Ulang tahun. Hari pergantian umur seseorang yang konon katanya, peristiwa untuk menandakan bertambahnya kedewasaan seseorang namun di satu sisi juga menandakan berkurangnya umur orang tersebut untuk hidup di dunia fana ini.
Tapi menurut gue sendiri, hari ulang tahun tidak ada bedanya dengan hari-hari lainnya. Satu-satunya perbedaan adalah perubahan penulisan angka, sehingga ketika ditanya orang berapa umur gue, gue bisa menjawab dengan tepat. Selain itu, semuanya sama saja.
Tetapi apakah itu pertanda bahwa gue tidak menjadi dewasa karena gue merasa biasa saja? Entahlah, karena orang lain yang bisa menilai apakah gue cukup dewasa atau tidak. Tapi yang pasti, gue merasa begitu banyak perubahan yang gue alami dalam hidup ini dan itu tidak berkaitan dengan perubahan angka di hidup gue. Gue selalu beranggapan bahwa kedewasaan seseorang bukanlah dilihat dari seberapa besar angka yang dimiliki, tetapi diukur dari cara pandang atau pola pikir orang tersebut dalam kehidupan ini, baik saat mengalami masa yang menyenangkan ataupun menyedihkan.
Hari ini, gue berulang tahun yang ke 35. Konon kata lagi, umur 35 untuk seorang wanita lajang adalah angka yang cukup rawan. Tapi sampai saat ini, gue belum bisa melihat kerawanan itu karena menurut gue, segala kerawanan itu diciptakan oleh masyarakat yang belum bisa menerima bahwa seorang wanita masih melajang di usia kepala 3, apalagi usia 35 :)
Gue sangat beruntung memiliki seorang ibu yang demokrat, yang kurang peduli dengan segala stempel masyarakat bahwa anak perempuannya memilih untuk hidup melajang. Gue sendiri berpikir bahwa menikah itu adalah sebuah pilihan hidup, bukan karena paksaan dari orang tua, apalagi paksaan dari masyarakat yang notabene tidak mengenal gue. Gue bersyukur bahwa ibu gue cukup mengerti dengan pilihan gue ini. Tidak seperti orang tua lainnya yang menuntut sana sini dan sudah memberikan target umur menikah kepada anak perempuannya. Kasihan..
Entah mengapa, tapi sedari dulu, mungkin sejak gue SMA, gue tidak pernah berpikir secara serius bahwa suatu saat gue akan menikah. Bukan karena gue anti lelaki, tetapi karena gue merasa bahwa masih banyak prioritas lain yang perlu dikedepankan. Untuk tipikal perempuan, apalagi perempuan yang seumur dengan gue dan sudah berkeluarga, pemikiran gue ini mungkin akan dianggap aneh. Tetapi menurut gue pribadi, menikah bukanlah suatu keharusan dalam hidup, walau dalam kitab suci agama gue telah disuratkan bahwa Tuhan menciptakan makhluk hidupnya berpasang-pasangan. Tapi apakah pasangannya itu akan ditemukan di dunia atau di akhirat nanti, tidak diceritakan secara terperinci.
Cukup banyak perempuan yang frustrasi karena masih melajang di usia kepala 3, sibuk alang kepalang mencari pria untuk dinikahi dari berbagai sumber teman dan keluarga, tak jarang dari jejaring media sosial. Gue pribadi merasa kasihan sama mereka. Kasihan karena mereka terjebak dalam stempel buatan masyarakat, bahwa seorang perempuan akan dicap negatif jika masih belum menikah di usia kepala 3. Kasihan dengan mereka yang tidak bisa berpikir jernih lagi bahwa ada hal lain di dunia ini yang membutuhkan banyak perhatian selain menikah dan berkeluarga, sehingga mereka menikah hanya karena status dan dorongan masyarakat.
Prioritas dalam hidup gue selain meluangkan waktu sebanyak mungkin bersama ibu yaitu membaktikan diri di kegiatan sosial, apapun itu bentuknya. Bukan berarti gue ingin menjadi aktivis sosial, tapi lebih kepada rasa ingin berbagi dan membantu sesama yang memiliki kekurangan supaya mereka tidak memandang negatif pada kehidupan ini, pada Tuhan Sang Pencipta kehidupan.
Prioritas lain adalah merintis jalan meraih cita-cita sebagai seorang penerjemah profesional. Profesi yang sudah gue jalani cukup serius beberapa tahun belakangan ini. Profesi yang tak jarang masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang. Profesi yang menurut sebagian besar orang tidak menghasilkan cukup banyak uang untuk membiayai pengeluaran sehari-hari. Tapi apa daya, gue telah jatuh cinta dengan profesi ini, dan dengan restu Tuhan, gue yakin bahwa gue bisa meraih cita-cita gue.
Mungkin, suatu saat nanti, akan ada masanya gue akan memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan ini berikut prioritas yang ada di dalamnya. Tapi kapankah masa itu akan datang? Gue tidak ambil pusing. Yang jelas, gue akan menjalani hari dengan prioritas yang gue miliki saat ini. Apakah itu tandanya gue tidak memikirkan masa depan? Sama sekali tidak benar. Gue hanya sekadar ingin menikmati hari-hari di dunia fana ini tanpa perlu memusingkan pandangan orang lain tentang gue. Tanpa perlu sedikit pun merasa iri dengan kehidupan orang lain.
Untuk mengakhiri catatan perubahan angka di malam ini, gue ingin mengutarakan bahwa segala sesuatu dalam hidup ini merupakan suatu pilihan, dan segala pilihan yang kita ambil akan membuahkan konsekuensi yang harus siap kita hadapi. Tidak selalu berkaitan dengan pertambahan umur, tapi yang pasti berkaitan dengan pola pikir memandang kehidupan ini.
Age is just two digits number, never use it to measure one's maturity.
- 31072011 -
No comments:
Post a Comment