Waktu tak bisa diubah
Ucap tak bisa ditarik
Laku lagak, ah...
Hidup sudah suratan
Berjalan tanpa dugaan
Dan konsekuensi, ya...
Seribu maaf terucap
Luka dalam tertancap
Cuma harap...
Sekali lagi, maaf...
Waktu tak bisa diubah
Ucap tak bisa ditarik
Laku lagak, ah...
Hidup sudah suratan
Berjalan tanpa dugaan
Dan konsekuensi, ya...
Seribu maaf terucap
Luka dalam tertancap
Cuma harap...
Sekali lagi, maaf...
...senin malam...
| Yang artinya ??? |
..bahasa persatuan..
Pada suatu perjalanan
Dua manusia bertemu
Menyatu pada masa
Kisah nan mengalir
Pada suatu pemberhentian
Dua pilihan menyapa
Diam atau melaju
Konsekuensi menanti
Dan berlalu
Tanpa jeda
Tanpa sedetik sela
Berpisah
..perjalanan..
..ketika harus memilih..
..senyap..
![]() |
| Perbekalan selama di mobil :) |
..sendirian?..
Entah kenapa sate ini sangat terkenal di Surabaya dan konon kabarnya kudu dicicipi kalau sudah sampai di Surabaya. Menuruti anjuran beberapa teman yang tahu gue suka sate sapi, gue datang ke rumah makan Ibu Asih bersama Lina, teman gue yang sedang menuntut ilmu di kota ini. Dari tampilan menurut gue sudah mengecewakan. Dagingnya tipis, bumbunya lebih banyak minyak daripada kacang sampai gue harus minta bumbu tambahan, lalu ketika digigit, rasanya aneh. Kalau dilihat dari pembuatannya, sate ini dibakar setengah matang, lalu dibalurin kelapa parut, kemudian dibakar hingga matang, makanya parutan kelapa itu menempel di daging. Berhubung udah memesan satu porsi dan sayang untuk dibuang, jadi mau tidak mau harus dihabiskan.
Dulu, setiap gue ke Blora, gue selalu diajak makan sate sapi Gajah yang letaknya di dekat alun-alun. Namun berhubung penjual sate sapi Gajah pertama sudah meninggal dan mewariskan ke anaknya, rasa pun berubah drastis. Oleh karena itulah, gue beralih ke sate sapi Semeru dan setiap gue ke Blora, gue pasti datang ke tempat ini. Dagingnya memang kecil-kecil, bumbu kacangnya pun standar, tapi yang membuat enak itu adalah teman wajib makan satenya, yaitu nasi berikut toge rebus, bawang goreng dan irisan daun bawang yang disajikan di daun jati yang wangi. Plus, minumnya pakai Kawista yang sudah sangat jarang ditemukan di kota Jakarta.
Sebenarnya, tujuan pertama gue ke Pegandon bukan ke sate bumbon pak Azis ini, tapi pak Rahman. Berbekal informasi dari internet, gue ke kecamatan Pegandon, mengikuti papan jalan menuju Pegandon, tapi setelah 30 km yang ditempuh dengan waktu hampir 1,5 jam karena jalanan yang sangat bergelombang di tengah sawah dan pemukiman penduduk yang tak kunjung berakhir, udah nanya orang tapi tetep gak ada yang tahu warung sate pak Rahman, puter balik pakai acara nyasar pula, dan tetep gak ketemu juga setelah melewati 3 kecamatan, akhirnya gue putuskan untuk langsung ke Semarang saja. Tapi entah gue agak kurang rela kalau perjalanan ini berakhir sia-sia, jadi gue nanya ke satu orang lagi, ada yang tahu warung sate bumbon apa nggak. Gue ditunjukin ke sate bumbon pak azis ini, katanya di pojokan jalan. Tapi berhubung udah laper banget dan lagi kesel ama Ganjar Pranowo, jadi gue gak nemu warung sate bumbon dan malah parkir di rumah makan sate kambing. Untung aja gue pake acara nanya dulu, apakah mereka jual sate bumbon, dan ternyata mereka menunjukkan warung kecil warna kuning muda di pojokan jalan. Pas gue nemu tempatnya, fiyuh, berasa lega dan langsung lapar. Emang gak sia-sia pencarian gue akan sate bumbon ini, karena sate sapi ini emang enak luar biasa. Pake bumbu kecap dan tomat merah, sate sapi ini harus dimakan dengan sayur kuah santan cair yang berisikan toge, lemak sapi dan tomat. Waktu dituangkan nasi ke piring, gue liat mereka nuanginnya banyak banget, jadilah gue minta untuk dikurangi setengah. Eh ternyata oh ternyata, nasi setengah itu habis dalam waktu hitungan 10 menit! Mau nambah lagi gue malu dong, jadilah gue cukup puas dengan semua yang dihidangkan tanpa sisa...surganya sate sapi..
..semesta berbunga..
|
|
| Peta sebagai pemandu jalan & Dumbo sebagai teman jalan |
![]() |
| Keadaan mobil selama 33 hari :) |
..keliling Jawa..
Sepenggal kata maaf
Melesat cepat
Tanpa beban
Seraut wajah yang dulu hangat
Berubah dingin
Tanpa hati
Satu hati tersakiti
Menangis tak terperikan
Wajah dingin tanpa peduli
Lalu diam
Sunyi
Jiwa hancur tak bersisa
..selamat datang suram..
..terima kasih..
Hampir sebagian besar manusia memiliki ketakutan (phobia) dalam dirinya. Ada yang punya 1 phobia tapi tak jarang ada yang memiliki lebih dari satu. Gue sendiri memiliki 2 phobia, takut ketinggian dan berenang di tempat dalam yang gue tidak bisa menjejakkan kaki sehingga kepala gue tidak berada di atas batas air.
Gue cukup tersiksa dengan phobia ini, makanya gue berusaha melawan segala ketakutan itu. Dalam hal takut akan ketinggian, berbagai usaha yang pernah gue lakukan adalah duduk di dekat jendela kalau naik pesawat, berdiri di paling pojok dan melihat ke bawah kalau naik lift yang berdinding gelas, selalu berusaha melihat ke bawah selama mungkin kalau sedang ada di lantai tertinggi suatu gedung, naik wahana roller coaster dan gongnya adalah ikut paralayang. Puji syukur, sudah bertahun-tahun gue tidak mengalami lagi yang namanya pusing, mual, keringat dingin atau mendadak lemas mau jatuh kalau ada di tempat tinggi.
Tinggal tersisa 1 phobia dan entah kenapa, gue merasa sulit sekali bahkan nyaris tidak ada keinginan untuk melawannya. Padahal kalau dilihat dari garisnya, sebagai anak berdarah setengah Bugis dari bapak yang Marinir, seharusnya gue tidak perlu mengalami ketakutan ini. Gue ingat, waktu gue kecil dulu, bapak gue selalu ngajak berenang dan gue tidak pernah takut, bahkan di kedalaman 2 meter sekalipun. Gue bisa salto masuk ke kolam dengan cerianya, membalikkan badan di dalam air selayaknya perenang profesional yang sedang berlomba, bermain di dasar kolam sambil menahan napas selama mungkin. Namun gara-gara menonton film seri Return to Eden (untuk anak yang kecil di tahun 80 akhir pasti pada tahu film ini), yang ada adegan buaya putih di kolam renang dan membunuh salah satu karakter di film seri tersebut, sejak saat itulah gue takut untuk berenang di tempat dalam.
Ya, gue tahu sekali kalau itu hanya film. Tapi sebagaimana anak kecil yang masih belum bisa membedakan mana film dan kenyataan, adegan itu seperti tertancap dalam-dalam dan tak mau pergi dengan mudah. Gue memang masih berenang, tapi sudah tidak mau di tempat dalam, dan yang pasti, gue gak mau berenang sendiri. Pelajaran berenang di sekolah sangat menyiksa gue karena gue gak mau semua orang tahu mengenai ketakutan ini. Hampir 20 tahun gue gak berenang walau bukan berarti gue stop total. Gue masih sesekali berenang selama periode itu, tapi kepanikan dan ketakutan selalu melanda. Setelah didiagnosis bahwa gue mengidap scoliosis tahun 2008 dan menurut dokter, obat paling mujarab adalah berenang, gue berusaha memperbanyak frekwensi renang, tapi mungkin bila dihitung, masih kurang dari 5x dalam setahun.
Tak bisa dipungkiri bahwa gue sebenarnya suka laut, pergi ke daerah-daerah yang pemandangan dan perairan lautnya bagus seperti Belitung, Karimun Jawa, Raja Ampat, Komodo, Lombok dan Bali. Tapi tak sekali pun gue menceburkan diri ke laut, tertarik menceburkan diri di pinggir pantainya pun tidak. Namun setelah perjalanan ke Komodo, imbas bepergian dengan teman-teman baru yang menyenangkan dan menyemangati gue untuk terjun ke laut, membuat gue untuk memberanikan diri berenang di laut.
Gue kembali aktif berenang, mencoba berenang tanpa teman, walau adakalanya gue berenang sama seorang sahabat. Gue bahkan membeli peralatan snorkeling berikut sepatu kataknya. Gue mencoba memakainya di kolam renang. Gue lalu mencari video di youtube bagaimana caranya agar bisa berdiri mengambang di air, semua teori gue pakai tapi belum berhasil hingga akhirnya gue memutuskan, bahwa gue tidak perlu belajar berdiri mengambang untuk sementara waktu ini karena nantinya gue akan menggunakan jaket pelampung ketika berada di laut.
Akhirnya, masa pembuktian itu tiba. Beberapa hari menjelang pergantian tahun ke 2014, gue berlibur ke Pulau Seram. Gue membawa semua perlengkapan dan gue BERHASIL menceburkan diri ke laut! Mau tahu perasaan gue saat itu? Gue pengen teriak sambil berkata, "Bapak! Akhirnya aku bisa membuktikan kalau aku bukan Bugis murtad dan aku bisa berenang di laut kayak bapak!"
Gila! Setelah bertahun-tahun gue mengalami ketakutan ini dan tanpa sedikit pun ingin melawannya, tapi cukup 4 hari berlibur dengan teman-teman yang gue baru kenal waktu di Komodo sungguh membawa perubahan drastis. Mereka juga jadi orang pertama yang gue kabari setelah gue berhasil snorkeling di Seram.
Gue lega banget karena akhirnya gue bisa terbebas dari ketakutan ini. Amat sangat lega karena gue tidak perlu lagi menutupi phobia ini dari orang-orang. Gue sudah berhasil berenang di laut & gue sangat bahagia. Namun, gue masih memiliki satu target yang harus dicapai, yaitu berdiri mengambang tanpa bantuan pelampung!
Doakan supaya berhasil ya....
..gue dan phobia..