Monday, December 19
...berhenti...
...pintu bisu...
...pintu bisu...
Sunday, May 1
..tidak inklusi..
Bagi yang sering menggunakan angkutan umum atau mencari ruang memarkirkan mobilnya di Jakarta pasti tahu bahwa ada pengkhususan bagi perempuan. Memang, kaum perempuan senang dengan adanya pengistimewaan ini. Tapi tahukah kamu, bahwa kondisi ini makin memperjelas bahwa negeri ini tidak inklusi?
Di satu sisi, perempuan meminta haknya untuk disetarakan dengan kaum pria, tetapi di sisi lain, dengan adanya pembedaan itu, menyatakan bahwa perempuan itu minta dibedakan?
Terus terang, saya juga beberapa kali menggunakan lahan parkir untuk perempuan karena memang sedang kosong. Tapi ada kejadian yang sampai sekarang tidak pernah akan dilupakan ketika saya hendak parkir di mal besar di dekat Tugu Selamat Datang. Saat itu, saya ancang-ancang parkir mundur dan si petugas parkir mengatakan, "Saya bantu parkirkan saja, mbak." Berhubung saya sedang fokus dengan mobil, saya tidak begitu peduli dengan tawarannya. Tapi setelah saya reka ulang, saya berkesimpulan bahwa yang ia baru saja lakukan adalah suatu penghinaan dan merendahkan martabat. Begitu banyak contoh yang kalau ditulis bisa menjadi sangat panjang.
Tidaklah heran ketika banyak kaum pria yang kemudian merendahkan bahkan melecehkan perempuan. Seharusnya yang diperbaiki adalah pola pikir, bukan malah memperuncing minta perlakuan khusus.
- di gerbong kereta campur -
..tidak inklusi..
Saturday, March 5
..apresiasi untuk Syaharani..
Gue mengamati begitu banyak perubahan dan perkembangan yang terjadi di perhelatan akbar ini. Mulai dari penonton hingga penyelenggaranya. Dan sebagaimana suatu acara, selalu ada kekurangan dan kelebihan, tapi semuanya tidak sampai menimbulkan kekecewaan. Sebagian besar meninggalkan kesan yang menyenangkan.
Namun tadi malam, di hari pertama JJF 2016, gue sungguh merasa kecewa dengan JJF ketika melihat seorang artis yang sudah malang melintang di dunia musik, khususnya jazz, hanya diberikan satu panggung kecil nan sempit, di bagian yang sangat belakang, tidak akan terlihat kecuali oleh para penonton yang sedang berkeliaran mencari makan. Ya, seorang Syaharani hanya diberikan panggung di area food court dengan sound system seadanya.
Namun, Syaharani adalah seorang artis profesional. Ia tetap menghibur para penonton yang mayoritas lebih sibuk dengan makanan di depan mata dan mengobrol dengan temannya daripada menikmati lantunan lagu yang dibawakan Syaharani. Dengan gaya bercandanya yang khas, ia mengeluh tentang sound system yang tersedia.
Syaharani di mata JJF mungkin tidak akan bisa menggaet banyak penonton. Syaharani memang bukan Raisa yang kekinian, yang bisa menarik penonton hingga ratusan sehingga ia layak diberikan panggung besar. Tapi Syaharani adalah nama besar di panggung musik jazz, bahkan penampilan yang semalam bukan penampilan perdananya di JJF. Namun melihat apresiasi yang diberikan JJF ke Syaharani semalam, sungguhlah memalukan.
Selama bertahun-tahun gue datang ke acara ini, sudah sangat jamak bahwa area food court adalah area uji coba para penyanyi yang baru merangkak masuk ke dunia musik dan mencoba mencari nama.
Mungkin penilaian gue salah, mungkin gue subjektif, dan mungkin ada pertimbangan tersendiri dari JJF mengapa mereka memberi Syaharani panggung minimalis di area yang tak terlihat dengan sound system seadanya. Tapi semalam, kesan yang timbul adalah nama Syaharani tidak berarti apa-apa di mata JJF. Bahkan namanya jauh di bawah band dengan kualitas suara vokalisnya yang minimalis, namun mendapat tempat di dalam coffee shop JIExpo, di area depan dan langsung terlihat oleh para pengunjung yang datang.
Semoga penilaian gue ini salah.
..apresiasi untuk Syaharani..