Pukul 7:30 pagi. Matahari sudah bersemangat untuk menyinari hari dengan sinarnya yang cukup terang. Terlihat dari luar, suasana sekolah yang cukup lengang. Hanya terdengar suara sapu lidi dari beberapa orang yang membersihkan pelataran sekolah. Mereka yang dari jauh tampak terlihat seperti orang biasa tanpa ada kekurangan sedikit pun, namun setelah didekati, baru terlihat bahwa ada yang menggunakan alat bantu pendengaran, ada yang memiliki kekurangan pada indera mata, ada yang tak bisa berbicara dengan lancar, tapi satu yang pasti, kekurangan mereka tidak membuat mereka menjadi tertutup. Mereka menyambut kami, para relawan komunitas Beezer dengan senyumnya yang ceria.
Memasuki selasar gedung berlantai 4, suasana masih terlihat sepi. Tampaknya murid-murid sudah masuk ke ruangan kelas masing-masing. Aku berkeliling, dan kulihat ada 1 kelas berisi 3 murid tuna netra dan 1 guru. Dengan penuh semangat, ketiga murid tersebut membaca buku berhuruf braille, dan terkadang diselingi canda tawa antar mereka.
Mengingat aku harus segera ke atas untuk mengikuti acara, maka bergegas aku naik lift menuju lantai 4. Pintu lift terbuka dan tepat di depannya adalah ruang serba guna yang sudah berisi sekitar 75 anak penghuni SLB Bhakti Luhur. Pemandangan yang mungkin untuk sebagian orang menjijikkan karena mereka tidak sama dengan selayaknya anak normal. Mulai dari yang terkena celebral palsy, yang tidak bisa berjalan normal dan harus duduk di kursi roda, yang terkena sindrom keterbelakangan, autisme, tidak bisa melihat, hingga yang tak bisa diajak berkomunikasi sedikit pun. Tapi untuk diriku sendiri, mereka seperti menyadarkanku bahwa aku patut bersyukur atas segala rahmat dan berkah yang telah Tuhan berikan padaku selama ini.
Mereka sudah berkumpul rapi dengan seragam Pramuka dan bernyanyi bersama. Tidak, mereka tidak menyanyikan lagu SM*SH atau 7 Icons, bahkan mungkin mereka tidak mengenal grup tersebut. Tapi mereka menyanyikan lagu-lagu anak kecil seperti "Di sini senang, di sana senang", "Potong bebek angsa", dan berbagai lagu anak kecil lainnya yang mungkin untuk sebagian besar anak kecil lainnya di Jakarta sudah tidak lagi dikenal, apalagi dinyanyikan.
Acara dimulai sekitar pukul 9 pagi. Diawali dengan sambutan dari Kepala Sekolah, lalu sang Ratu Lebah dan penyuluhan kesehatan gigi. Setelah itu, baru dilanjut permainan yang dipandu Teh Fifie & Bhayu, kemudian ditutup dengan dongeng oleh Kak Aio. Ragam permainan yang diberikan mungkin buat anak-anak seumur mereka merupakan permainan yang norak, tapi bagi mereka, permainan itu sangat menghibur. Dan jujur, mendengar tawa mereka itu sangat sangat menyenangkan. Karena dengan kata lain, kami berhasil menghibur mereka.
Memasuki selasar gedung berlantai 4, suasana masih terlihat sepi. Tampaknya murid-murid sudah masuk ke ruangan kelas masing-masing. Aku berkeliling, dan kulihat ada 1 kelas berisi 3 murid tuna netra dan 1 guru. Dengan penuh semangat, ketiga murid tersebut membaca buku berhuruf braille, dan terkadang diselingi canda tawa antar mereka.
Mengingat aku harus segera ke atas untuk mengikuti acara, maka bergegas aku naik lift menuju lantai 4. Pintu lift terbuka dan tepat di depannya adalah ruang serba guna yang sudah berisi sekitar 75 anak penghuni SLB Bhakti Luhur. Pemandangan yang mungkin untuk sebagian orang menjijikkan karena mereka tidak sama dengan selayaknya anak normal. Mulai dari yang terkena celebral palsy, yang tidak bisa berjalan normal dan harus duduk di kursi roda, yang terkena sindrom keterbelakangan, autisme, tidak bisa melihat, hingga yang tak bisa diajak berkomunikasi sedikit pun. Tapi untuk diriku sendiri, mereka seperti menyadarkanku bahwa aku patut bersyukur atas segala rahmat dan berkah yang telah Tuhan berikan padaku selama ini.
Mereka sudah berkumpul rapi dengan seragam Pramuka dan bernyanyi bersama. Tidak, mereka tidak menyanyikan lagu SM*SH atau 7 Icons, bahkan mungkin mereka tidak mengenal grup tersebut. Tapi mereka menyanyikan lagu-lagu anak kecil seperti "Di sini senang, di sana senang", "Potong bebek angsa", dan berbagai lagu anak kecil lainnya yang mungkin untuk sebagian besar anak kecil lainnya di Jakarta sudah tidak lagi dikenal, apalagi dinyanyikan.
Acara dimulai sekitar pukul 9 pagi. Diawali dengan sambutan dari Kepala Sekolah, lalu sang Ratu Lebah dan penyuluhan kesehatan gigi. Setelah itu, baru dilanjut permainan yang dipandu Teh Fifie & Bhayu, kemudian ditutup dengan dongeng oleh Kak Aio. Ragam permainan yang diberikan mungkin buat anak-anak seumur mereka merupakan permainan yang norak, tapi bagi mereka, permainan itu sangat menghibur. Dan jujur, mendengar tawa mereka itu sangat sangat menyenangkan. Karena dengan kata lain, kami berhasil menghibur mereka.
Pun dengan dongeng kak Aio yang sederhana tapi sangat interaktif. Bisa membuat mereka memperhatikan dan berpartisipasi dalam dongeng. Mungkin kalau bukan kendala waktu yang sudah hampir mendekati jam istirahat makan siang, dongeng akan dilanjutkan sampai kak Aio pingsan di tempat kehabisan nafas dan suara :)
Acara ditutup dengan nyanyi dan joget bersama mereka. Suatu pemandangan yang sangat sangat membuatku tercekat. Air mata sudah mengambang di pelupuk mata, tapi aku tak mungkin menangis di hadapan mereka. Bukan karena aku takut terlihat lemah, tapi aku tak mau mereka merasa bahwa mereka memiliki kekurangan dan harus dikasihani. Mereka tidak butuh dikasihani, tapi mereka butuh didorong dan dikuatkan hatinya untuk bisa terus maju menghadapi dunia yang terkadang tak bisa bersikap ramah kepada mereka.
Buat komunitas Lebah dan relawannya, terima kasih sudah memberikan diriku kesempatan untuk melihat sisi lain dunia. Mari kita tebarkan sengatan untuk memberi kebaikan dan rasa peduli pada sesama.
- lend our hands to help others in the name of humanity, not religion -
Acara ditutup dengan nyanyi dan joget bersama mereka. Suatu pemandangan yang sangat sangat membuatku tercekat. Air mata sudah mengambang di pelupuk mata, tapi aku tak mungkin menangis di hadapan mereka. Bukan karena aku takut terlihat lemah, tapi aku tak mau mereka merasa bahwa mereka memiliki kekurangan dan harus dikasihani. Mereka tidak butuh dikasihani, tapi mereka butuh didorong dan dikuatkan hatinya untuk bisa terus maju menghadapi dunia yang terkadang tak bisa bersikap ramah kepada mereka.
Buat komunitas Lebah dan relawannya, terima kasih sudah memberikan diriku kesempatan untuk melihat sisi lain dunia. Mari kita tebarkan sengatan untuk memberi kebaikan dan rasa peduli pada sesama.
- lend our hands to help others in the name of humanity, not religion -
No comments:
Post a Comment