Setiap kali gue ditanya di Jakarta mana gue tinggal, pasti gue selalu bilang gue tinggal di kampung. YA! Gue gak pernah malu menyebutkan diri tinggal di kampung. Sejak pertama kali gue menjejakkan kaki di Jakarta, gue tidak pernah pindah rumah (yang ada juga pindah kamar dalam rumah). Jika dihitung-hitung, sudah 26 tahun gue tinggal di kampung itu. Banyak sekali perubahan dan insiden yang terjadi selama kurun waktu tersebut. Mulai dari perpindahan orang-orang yang datang-dan-pergi, kegemparan karena peristiwa2x yang menurut warga kampung "asusila" hingga ke kejadian kasat mata (baca: nyai kunti yang berkeliaran, hahahahaaaaaa...).
Mungkin di saat sebagian besar orang merasa risih tinggal di kampung, tapi sebaliknya, gue merasa nyaman dan enggan untuk pindah dari sana. Begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perkampungan itu, baik secara langsung ataupun tidak.
Yang terutama adalah gue belajar bertoleransi & bersosialisasi, dan itu dimulai sedari gue kecil. Daerah gue bisa dibilang percampuran dari berbagai macam karakter dan latar belakang, kelas menengah, dan komposisi menengah ke bawah dan ke atasnya itu berbanding hampir serupa (60:40). Pekerjaan mereka pun bervariasi, mulai dari tukang sampah, tukang sayur, tukang jahit, kuli bangunan, penginjil, ustad, sampai ada juga yang menjadi direktur suatu perusahaan, semua membaur menjadi satu tanpa perbedaan jarak.
Kehangatan tinggal di kampung sangat terasa ketika kita jalan keluar rumah, begitu banyak sapaan yang diberikan oleh mereka, bahkan tak jarang melontarkan pertanyaan2x retoris, yang kalau kurang peka pasti akan merasa bahwa itu adalah pertanyaan basa basi, heheheeeeee...
Sifat kekeluargaan tinggal di kampung akan sangat terasa, terutama apabila ada keluarga yang sakit, meninggal atau hajatan, sudah dipastikan warga sekampung akan sibuk. Dan itu sangat gue rasakan ketika bapak gue meninggal. Ketika dibawa ke rumah jam 12:30 pagi (betul, pagi, bukan siang). Rumah seperti jam 7 malam, sudah banyak tetangga yang berkumpul menyiapkan ini itu. Benar-benar sangat bisa diandalkan!
Banyak hal lain yang tidak ditemukan di suasana perumahan, antara lain permainan yang dimainkan anak2x kampung, yang tidak ada hubungannya dengan gadget, dan semua dimainkan bersama-sama. Lalu suasana belanja tiap hari yang dilakukan oleh ibu2x & para pembantu, obrolan2x seputar belanjaan sampai tetangga, dari yang bener sampe gosip (apalagi tukang sayur senengnya mampir di samping pagar rumah, neduh di bawah pohon kersen).
Plus, kalo di kampung itu, bisa dipastikan akan banyak sekali tukang jajanan & tukang2x lainnya mulai dari bangun tidur ampe tidur lagi. Mulai dari pagi, sudah berkeliaran roti dg berbagai macam merek & bunyi (yang suka membuat ibu gue pusing karena dia suka lupa mana tukang roti favoritnya, Homey Bread). Trus gak berapa lama akan berseliweran itu tukang lontong sayur, bubur ayam pake sepeda. Diseling juga sama tukang kerupuk kaleng, tukang tahu-tempe & tukang buah. Geser dikit sekitar jam 10 pagi, ada tukang ketoprak & bubur kacang ijo-ketan item. Jam makan siang, ada mie ayam & bakso. Sekitar jam 2, ada tukang es campur, es krim walls & es krim medan dg suara yg khas, "Es krim medan... Rasa stroberi, coklat, alpukat, nangka... Es krim medan.." Dan juga ada tukang tanaman, patri besi, sol sepatu yang sibuk berkeliling menjajakan pelayanannya. Sore2x - this is the best time for all tukang jajanan keluar menjajakan jualannya - akan ada tukang odading, jagung rebus, gorengan, roti bakar, bajigur, susu nasional pengalengan (and suara jualan di sejagat jakarta pastinya akan sama). Dan yang pasti, ada odong-odong, mulai dari bentuk naga dengan suara kaset yang bisa ngangkut 8 anak keliling jalan2x di kampung, ampe yang manteng di depan rumah & si abang mesti ngegowes sepedanya supaya tuh anak naek turun kayak naek mobil2xan di mall. Semuanya diiringi dengan suara kaset yang sudah begitu sember dan lagu2xnya gak gitu pas sama anak kecil, tapi apa daya, itulah yang dihapal ama mereka. Maleman dikit, ada pempek, soto mie, sate baik sate ayam biasa, sate madura and sate padang . Sekitar jam 9-10an, akan ada tukang sekoteng, dan paling malam berjualan itu adl tukang mie goreng, mulai dari yang dung dung sampe tek tek.
Hal lain yang gue sukai tinggal di kampung adalah kita kadang suka bisa mencium apa yang sedang dimasak tetangga, apalagi kalo mereka sedang membakar terasi, haruuuuuuuuuuum bangetttt... *lapar* Saking padatnya perkampungan gue itu, tak jarang, selain cium bau masakan, kita juga bisa mendengar omongan orang di dalam rumah, terutama kalo sedang berantem antara orang tua-anak, sesama orang tua, dan you know what, you won't believe this, but I could hear the sound of a steel bed's neighbour when they had sex at night, hahahaaaaaaa.. Blame it on the quietness, his barren house of a furniture and their broken bed so other people could hear it (and good Lord, no moan's heard!). It's a damn true story, people!!
Di kampung, gue masih bisa menikmati kabut tipis, masih bisa merasakan dinginnya udara pagi, masih bisa melihat bintang walau cuma beberapa titik, dan masih bisa mendapatkan udara yang cukup segar gue gak tinggal di daerah persawahan (well, dulu di deket rumah gue terbentang sawah & kebun, and disanalah gue sering menghabiskan sore, membuat senapan dari pelepah pisang, wayang dari tangkai singkong, bermain lumpur, melihat terbitnya matahari pagi. Tapi sekarang sawah itu sudah menjelma menjadi rumah kontrakan)
Itulah sekelumit cerita gue tinggal di kampung, tempat dimana gue bisa menjadi lebih membumi, lebih bertoleransi & yang pasti, mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar. Kalo gue ditanya apakah gue mau pindah, keluar dari area situ, hmmm, I don't know what answer will be.... Kudu shalat istikharah minta petunjuk dari Tuhan kali, hahahaaaaaa *lebay*
ramenya kayak rumah uni inna Jul.rata2 betawi disini tadi dah berbaur dengan masy pendatang lainnya.
ReplyDeletewell....nyaris mirip, tp ga selengkap itu penjual2nya termasuk yang bisa mendengar "itu" dari tetangga sebelah. wkwkwk
heheheeeeeeee.... disini selain betawi, banyak juga orang jawa & sundanya. Kalo bugis, ya bapakku ajah,heheheeeeeeeee....
ReplyDeleteKalo yg tetanggaku itu, hihihiiii, gak tau deh mesti dikayak apain
Gw tiba2 jd laper pgn jajan... :D
ReplyDeleteBo', minta tolong tetangga lo utk cabut spanduk yg sblh kanan itu yaa, program b'hadiahnya uda ganti :D *
ReplyDeletehahahaaaaaaa, dasar ibu hamil, gak bisa denger makanan sedikit
ReplyDeleteHahahaaaaaaaa, mang hadiahnya dah ganti jadi apa?
ReplyDeleteaku anak kampung jugaaaaa... xixixxx
ReplyDeleteMenyenangkan yah....
ReplyDeleteBtw, congratz for da wedding & maap ya ngucapinnyah :
makacih ijul, santai ajah kali xixixiix...
ReplyDeletesalah gw baca postingan lo lagi puasa2 gini *nelen liur*. dimana sih kampung lo ini Jul? :-D
ReplyDeleteDi pesanggrahan... Walo kampung, tapi untung KTP masih bergambar Monas
ReplyDeleteKamu lapar yaaaaaaaaaa ? Hihihihiiiiii...
gw juga anak kampung jul... nah tempat tinggal gw namanya kampung sumur....hahaha
ReplyDeletehahahaa gw tau tuh tiang tmpt bsandarnya neng kunti :)
ReplyDeletehihihiiiiiii, tapi dia gak akan muncul di foto ini, scara bukan tiang sandarannya.. Ada juga hantu bapak-bapak di depan warung ituh, menghilang di kegelapan malam jam 3 pagi, hiiiiiiiiiiiii............
ReplyDeletehihihiiiiiii, tapi dia gak akan muncul di foto ini, scara bukan tiang sandarannya.. Ada juga hantu bapak-bapak di depan warung ituh, menghilang di kegelapan malam jam 3 pagi, hiiiiiiiiiiiii............
ReplyDelete