpisahan pada kami semua. Kami semua berbaris di depan, mendengarkan mereka bernyanyi dan membaca puisi yang sungguh membuat kami terhenyak dan menangis. Sungguh membuat gue berpikir, bahwa yang gue lakukan itu belum ada apa-apanya. Gue amat sangat ingin membantu mereka lebih dari yang gue lakukan sekarang ini. Tetapi di satu sisi, membuat gue menjadi yakin bahwa kepergian gue ke Lisai ini tidak sia-sia.


Dengan berat hati, kami harus pulang dan meninggalkan mereka. Perjalanan pulang kali ini lebih santai, mungkin karena sudah tahu medan yang akan dilalui. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Menyempatkan diri untuk foto-foto dan istirahat di tiap anak sungai. Bisa memilih jalur mana yang akan dilewati (walo agak capek karena harus lompat kiri dan kanan). But I did enjoy it!

Tadinya, kami berencana untuk makan siang di dekat sungai 1, tetapi ternyata hujan turun dan kami harus bergegas melanjutkan perjalanan. Salah 1 porter memberitahu bahwa kami akan istirahat makan siang di salah satu rumah kerabatnya dan letaknya tidak jauh dari sungai. Sekitar 5-10 menit, kami sampai di rumah yang dimaksud. Rumah panggung kecil yang untungnya bisa menampung sekitar 15 tamu untuk makan siang. Segala perbekalan dikeluarkan dan nikmat sekali makan siangnya. Andaikan tidak turun hujan, mungkin kami akan berlama-lama di sana karena suasana dan pemandangannya sangat menyenangkan.

Jam 1, kami melanjutkan perjalanan dan berhubung kecepatan jalan masing-masing orang berbeda, gue dan Ferry akhirnya berpisah dengan yang lainnya. Di depan sudah tak terlihat, sementara di belakang pun masih jauh. Hampir nyasar karena jejak kaki mudah terhapus oleh air dan lumpur, tetapi untungnya Ferry masih bisa mengingat rute-rute yang dilalui waktu pergi (and I'm totally lost!).

Akhirnya kami menemukan sungai kedua, yang tandanya, jarak kami ke rumah pak Kades tinggal 5 menit lagi. Setelah menyeberang, alih-alih langsung menuju ke rumah pak Kades, semuanya memutuskan untuk berendam di sungai, membersihkan diri alias mandi tanpa sabun di bawah guyuran air hujan. Asli, enaaaaaakkk bangeeettt... Perasaan lega karena akhirnya bisa sampai juga bercampur dengan rasa dingin air sungai yang sungguh menenangkan diri.

Sampai di rumah pak Kades pukul 3 sore, ternyata kami sudah dijemput oleh pak Camat. Tetapi kami harus bergegas untuk berganti baju dan merapikan barang-barang karena kami harus segera pulang menuju Bengkulu. Sekitar jam 4, kami berpamitan dengan warga Seblat dan terutama dengan para porter yang sudah setia menemani kami. Kami pulang dengan 3 mobil, dan kali ini semuanya Hi Line. Jadi kami semua merasa aman.

Tapi ternyata oh ternyataaaa, rasa amannya cuma sekitar 15 menit dari rumah pak Kades, karena walau mobilnya sudah Hi Line yang dobel garda, tapi masih aja kena slip. Dua dari 3 mobil (salah satunya mobil yang gue naiki), slip sebanyak 2 kali dan hampir aja kami semua putus asa. Gak lucu banget, dah bisa sukses keluar dari Lisai, tapi harus bermalam di tengah sawah. Akhirnya, setelah 1.5 jam, kami semua bisa keluar dan terbebas dari jalur tanah liat itu. Fiyuuuuhhh...!!!

Kami hanya mampir satu kali untuk makan malam di Muaro Aman, lalu melanjutkan perjalanan dan sampai di Bengkulu jam 1 pagi. Sepanjang perjalanan gue gak bisa tidur, karena gue gak merasa tenang untuk tidur. Jalurnya berkelok-kelok dan gue khawatir supirnya ngantuk, jadilah gue berusaha untuk mengajak dia ngobrol terus. Tapi memang gak bisa dipungkiri kalau gue itu ngantuk berat, dan untungnya Susan bangun juga, jadi gue bergantian dengan dia.Sampai di Bengkulu, kami menginap di rumah teman mas Asep. Setelah nurunin barang, tanpa menunggu lama-lama, gue langsung tidur pulas di atas kasur! Sorry sleeping bag, you are no longer needed :)

Seperti moto 1N3B yaitu travelunteering, hari terakhir di Bengkulu ini dipakai untuk berwisata keliling kota. Setelah makan siang yang super enak itu, kami ke Benteng Inggris Marlborough lalu ke Rumah Pengasingan Bung Karno. Terakhir yang kami sambangi sebelum ke bandara adalah Pantai Pasir Panjang, dimana pasir putihnya adalah hasil kerukan. Sunset tiba, kami pun langsung pergi menuju bandara dan berpisah dengan mas Asep dan mas Anto.

Pukul 10 malam, kami meninggalkan Bengkulu tetapi hati kami sebenarnya tidak benar-benar meninggalkan tempat itu, khususnya Lisai. Begitu banyak kesan dan pelajaran yang kami dapat dari perjalanan kali ini. Begitu banyak keinginan untuk membantu lebih banyak lagi anak-anak di tempat-tempat terisolir, tempat yang tidak bisa disentuh atau mungkin sebenarnya tidak diperhatikan oleh pemerintah Republik ini.

Pendidikan seharusnya bebas sekat. Anak-anak seharusnya bisa mendapatkan hak dasar untuk mengenyam pendidikan. Bila pemerintah tidak bisa melakukannya, semoga saja 1N3B bisa mewujudkannya walau dalam bentuk, yang mungkin saja dalam penilaian beberapa orang, tidaklah besar. Tapi kami akan berusaha dan berusaha dan terus berusaha, supaya anak-anak negeri ini bisa terus mendapatkan pendidikan yang memang sudah seharusnya mereka dapatkan. AMIN!

------------------------------------------------------------------------------------------

Dan inilah puisi yang dipersembahkan oleh anak-anak SDN 06 Pinang Belapis, Sungai Lisai, Bengkulu

Selamat Jalan (oleh Indiarti)

Selamat jalan kakak
Selamat jalan kakak
Kakak-kakak telah memberikan asa dan pengetahuan yang belum pernah kami tahu

Selamat jalan kakak
Demi generasi penerus bangsa
Kakak rela berjalan kaki di hutan rimba

Selamat jalan kakak
Besar harapan kami
Semoga kita bisa berjumpa kembali

Selamat jalan kakak
Bukan segudang emas yang kami berikan
Bukan pula sebutir berlian yang kami ulurkan

Melainkan ucapan terima kasih yang kami persembahkan

Seperti motto 1N3B yaitu travelunteering, maka hari terakhir dipakai untuk berkeliling Bengkulu. Kami me




Share/Bookmark