Ketika pagi ini gue bangun tidur dan mengucapkan selamat tahun ke beliau, gue langsung mengingatkan diri sendiri, bahwa sekarang, gue harus sudah mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu ibu dipanggil oleh-Nya.
Ya ya, orang mungkin berpikir bahwa pikiran gue ini aneh, bahwa umur itu di tangan-Nya. Tapi justru karena Dia yang punya hak prerogatif "memanggil" ibu, makanya gue harus mempersiapkan segala sesuatunya biar gue gak menyesal di kemudian hari.
Ibu di mata gue adalah seorang yang super. Gue bersyukur punya ibu kayak beliau. Seorang wanita Jawa yang dibesarkan dengan cara konservatif tapi dia membesarkan anak-anaknya dengan cara yang cukup demokratis. Terlepas dari berbagai perbedaan dan pandangan antara gue dan ibu, sosok ibu di mata gue itu sudah hampir mendekati sempurna.
Tidak cukup kata untuk menggambarkan betapa besar peran beliau di hidup gue. Bahwa apa pun yang gue jalani sekarang, semuanya hanya untuk kebahagiaan ibu.
Memang seberapa besar seorang anak berusaha untuk "membayar hutang" ke orang tua, terutama ibu, sampai kapan pun gak akan pernah terbayar lunas.
Bila ditanya apakah gue sudah siap untuk kehilangan ibu, jawaban gue sudah pasti tidak dan mungkin tidak akan pernah siap. Gue memang tidak terlalu bergantung pada ibu, bisa dikatakan gue ini cukup mandiri, tapi sehari saja gue gak berkomunikasi dengan ibu, pasti ada yang kurang. Apalagi sejak gue tidak kerja di kantor, gue banyak menghabiskan waktu dengan ibu dan bertukar cerita dengannya. Sehari tidak memeluknya itu bagaikan makan sayur tanpa garam, hambar!
Ibu, mungkin aku belum bisa membahagiakan dirimu seperti yang ibu inginkan. Tapi aku janji, bahwa sebelum ibu meninggalkanku dan dunia fana ini, aku akan membahagiakanmu semaksimal mungkin dan semampuku. Segala kehidupanku, semuanya bersumber di dirimu. Semoga saja, ibu selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang oleh-Nya, supaya masih banyak waktu yang akan kita lalui bersama.
I love you, bu, more than anything and anyone else in this world.
No comments:
Post a Comment