Thursday, January 5

..kegiatan sosial..

Salah satu alasan kenapa gue ingin mengundurkan diri dari pekerjaan kantor adalah gue ingin bisa punya banyak waktu untuk berkegiatan sosial. Mungkin gue terdengar idealis atau sok berjiwa sosial, tapi memang itulah yang ada, gak dibuat-buat.

Gue sering ditanya mengenai kesibukan gue setelah resign. Ya gue jawab apa adanya, bahwa selain menjadi penerjemah lepas waktu, gue aktif di kegiatan sosial.

Tetapi anehnya, hampir 99% dari yang bertanya itu memberikan reaksi yang sama, "Sok banget siy! Lagian kalo kegiatan sosial itu gak perlu diumbar kaliii...." Hmmmm, gantian gue yang bingung and jadi balik nanya ke diri sendiri, salah gue dimana ya? Kan mereka duluan yang tanya *sigh*

Gue memang dari dulu senang berbagi, dan setelah sekian lama mencari wadah untuk berbagi, akhirnya gue bisa menemukan yang gue cari. Memang komunitas sosial yang gue cukup aktif di dalamnya hanya ada 2, komunitas lebah dan para kelinci. Tetapi untuk kelinci, lagi vakum beberapa saat karena kesibukan masing-masing personilnya. Di luar itu, gue ikut beberapa komunitas lain walau umumnya jarang ikut melakukan persiapan kegiatannya, seperti 1n3b, hadiah sahabat, kks melati, 1001buku, sahabat peduli dan sahabat anak.

Alasan utama gue ikut kegiatan-kegiatan itu karena gue menemukan suatu kebahagiaan dan kenikmatan yang tak bisa terbeli oleh apapun. Ketika gue berbagi dengan mereka yang mungkin kurang berpunya dari gue, raut muka mereka yang berbinar itu sungguh melegakan hati. Mungkin bantuan yang gue berikan bersama komunitas gue itu kecil, tapi apresiasi mereka itu sangatlah besar. Ketulusan mereka itu sangat terasa. Dan yang pasti, membuat gue lebih mensyukuri segala nikmat dan karunia hidup yang diberikan Tuhan ke gue selama ini.

Mungkin gue bisa dikategorikan relawan, tapi gue sendiri gak suka dengan predikat itu. Gue lebih suka tidak memiliki predikat apapun, karena memang bukan itu yang gue cari.

Belakangan ini, banyak sekali orang-orang yang merasa bangga dengan predikat relawan. Mereka pernah membantu korban bencana A, B. C, D, ikut pelatihan rescue team bla bla bla, menjadi relawan di kegiatan2x sosial berskala besar, bahkan baru sekali donor darah lalu menganggap dirinya relawan.

Sah-sah saja bagi mereka untuk bangga dengan predikat itu. Tetapi gue sendiri setiap kali ditanya apakah gue relawan, gue pasti akan menjawab kalau gue BUKAN relawan.

Beberapa waktu lalu, gue chatting ama temen gue, and dia gak ngerti dengan jalan pikiran gue yang mau mendedikasikan diri di kegiatan sosial ini. Menurutnya, karena gue lajang, gue mencoba mencari kesibukan agar tidak memikirkan tentang pasangan hidup. Menurutnya lagi, kebahagiaan yang gue dapatkan itu kebahagiaan semu.

Well, perbincangan sempat memanas, tapi akhirnya gue bilang ke dia bahwa itu hak dia untuk berpendapat apapun, yang penting gue tidak merasa seperti apa yang dikatakan dirinya.

Sekali lagi, gue hanyalah orang yang senang berbagi dan berusaha sebisa mungkin untuk membantu orang lain. Memang terdengar klise, tapi semakin sering berbagi dan berkegiatan sosial, gue merasa semakin kurang dan ingin melakukan lebih banyak lagi. Kadang gue ingin sekali punya banyak uang supaya lebih banyak orang yang gue bantu.

Memang bantuan tidak hanya dari uang, tetapi melihat mereka yang berkekurangan, apalagi yang bisa gue bantu selain itu walau tidak melulu dalam bentuk lembaran uang.

Bahkan dalam ajaran gue, manusia diwajibkan untuk kaya agar bisa lebih banyak membantu mereka yang berkekurangan.

Gue tidak dan tidak akan pernah mencari justifikasi mengenai kegiatan sosial gue ini. Dan gue juga tidak akan mau ambil pusing mengenai pendapat orang-orang tentang gue dan kegiatan gue. Yang di pikiran gue hanyalah berusaha untuk lebih banyak membantu mereka, dan semoga niatan gue ini bisa direstui Tuhan.

Itu saja...
Share/Bookmark

..blora..

Bangun tidur di udara dingin, sejauh mata memandang yang tampak hanya sawah-sawah berwarna hijau. Bunyi denting bel sepeda ontel yang lalu lalang di jalan raya dan sesekali sepeda motor dan mobil berseliweran menceriakan suasana pagi gue di Blora.

Blora, dulunya adalah tujuan mudik keluarga gue setiap Lebaran karena eyang buyut gue tinggal di sana. Kenapa ke eyang buyut dan bukan ke eyang? Karena sejak gue umur 4 tahun gue sudah tidak punya eyang. Mereka meninggal dalam kecelakaan angkutan umum lalu dimakamkan di Blora.

Semenjak ibu memboyong yangyut putri ke Jakarta th 90, gw dah gak pernah lagi ke Blora hingga akhirnya tahun 2007, gue, ibu dan dek Abi (anak mbak Prita) pergi bersama-sama ke sana.

Tidak banyak perubahan yang terjadi dengan Blora. Memang terasa pertumbuhannya yang cukup pesat, seperti motor-motor yang pelan tapi pasti mulai memenuhi kota dan menggeser keberadaan dokar serta becak. Munculnya beberapa tempat usaha seperti bengkel dan pusat perbelanjaan di tiap sudut kota. Tapi lebih dari itu, kota kecil ini masih menawarkan keasrian yang sama, sifat ramah tamah, kekeluargaan dan penuh keakraban yang sama. Kehidupan di Blora cukup tenang, bahkan bisa dibilang berjalan lambat.

Berkunjung ke Blora selalu menyenangkan dan tidak sekali pun gue pernah dilanda kebosanan ketika gue ada di sana. Blora menjadi salah satu tujuan liburan keluarga gue karena selain untuk berlibur, ada makam leluhur kami di sana, tepatnya di Kajangan.

Gue pasti akan terus kembali ke kota ini, dan semoga saja ketika gue kembali lagi, gue sembari mewujudkan cita-cita gue MENGENDARAI MOBIL SENDIRI :)

- blora di sore hari sedang diguyur hujan -
Share/Bookmark

Wednesday, January 4

..pertemanan..

Manusia adalah makhluk sosial, jadi sudah merupakan hukum alam bahwa manusia perlu teman untuk berinteraksi dalam kehidupan ini.

Sejak kita kecil hingga saat ini, sudah tak terhitung lagi teman yang kita miliki. Mulai dari teman yang didapat karena lingkungan seperti teman sekolah, teman kerja, teman main, teman virtual, teman dugem, dan lainnya.

Dan adalagi pertemanan yang dilihat dari kadarnya, seperti teman di permukaan (yang ini umumnya teman basa basi dan cuma berteman di kala senang), teman baik, teman dekat dan teman sejati.

Gue pernah berada di satu masa dimana teman adalah segalanya buat gue, melebihi keluarga. Apapun gue lakukan demi teman, bahkan meminjamkan mereka uang walau itu bukan uang gue sendiri (baca: uang dari orang tua). Tapi seiring berjalannya waktu, gue belajar bahwa teman itu hanya orang lain dan keluarga itu harus dinomorsatukan. Ibu gue pun selalu berkata, well cenderung menasehati sih, bahwa teman itu boleh banyak tapi jangan terlalu dekat untuk menghindari konflik.

Di satu sisi, apa yang dikatakan ibu gue ada benarnya sih. Karena semakin dekat kita berteman dengan orang lain, maka semakin kita tahu karakter mereka. Dan tak jarang, ketika kita merasa sudah mengerti mereka, kita suka lepas kendali dan merasa berhak untuk memberitahu A, B, C, Z. Sehingga konflik pun tak bisa dihindari.

Tapi di sisi lain, menurut gue, kalau berteman gak ada konflik itu sepertinya hanya teman di permukaan. Bukan berarti kita harus berkonflik dengan teman, tapi maksudnya, dengan adanya konflik, kita bisa jadi lebih mengerti karakter teman kita tersebut.

Sepanjang kamu hidup, pernahkah menghitung, sebenarnya ada berapa teman yang memang layak dikategorikan sebagai teman baik? Contoh gampang, dari ratusan atau bahkan ribuan teman di FB, ada berapa yang benar-benar kamu anggap sebagai teman di kala susah dan senang, teman yang benar-benar mengerti kamu, teman yang bisa menerimamu apa adanya, yang gak perlu berpura-pura untuk menjadi orang lain.

Gue memang punya 1800 teman FB, dan ada banyak lagi di luar itu, tapi teman yang benar-benar menjadi teman dekat gue gak lebih dari 30 orang, dan 10 di antaranya adalah teman sejati gue. Untuk sebagian orang, angka itu mungkin terlalu sedikit atau bahkan terlalu banyak.

Umumnya, pertemanan yang gue jalin dengan mereka sudah bertahun-tahun lamanya, apalagi dengan teman sejati yang sudah belasan tahun. Mereka adalah orang-orang yang gue anggap layak dijadikan teman baik dan gue akan terus pertahankan sebagai teman baik selama mungkin.

Pada mereka, gue bisa menceritakan segalanya. Bukan berarti mereka menjadi tempat sampah gue, tetapi gue lebih menganggap sebagai sesi bertukar pikiran dan pendapat. Pasti kamu pernah memiliki teman yang menjadikanmu sebagai tempat sampah, yang menghubungimu hanya di kala susah. Buat gue, orang kayak gini gak layak dijadikan teman sama sekali karena dia gak punya prinsip take and give.

Setiap hubungan, termasuk pertemanan sudah wajib hukumnya untuk memberlakukan take and give, dengar dan mendengarkan. Akan timpang kalau satu pihak hanya memberi saja atau mendengarkan saja. Dijamin, pertemanan macam ini gak akan bertahan lama karena ada satu pihak yang merasa bahwa haknya sebagai teman tidak diperhatikan.

Pada dasarnya, gue suka bercerita dan kadang langsung ngomong apa yang ada di kepala gue. Tapi dalam berteman, gue suka menahan diri untuk tidak mendominasi pembicaraan. Itu gue lakukan karena gue ingin semuanya seimbang. Selain itu, gue juga pernah terlibat konflik dengan beberapa teman gue itu, yang akhirnya membuat gue belajar bahwa gue tidak seharusnya terlalu cepat bicara sebelum memikirkan akibatnya.

Pertemanan juga seharusnya memberikan manfaat dan membawa ke sesuatu yang lebih baik. Gue banyak sekali belajar dari teman-teman gue itu. Ada dua teman sejati gue yang menjadi tempat gue bertukar pikiran tentang hidup dan spiritual. Agama mereka jelas beda dari gue, tapi somehow gue merasa cocok berbicara mengenai spiritual dan keimanan justru dengan mereka. Setiap kali gue selesai menghabiskan waktu dengan mereka, selalu saja ada pencerahan yang gue alami, and I dunno why :)

Saat ini, walau kadar pertemuan gue dengan teman-teman gue sudah terbilang jarang karena susahnya menyesuaikan waktu dan juga ada hal-hal lain yang perlu diprioritaskan, tapi bukan berarti mereka hilang dari hidup gue. Gue masih terus berkomunikasi, just a simple hello to let them know I'm okay and vice versa.

Gue akan salin-rekat tulisan Gibran tentang pertemanan (friendship) yang dimuat di buku The Prophet

Your friend is your needs answered. He is your field which you sow with love and reap with thanksgiving.
And he is your board and your fireside.
For you come to him with your hunger, and you seek him for peace.

When your friend speaks his mind you fear not the "nay" in your own mind, nor do you withhold the "ay."
 And when he is silent your heart ceases not to listen to his heart;
 For without words, in friendship, all thoughts, all desires, all expectations are born and shared, with joy that is unacclaimed.

When you part from your friend, you grieve not;
 For that which you love most in him may be clearer in his absence, as the mountain to the climber is clearer from the plain.
 
And let there be no purpose in friendship save the deepening of the spirit.
 For love that seeks aught but the disclosure of its own mystery is not love but a net cast forth: and only the unprofitable is caught.
     
And let your best be for your friend.

 If he must know the ebb of your tide, let him know its flood also.
For what is your friend that you should seek him with hours to kill?
Seek him always with hours to live.
For it is his to fill your need, but not your emptiness.
     
And in the sweetness of friendship let there be laughter, and sharing of pleasures.
 For in the dew of little things the heart finds its morning and is refreshed.

- the end -
Share/Bookmark

..meja makan..

Di masa kini, rumah mana yang tidak punya ruang dan meja makan? Gue yakin gak ada satu rumah pun. Well, tidak bermaksud menghina tapi rumah kardus, rumah kumuh dan rumah terapung tidak masuk hitungan karena jelas tidak ada.

Tetapi, kapan terakhir kali kamu makan bersama di meja makan? Makan dan bertukar cerita sama saudara dan orang tua?

Kalian semua pasti punya kenangan akan prosesi makan di meja makan bersama orang tua dan saudara kandung. Segala aturan yang diberlakukan oleh orang tua masing-masing ketika makan, persiapan sebelum makan, cerita apa yang dibolehkan saat makan termasuk segala keributan yang terjadi. Tidak ketinggalan perasaan senang dan melayang, ketika dibolehkan makan satu jenis makanan oleh orang tua, dan langsung disendokkan mereka ke piring kamu. Wuidiiihh.. Felt like in cloud nine!

Setelah beranjak remaja lalu dewasa, apakah kebiasaan makan di meja makan masih berlanjut? Jika pertanyaan itu dilontarkan ke gue sendiri, maka gue akan jawab dengan lantang, "IYA!"

Gue mungkin bisa dibilang kuno krn kebanyakan anak-anak jaman sekarang makan di depan tv atau di kamar masing-masing sambil melakukan kegiatannya. Tetapi gue gak peduli, karena menurut gue pribadi, ada kenikmatan tersendiri makan di meja makan.

Gue bisa lebih bersyukur dengan makanan yang ada di depan gue. Gue juga bisa bertukar cerita dengan ibu atau siapa pun yang menemani gue di meja makan, baik kilas balik masa lalu, cerita masa kini, cerita konyol, apapun itu.

Memang dibanding masa kecil, banyak sekali perbedaannya. Mulai dari jumlah orang yang makan, persiapan yang dilakukan sebelum makan, hingga porsi makanannya.

Tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak mengurangi sedikit pun kekhusyukan gue makan di meja makan.

Ya, mungkin gue kuno. Tapi gue sangat menikmati kekunoan gue itu dan akan menikmatinya selama gue bisa.

- jadi pengen makan sama ibu di meja makan -
Share/Bookmark

..liburan..

Liburan buat sebagian orang bukan menjadi suatu kebutuhan, dan tak jarang mereka menganggap bahwa liburan adalah buang-buang uang. Tetapi ada juga yang menganggap bahwa liburan adalah suatu hal yang wajib dilakukan untuk menyegarkan pikiran dan menemukan hal-hal baru diluar rutinitas sehari-hari.

Nah, gue ini termasuk dalam kategori kedua. Buat gue, liburan itu menjadi sesuatu yang wajib dilakukan. Sebisa mungkin, paling tidak 3-6 bulan sekali gue harus berlibur. Baik itu yang jauh sampai ke luar Indonesia atau yang dekat-dekat saja dari Jakarta. Gak masalah juga bagi gue apakah itu hanya weekend trip, 1 minggu atau bahkan 1 bulan.

Ada banyak alasan kenapa gue mewajibkan diri sendiri untuk pergi berlibur. Selain dua alasan di atas, gue juga bisa berinteraksi dengan banyak orang dan gak jarang gue mendapatkan teman setelah berlibur. Tetapi yang terutama, liburan adalah masa bagi gue untuk berkontemplasi dengan diri, bisa makin lebih mensyukuri kehidupan yang gue miliki dan bisa makin mendekatkan diri dengan-Nya.

Itulah juga alasannya kenapa gue lebih memilih pergi berlibur sendiri. Banyak teman-teman gue menganggap gue aneh karena senangnya pergi berlibur sendiri. Tapi justru dengan pergi sendiri, gue lebih bisa menikmati liburan gue.

Lagipula, gak semua teman yang bisa diajak pergi berlibur bersama. Sejauh ini, gue hanya punya 2 teman yang bisa gue ajak pergi berlibur. Gue suka berlibur dengan mereka karena tujuan kami bertiga untuk berlibur itu sama. Kami sama-sama suka dengan alam, dan menghindari tempat perbelanjaan. Kalau harus belanja, ya tidak di pusat perbelanjaan, tapi di pasarnya dan beli sesuati yang khas dari tempat itu.

Banyak sekali pengalaman yang gue dapatkan saat berlibur. Mulai dari pengalaman bodoh yang bisa buat ngakak setiap saat ngomonginnya, pengalaman menyenangkan atau pengalaman yang lebih baik dilupakan selamanya. Belum lagi pengalaman seru, yaitu nyasar di negeri orang. Wahahaaa, ini sumpah deg-degan waktu kejadian, tetapi setelah beberapa saat jadi sebuah cerita yang gak akan pernah dilupakan seumur hidup.

Belum lagi foto-foto menangkap setiap momen dan tempat-tempat yang dikunjungi. Kepuasan tersendiri melihat hasilnya dan tambahan kepuasan kalau ada yang memuji bahkan sampai iri dengan foto-foto yang gue ambil, hahahaaa..

Liburan juga menjadi salah satu motivasi gue untuk mencari uang lebih banyak dan menabungnya. Mungkin saja, kalau gue gak banyak berlibur, uang gue udah buanyaaak banget. Tapi, gue lebih memilih untuk berlibur dan gak ada satu pun penyesalan, karena memang I chose to spend my money for travelling rather than spend it to buy unneccessary things.

Salah satu liburan yang paling berkesan untuk gue adalah backpacking ke Eropa. Bukan semata karena Eropanya. Gue selalu bilang ke ibu gue, kalo suatu saat, gue akan pergi ke Eropa, sendirian dan backpacking seperti bule-bule jalan jaksa yang berkeliaran di jakarta. And voila! 16 years later, I was travelling 18 days in Europe, backpacking and all by myself.

I might say that I consider myself as a lucky girl karena beberapa tempat yang ingin gue kunjungi dari dulu bisa gue datangi. Memang sudah menjadi impian gue dari dulu untuk berkeliling Indonesia, makanya gue selalu menyempatkan liburan.

Hal yang paling menyenangkan jua adalah persiapan sebelum berlibur. Kadang gue hanya liat peta, mata tertumbuk ke satu titik lalu mencari tahu tentang kota itu dan kalau memang menarik, pergi deh :)

Gak akan ada habisnya sih kalo ngomongin gue dan liburan, secara liburan adalah salah satu kesenangan gue dan sudah menjadi kewajiban buat gue..

Sebelum menjadi cerita yang membosankan, lebih baik diakhiri di sini saja :)


-di dalam bis menuju Blora, tempat pertama dari 5 kota yang akan dikunjungi seminggu ini-
Share/Bookmark

Sunday, January 1

..secuil pendapat tentang tahun baru..

Tahun baru.. Sebenarnya, apa yang spesial dari hari itu? Menurut gue pribadi, gak ada yang spesial. Hari itu, sama dengan hari-hari lainnya. Cuma karena sebuah tradisi, maka pergantian tahun harus dirayakan dan dijadikan sesuatu yang spesial. Banyak orang merayakan dengan berpesta, baik itu pesta di rumah dengan barbeque atau di luar rumah seperti di restoran, klub atau jalanan. Dan beberapa tahun belakangan ini, banyak juga yang merayakannya dengan berzikir bersama di mesjid, selain ada juga yang berkontemplasi di ruang terbuka seperti gunung atau pantai.

Sebelum tahun berganti, banyak sekali orang berlomba membuat daftar resolusi. Sebuah daftar yang umumnya diingat pada awal dan akhir tahun saja, sementara di pertengahan tahun, mereka sendiri lupa (baik itu pura-pura lupa, terlupa atau sungguh-sungguh lupa) akan daftar resolusi yang telah mereka buat.

Jangan tanya apa resolusi gue di tahun 2012, karena gue sendiri sudah berhenti membuat resolusi dari 4-5 tahun terakhir ini. Alasannya sederhana, gue gak mau menyusahkan diri gue sendiri. Gue mau semuanya berjalan dengan apa adanya tanpa perlu disesuaikan dengan so-called resolution. 

Tahun baru, hidup baru. Menurut gue, hidup baru seharusnya bukan karena adanya pergantian tahun. Hidup baru itu seharusnya dilakukan setiap hari. Ketika bangun dari tidur, membuka mata dan mulai menjalankan aktifitas hingga saatnya malam tiba dan pergi tidur. Tapi untuk gue pribadi, gue lebih memilih tidak menggunakan kata "hidup baru" yang terkesan amat berat itu. Hidup itu sudah berat, gak perlu lagi diperberat dengan nama "hidup baru". 

Jalani saja hidup ini dengan sebaik-baiknya, berkontemplasi dengan diri, berusaha mengubah diri menuju pribadi yang lebih baik. Talking is cheap, I know some people will say it for sure. But when you could do this, I'm sure you'll find yourself living a good life. That's it, I guess. Your life will always be renewed when your done with your introspection or contemplation, then you decide to refine it. You don't need a new year to do that.

Anyway, that's just me being me, with thoughts that perhaps indifferent with the rest of you. 

Happy New Year though :)

Share/Bookmark

..selamat jalan, kakak..

Tahun 2011 ini, 1N3B mengadakan kegiatan tahunannya yaitu Bagi Buku, Bagi Ilmu, Bagi Anak Negeri di desa Sungai Lisai, Bengkulu.

Kegiatan yang hampir saja tidak jadi dilaksanakan mengingat persiapan yang sangat singkat dengan target buku yang cukup fantastis, yaitu 1000 buku dalam waktu 1 bulan. Belum lagi menentukan lokasi yang sempat terkatung-katung, antara Bojonegoro dan Bengkulu. Tetapi syukur Alhamdulillah, dalam waktu sekitar 1 bulan itu, semua target bisa dicapai dan 1N3B bisa memberikan 1004 buku ke Sungai Lisai.

Desa yang kami tuju termasuk dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat dan membutuhkan perjuangan yang cukup berarti. Kami (Gue, Ferry, ibu Sita, Abah, Gethuk, Handy & Undix) berangkat dari Jakarta hari Jumat, 25 November dengan pesawat paling pagi. Sesampainya di sana, kami dijemput bang CT & Susan yang sudah sampai di Bengkulu dari tanggal 23 Nov. Setelah sarapan, kami langsung ke gudang penyimpanan sementara barang-barang yang harus dibawa ke Lisai. Sekitar jam 12 siang, 1 mobil logistik berpenumpang Handy & Undix pergi duluan ke Lisai, sementara 2 mobil lainnya masih menunggu bapak pemilik mobil yang ingin ikut kita. Akhirnya sekitar 12.30, kami jalan ke Lisai.

Tidak banyak yang bisa diceritakan selama di perjalanan selain jalanan yang berliku-liku dan pantat panas sementara perut lapar karena sudah lewat jam makan siang. Sekitar jam 3, sampai di Unit 4 untuk makan siang dan istirahat sebentar. Sekitar 30 menit, kami melanjutkan perjalanan. Kurang lebih jam 6 sore, kami mampir di rumah pak Camat Seblat untuk silaturahmi singkat (well, 1 jam sih) lalu melanjutkan perjalanan ke Seblat Ulu supaya tidak kemalaman di jalan.

Awalnya, perjalanan menuju Seblat Ulu ini tidak menemui masalah berarti, apalagi malam itu banyak sekali bintang bertaburan di langit. Tetapi setelah 1 jam dan jalanan beraspal sudah habis, struktur jalanan pun berganti menjadi bebatuan. Berhubung kami, para perempuan + bang CT naik Avanza yang bukan mobil dengan dobel gardan, naik turunnya jalanan membuat para penumpang di dalam juga ikutan naik turun (baca: sport jantung!). Kalau bukan mas Asep yang nyetir, sudah dipastikan kami akan terguling. Well, itu aja hampir 2x mobilnya keplintir.

Berhubung jalanan makin rusak, dan pak Kades Seblat Ulu juga sudah menjemput kami di suatu desa terakhir, akhirnya kami pun berhenti dan berganti mobil. Dengan penuh kekhawatiran, kami melepas mas Asep pulang (dan jam sudah menunjukkan pukul 10 malam). Perjalanan kami ke Seblat Ulu pun dilanjutkan. Menurut para penjemput, kampungnya sudah dekat. Well, bisa bernafas lega sedikitlah. Tapi apa daya, baru saja mendudukkan pantat di mobil, ternyata kami harus turun lagi karena mobilnya slip! Hahahaaa, cakep banget emang tuh jalanan.. Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya mobil bisa juga keluar dari tanah liat.

Sampai di Seblat Ulu, kami disediakan tempat bermalam di rumah pak Kades. Unload personal stuffs, buat makan malam (bu Sita, minta teman2x untuk bayar facialnya yaaaaa) trus last briefing untuk besok, then sekitar jam 12 malam, we were off to bed.

Jam 6 pagi di keesokan hari, kami mulai beberes untuk berangkat. Setelah sarapan, serah terima buku-buku ke SDN Seblat Ulu ke Kepsek dan pamitan ke pak Kades, kami berangkat pukul 8 pagi. Dari 9 orang, hanya Undix yang tidak jalan pagi itu, karena ia harus menunggu porter-porter dari Lisai datang menjemput sisa barang-barang, sementara sebagian barang-barang lainnya sudah dibawa oleh porter dari Seblat.

Berbekal informasi mengenai medan yang akan kami tempuh, kami sudah membekali diri dengan sepatu khusus, yaitu sepatu pak tani buatan Taiyoko. Bahannya dari karet ban, sangat lentur dan sangat cocok untuk medan berlumpur & berawa. Tapi karena kebesaran, akhirnya sepatu itu gue ikat dengan tali rafia.

Udara sangat cerah, dan memang itu yang kami harapkan. Baru 5 menit berjalan, ternyata kami sudah dihadapkan dengan 1 sungai yang cukup lebar. Gue pikir gue bisa jalan sendiri, ternyata arusnya cukup kencang dan membuat gue terjatuh dan terantuk batu cukup besar. Untung ada pak Doni, porter muda yang dengan sigapnya meraih lengan gue dan menggandeng gue sampai ke seberang. Sepertinya, sungai besar itu cukup membuat gue kaget. Perjalanan langsung dilanjutkan tanpa henti, well paling2x untuk minum sebentar dan mengatur nafas lalu jalan terus sampai akhirnya menemui sungai besar kedua. Naaaaaah, kelebaran sungai ini sebenarnya masih lebih sempit dibanding yang pertama. Tapi dalamnya? Oh jangan tanya, lebih dalam dari yang 1 dan arusnya lebih kencang. Untungnya gue didampingi dan digandeng sama pak Doni, jadi gue bisa sampai ke seberang dengan selamat.

Perjalanan dimulai


Sungai kedua
Sekitar 10 menit istirahat, Uwak, porter paling tua dengan cacat tapi masih fit banget itu menyuruh kami untuk segera bergerak karena menurutnya, hujan biasanya turun pukul 2 siang dan kami semua harus bergegas agar tidak kehujanan di jalan. Medan selama perjalanan juga tidak ada bedanya, naik turun, jalanan berawa, lumpur, sawah, benar-benar melelahkan sekali.

30 menit terakhir, gue sebenarnya sudah hampir tidak kuat lagi, karena urat di lutut kanan gue sepertinya ketarik dan gue udah mau memutuskan untuk berhenti aja. Tapi akhirnya, tampak juga desa Sungai Lisai yang berada di bawah kaki gunung dan perasaan gue langsung adeeeeeemm banget! Gila! Gue seperti menemukan satu peradaban yang sangat berbeda. Perasaan yang gak bisa diungkapkan kata-kata. Unbelievable!

Desa Sungai Lisai

Setelah naro tas, gue dan Ferry langsung ngabur ke sungai untuk merendam kaki yang perlu disegarkan kembali dan air sungai yang dingin itu memang sangat menyegarkan. Kita diberi tempat beristirahat di rumah Bp. Herman, Sekretaris Desa Sungai Lisai. Setelah selesai merendam kaki, gue kembali ke rumah pak Sekdes dan istirahat sebentar sembari menunggu nyawa kembali menyatu ke badan.

Sore sekitar jam 5, gue dan Susan mandi di sungai and tell you the truth, that was my first experience mandi di sungai. Seriously! Gue seperti orang yang kampungan gitu. Gak pengen cepet-cepet selesai mandi, pengennya berendam aja terus di situ, hihihiiiiiii...

Ketika malam tiba, kami belum bisa beristirahat karena kami harus melakukan briefing singkat untuk pelaksanaan kegiatan esok hari serta mempersiapkan goodie bag untuk dibagikan ke 70 anak. Ternyata masih banyak isi goodie bag yang belum datang dan diprediksikan akan sampai di Lisai siang hari. Because of that, we were planning for plan B yang intinya, jangan sampai mengecewakan anak-anak itu.

Tanggal 27 November 2011. This is it! This is the day! Setelah makan pagi, kami langsung menuju SDN 06 Pinang Belapis, pusat kegiatan hari itu yang tempatnya hanya berjarak 5 menit jalan kaki dari rumah pak Sekdes. Di sana, anak-anak sudah ramai bermain di lapangan sekolah. Permainan sederhana yang rasa-rasanya sudah hampir tidak pernah dimainkan oleh anak-anak SD di Jakarta.

Pukul 8.30 pagi, kegiatan dimulai dan dibuka dengan serentetan sambutan dan doa. Setelah itu, dilakukan pembagian kaos lalu ibu Sita dengan sigapnya memandu ice breaking games melalui berbagai permainan yang tampaknya sederhana tapi membawa sebongkah keceriaan dan kegembiraan yang semuanya tergambar di raut wajah mereka.

Menyanyikan lagu Indonesia Raya


Ice Breaking Game

Setelah ice breaking, anak-anak diberi waktu untuk rehat sejenak dan dibagikan sebungkus snack pagi berisi biskuit dan minuman kemasan. Setelah itu, anak-anak kelas 1 & 2 SD dibawa ke satu kelas untuk lomba mewarnai, sementara kelas 3 - 6 mengikuti science edugames. Ada 5 permainan, air mancur (dipandu gue), baterai kentang (dipandu mas Undix), simulasi gempa bumi (dipandu mas Gethuk), telepon kaleng (dipandu Susan) dan kamera obscura (dipandu Ferry). Selain itu, ada juga permainan roket air dan satu permainan yang gue lupa namanya :)

Permainan Baterai Kentang dan Air Mancur

Tanpa banyak jeda, jam 11 siang, anak-anak dibawa ke depan Rumba dan ibu Sita kembali memandu mereka dengan permainan harta karun. Permainan ini juga semacam pengenalan ke mereka akan Rumba, karena jawaban dari permainan itu ada semua di buku yang terdapat di Rumba. Guru & murid bersinergi, adu cepat dengan kelompok lain untuk mencari jawaban. Permainan ini cukup menguras otak, dan melihat betapa semangatnya mereka untuk memecahkan misteri harta karun itu merupakan sesuatu hal yang sangat menarik.

Sinergi guru dan murid di permainan harta karun

Kurang lebih 1 jam permainan ini berlangsung, dan dilanjut dengan pembagian makan siang untuk seluruh anak-anak. Setelah itu, sebelum mengumumkan pemenang harta karun, masih ada 1 permainan lagi yang diberikan, yaitu membuat yel-yel. Sekitar 15 menit mereka mencari inspirasi untuk memberikan yel-yel yang terbaik untuk kelompoknya.

Mari makaaann...


Perlombaan yel-yel

Tepat sebelum pengumuman pemenang harta karun dan yel-yel, pak Kades datang. Setelah pak Kades, baru dilakukan acara serah terima buku secara simbolis dari ketua Rumba yang diwakili oleh Susan ke pak Kades. Lalu diumumkan pemenang harta karun, yel-yel, pemberian tas sekolah secara simbolis dari 1N3B yang diwakili Ferry ke dua murid SD Lisai. Acara terakhir sebelum penutupan adalah peresmian pembukaan Rumah Baca Lisai.

Penyerahan tas sekolah secara simbolis


Penyerahan buku ke pak Kades secara simbolis

Peresmian Rumba Sungai Lisai

Tetapi acara tidak selesai di siang itu. Berhubung masih ada tas yang belum sampai ke Lisai, dan dijadwalkan datang pukul 3 sore, maka plan B kami adalah membagikan tas di sore hari, ketika ibu Sita memandu pelajaran bahasa Inggris singkat ke anak-anak.Dari jam 1, kami semua berdoa supaya tas segera sampai dan tidak lebih dari jam 3, karena kami sudah menjanjikan untuk memberikan pada anak-anak di sore hari.


Jam 4 sore, kami semua kembali ke lapangan, tapi kali ini bukan lapangan SD melainkan lapangan voli yang biasa dipakai ibu-ibu di sana untuk bermain voli. Selain mengajari bahasa Inggris secara singkat, kami juga meluncurkan permainan roket air yang sangat menarik minat bukan hanya anak-anak, tetapi seluruh warga di sana. Berhubung hari sudah semakin gelap dan masih ada kegiatan menonton film bersama, kami memutuskan untuk menyudahi rangkaian kegiatan di sore hari dan berfoto bersama di lapangan SD. Saat itu sudah menunjukkan pukul 17.30.
Permainan dalam bahasa Inggris
 
Percobaan roket air
Pukul 7 malam, kami bersiap melakukan kegiatan terakhir yang sudah berlangsung sejak pagi, yaitu menonton film bersama. Film yang kami putar malam itu adalah Laskar Pelangi. Acara ini hampir saja tidak dilaksanakan mengingat tidak ada yang bisa mengusahakan proyektor hingga hari keberangkatan kami. Tetapi untungnya, pak Sekdes punya TV yang cukup besar dan DVD player, sehingga TV dan DVD itulah yang kami bawa ke Balai Desa untuk menonton film. Ternyata animo warga cukup besar, karena yang menonton bukan hanya anak-anak, melainkan sebagian besar warga. Sungguh luar biasa! Sebelum memulai acara menonton, ibu Sita kembali memandu anak-anak dengan permainan singkat dan lalu dilanjut dengan pembagian tas ke seluruh anak-anak.

Menonton film bareng

Gue tidak mengikuti kegiatan sampai habis, karena masih harus packing untuk kembali ke Seblat Ulu besok pagi. Dan oh ya, malam itu hujan. Gue sepertinya malaaaaaaas banget membayangkan betapa beceknya jalanan besok. Asli! Mau doa agar hujannya berenti aja kayaknya sia-sia, karena hujan sudah turun dari jam 8 malam dan menurut prediksi warga sana, hujannya bisa sampai pagi. Hadeuuuh... Bener-bener gak mau mikirin gimana jalan kakinya, udah capek duluan. Jadi mendingan packing terus langsung tidur.

The next morning, it's our last day in Lisai! Udara cukup mendung, tapi kami semua berharap bahwa udara akan berangsur cerah selama kami dalam perjalanan. Setelah beres-beres, kami diajak ke rumah pak Kades untuk makan pagi. Sekitar pukul 8.30, kami kembali ke rumah pak Sekdes untuk last check dan ready to leave. Kami mampir dulu ke Rumba untuk foto-foto terakhir dan memberi saran dimana sebaiknya memasang papan nama Rumba.

Setelah itu, kami baru jalan pulang daaaan, diluar dugaan kami semua, anak-anak SD Lisai sudah siap berbaris dan memberikan ucapan perpisahan pada kami semua. Kami semua berbaris di depan, mendengarkan mereka bernyanyi dan membaca puisi yang sungguh membuat kami terhenyak dan menangis. Sungguh membuat gue berpikir, bahwa yang gue lakukan itu belum ada apa-apanya. Gue amat sangat ingin membantu mereka lebih dari yang gue lakukan sekarang ini. Tetapi di satu sisi, membuat gue menjadi yakin bahwa kepergian gue ke Lisai ini tidak sia-sia.


Dengan berat hati, kami harus pulang dan meninggalkan mereka. Perjalanan pulang kali ini lebih santai, mungkin karena sudah tahu medan yang akan dilalui. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Menyempatkan diri untuk foto-foto dan istirahat di tiap anak sungai. Bisa memilih jalur mana yang akan dilewati (walo agak capek karena harus lompat kiri dan kanan). But I did enjoy it!

Tadinya, kami berencana untuk makan siang di dekat sungai 1, tetapi ternyata hujan turun dan kami harus bergegas melanjutkan perjalanan. Salah 1 porter memberitahu bahwa kami akan istirahat makan siang di salah satu rumah kerabatnya dan letaknya tidak jauh dari sungai. Sekitar 5-10 menit, kami sampai di rumah yang dimaksud. Rumah panggung kecil yang untungnya bisa menampung sekitar 15 tamu untuk makan siang. Segala perbekalan dikeluarkan dan nikmat sekali makan siangnya. Andaikan tidak turun hujan, mungkin kami akan berlama-lama di sana karena suasana dan pemandangannya sangat menyenangkan.

Jam 1, kami melanjutkan perjalanan dan berhubung kecepatan jalan masing-masing orang berbeda, gue dan Ferry akhirnya berpisah dengan yang lainnya. Di depan sudah tak terlihat, sementara di belakang pun masih jauh. Hampir nyasar karena jejak kaki mudah terhapus oleh air dan lumpur, tetapi untungnya Ferry masih bisa mengingat rute-rute yang dilalui waktu pergi (and I'm totally lost!).

Akhirnya kami menemukan sungai kedua, yang tandanya, jarak kami ke rumah pak Kades tinggal 5 menit lagi. Setelah menyeberang, alih-alih langsung menuju ke rumah pak Kades, semuanya memutuskan untuk berendam di sungai, membersihkan diri alias mandi tanpa sabun di bawah guyuran air hujan. Asli, enaaaaaakkk bangeeettt... Perasaan lega karena akhirnya bisa sampai juga bercampur dengan rasa dingin air sungai yang sungguh menenangkan diri.

Sampai di rumah pak Kades pukul 3 sore, ternyata kami sudah dijemput oleh pak Camat. Tetapi kami harus bergegas untuk berganti baju dan merapikan barang-barang karena kami harus segera pulang menuju Bengkulu. Sekitar jam 4, kami berpamitan dengan warga Seblat dan terutama dengan para porter yang sudah setia menemani kami. Kami pulang dengan 3 mobil, dan kali ini semuanya Hi Line. Jadi kami semua merasa aman.

Tapi ternyata oh ternyataaaa, rasa amannya cuma sekitar 15 menit dari rumah pak Kades, karena walau mobilnya sudah Hi Line yang dobel garda, tapi masih aja kena slip. Dua dari 3 mobil (salah satunya mobil yang gue naiki), slip sebanyak 2 kali dan hampir aja kami semua putus asa. Gak lucu banget, dah bisa sukses keluar dari Lisai, tapi harus bermalam di tengah sawah. Akhirnya, setelah 1.5 jam, kami semua bisa keluar dan terbebas dari jalur tanah liat itu. Fiyuuuuhhh...!!!

Kami hanya mampir satu kali untuk makan malam di Muaro Aman, lalu melanjutkan perjalanan dan sampai di Bengkulu jam 1 pagi. Sepanjang perjalanan gue gak bisa tidur, karena gue gak merasa tenang untuk tidur. Jalurnya berkelok-kelok dan gue khawatir supirnya ngantuk, jadilah gue berusaha untuk mengajak dia ngobrol terus. Tapi memang gak bisa dipungkiri kalau gue itu ngantuk berat, dan untungnya Susan bangun juga, jadi gue bergantian dengan dia.Sampai di Bengkulu, kami menginap di rumah teman mas Asep. Setelah nurunin barang, tanpa menunggu lama-lama, gue langsung tidur pulas di atas kasur! Sorry sleeping bag, you are no longer needed :)

Seperti moto 1N3B yaitu travelunteering, hari terakhir di Bengkulu ini dipakai untuk berwisata keliling kota. Setelah makan siang yang super enak itu, kami ke Benteng Inggris Marlborough lalu ke Rumah Pengasingan Bung Karno. Terakhir yang kami sambangi sebelum ke bandara adalah Pantai Pasir Panjang, dimana pasir putihnya adalah hasil kerukan. Sunset tiba, kami pun langsung pergi menuju bandara dan berpisah dengan mas Asep dan mas Anto.

Pukul 10 malam, kami meninggalkan Bengkulu tetapi hati kami sebenarnya tidak benar-benar meninggalkan tempat itu, khususnya Lisai. Begitu banyak kesan dan pelajaran yang kami dapat dari perjalanan kali ini. Begitu banyak keinginan untuk membantu lebih banyak lagi anak-anak di tempat-tempat terisolir, tempat yang tidak bisa disentuh atau mungkin sebenarnya tidak diperhatikan oleh pemerintah Republik ini.

Pendidikan seharusnya bebas sekat. Anak-anak seharusnya bisa mendapatkan hak dasar untuk mengenyam pendidikan. Bila pemerintah tidak bisa melakukannya, semoga saja 1N3B bisa mewujudkannya walau dalam bentuk, yang mungkin saja dalam penilaian beberapa orang, tidaklah besar. Tapi kami akan berusaha dan berusaha dan terus berusaha, supaya anak-anak negeri ini bisa terus mendapatkan pendidikan yang memang sudah seharusnya mereka dapatkan. AMIN!

------------------------------------------------------------------------------------------

Dan inilah puisi yang dipersembahkan oleh anak-anak SDN 06 Pinang Belapis, Sungai Lisai, Bengkulu

Selamat Jalan (oleh Indiarti)

Selamat jalan kakak
Selamat jalan kakak
Kakak-kakak telah memberikan asa dan pengetahuan yang belum pernah kami tahu

Selamat jalan kakak
Demi generasi penerus bangsa
Kakak rela berjalan kaki di hutan rimba

Selamat jalan kakak
Besar harapan kami
Semoga kita bisa berjumpa kembali

Selamat jalan kakak
Bukan segudang emas yang kami berikan
Bukan pula sebutir berlian yang kami ulurkan

Melainkan ucapan terima kasih yang kami persembahkan

Seperti motto 1N3B yaitu travelunteering, maka hari terakhir dipakai untuk berkeliling Bengkulu. Kami me




Share/Bookmark