Tuesday, September 17

..Vicky dan Bahasa Indonesia..

Sudah lebih dari 7 hari sejak video Vicky Prasetyo dengan ungkapan kata-katanya yang sulit dimengerti bagi sebagian besar orang muncul ke hadapan publik, namun masih banyak sekali reaksi yang dikeluarkan dari berbagai kalangan. Mulai dari reaksi menghina-dinakan sampai ikut-ikutan menggunakan kata yang diucapkan Vicky.

Sebenarnya, Vicky hanya salah satu dari sebagian besar gambaran orang Indonesia saat ini. Begitu banyak orang-orang Indonesia yang tidak mengenal bahasanya sendiri. Mulai dari penulisan yang salah, (con: tidak bisa membedakan "di" yang dipisah dan disambung), salah kaprah dalam mengartikan kata (con: tidak bergeming diartikan dengan diam, sementara dalam KBBI, bergeming itulah yang diam), hingga salah menempatkan kata dalam kalimat (con: pembunuhan yang baru saja terjadi sangat strategis!).

Saya sendiri sudah memprediksi sejak 1-2 tahun terakhir, bahwa nantinya, Bahasa Indonesia akan tergerus karena perilaku rakyatnya yang lebih menyenangi bahasa asing. Mari kita lihat sekeliling, seberapa banyak ungkapan bahasa asing (baca: Bahasa Inggris) yang digunakan? Berapa banyak sekolah yang mengajarkan pelajarannya dengan menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama di sekolah? Berapa banyak orangtua yang bangga karena bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya dalam Bahasa Inggris dengan lancar sementara Bahasa Indonesia tak dikuasai oleh anak-anak mereka?

Sebagai orang Indonesia, saya sangat prihatin (dan ini bukan karena saya mengidolakan SBY yang selalu mengumbar kata prihatin). Mengapa? Karena saya melihat perjuangan para pemuda pada tahun 1928, bersusah payah menyusun Sumpah Pemuda, mengucap ikrar bahwa bahasa yang satu untuk negeri tercinta ini adalah Bahasa Indonesia, namun belum genap 100 tahun, bahasa persatuan yang mereka junjung tinggi ini sudah mulai tersingkir secara perlahan oleh bahasa asing yang menurut mereka sebagai penutur, lebih terdengar canggih daripada Bahasa Indonesia yang kaku.

Saya harus akui bahwa nilai pelajaran Bahasa Indonesia saya dulu jelek, saya memakai bahasa Inggris agar terkesan pintar, tapi pada akhirnya saya menyadari, kalau bukan saya yang melestarikan bahasa ini, lalu siapa lagi? Mengandalkan warga asing seperti halnya kesenian Indonesia yang dilestarikan oleh mereka di negaranya? Mengapa kita selalu senang kalau warga asing bisa berbahasa Indonesia dengan lancar apalagi sampai tahu kata-kata yang baku, tapi tidak menjadikannya sebagai cambuk untuk lebih mencintai bahasa sendiri? Mengapa para orangtua lebih senang dan lebih bangga mengenalkan anak-anaknya dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama daripada bahasa ibu pertiwi tercinta ini?

Kembali ke Vicky, saya tidak menyalahkan kalau dia bisa sampai mengucapkan kata-kata yang bercampur baur tanpa konteks yang jelas. Lingkungan, selain pribadi, memiliki andil yang cukup besar dalam merusak pelestarian bahasa. Selain ketidaktahuannya (mungkin) akan Bahasa Indonesia yang memiliki segudang kata asli yang bukan berasal dari serapan dari bahasa asing, ia (mungkin) selalu berada di lingkungan yang menganggap bahwa penutur bahasa asing lebih terpandang dibandingkan penutur Bahasa Indonesia.

Saya tidak membela Vicky, tapi buat yang sudah menghinanya, coba lihat diri Anda sendiri, apakah Anda sudah benar menggunakan Bahasa Indonesia? Mengapa Anda yang menghina Vicky dengan segala ungkapan kata yang hanya dimengerti dirinya malah ikut-ikutan menjadi seperti Vicky dengan merusak bahasa?

Jika Anda benar-benar orang Indonesia, mencintai negeri dan bahasanya, cobalah jangan ikut-ikutan merusak bahasa dan mulailah dari sekarang menggunakan bahasa ini dengan baik dan benar.
Share/Bookmark