Menyapa Jakarta nan dingin
Sedingin hati membatu
Beku
Ketiadaan rasa
Juga asa
Menanti siang
Menyambut petang
Memeluk malam
Dan hanya pekat malam
Pengisi sekat hampa
Tiada yang lain
Berhenti menatap
Matikan harap
Tumbuhkan gelap
Senyap...
..senyap..
![]() |
| Perbekalan selama di mobil :) |
..sendirian?..
Entah kenapa sate ini sangat terkenal di Surabaya dan konon kabarnya kudu dicicipi kalau sudah sampai di Surabaya. Menuruti anjuran beberapa teman yang tahu gue suka sate sapi, gue datang ke rumah makan Ibu Asih bersama Lina, teman gue yang sedang menuntut ilmu di kota ini. Dari tampilan menurut gue sudah mengecewakan. Dagingnya tipis, bumbunya lebih banyak minyak daripada kacang sampai gue harus minta bumbu tambahan, lalu ketika digigit, rasanya aneh. Kalau dilihat dari pembuatannya, sate ini dibakar setengah matang, lalu dibalurin kelapa parut, kemudian dibakar hingga matang, makanya parutan kelapa itu menempel di daging. Berhubung udah memesan satu porsi dan sayang untuk dibuang, jadi mau tidak mau harus dihabiskan.
Dulu, setiap gue ke Blora, gue selalu diajak makan sate sapi Gajah yang letaknya di dekat alun-alun. Namun berhubung penjual sate sapi Gajah pertama sudah meninggal dan mewariskan ke anaknya, rasa pun berubah drastis. Oleh karena itulah, gue beralih ke sate sapi Semeru dan setiap gue ke Blora, gue pasti datang ke tempat ini. Dagingnya memang kecil-kecil, bumbu kacangnya pun standar, tapi yang membuat enak itu adalah teman wajib makan satenya, yaitu nasi berikut toge rebus, bawang goreng dan irisan daun bawang yang disajikan di daun jati yang wangi. Plus, minumnya pakai Kawista yang sudah sangat jarang ditemukan di kota Jakarta.
Sebenarnya, tujuan pertama gue ke Pegandon bukan ke sate bumbon pak Azis ini, tapi pak Rahman. Berbekal informasi dari internet, gue ke kecamatan Pegandon, mengikuti papan jalan menuju Pegandon, tapi setelah 30 km yang ditempuh dengan waktu hampir 1,5 jam karena jalanan yang sangat bergelombang di tengah sawah dan pemukiman penduduk yang tak kunjung berakhir, udah nanya orang tapi tetep gak ada yang tahu warung sate pak Rahman, puter balik pakai acara nyasar pula, dan tetep gak ketemu juga setelah melewati 3 kecamatan, akhirnya gue putuskan untuk langsung ke Semarang saja. Tapi entah gue agak kurang rela kalau perjalanan ini berakhir sia-sia, jadi gue nanya ke satu orang lagi, ada yang tahu warung sate bumbon apa nggak. Gue ditunjukin ke sate bumbon pak azis ini, katanya di pojokan jalan. Tapi berhubung udah laper banget dan lagi kesel ama Ganjar Pranowo, jadi gue gak nemu warung sate bumbon dan malah parkir di rumah makan sate kambing. Untung aja gue pake acara nanya dulu, apakah mereka jual sate bumbon, dan ternyata mereka menunjukkan warung kecil warna kuning muda di pojokan jalan. Pas gue nemu tempatnya, fiyuh, berasa lega dan langsung lapar. Emang gak sia-sia pencarian gue akan sate bumbon ini, karena sate sapi ini emang enak luar biasa. Pake bumbu kecap dan tomat merah, sate sapi ini harus dimakan dengan sayur kuah santan cair yang berisikan toge, lemak sapi dan tomat. Waktu dituangkan nasi ke piring, gue liat mereka nuanginnya banyak banget, jadilah gue minta untuk dikurangi setengah. Eh ternyata oh ternyata, nasi setengah itu habis dalam waktu hitungan 10 menit! Mau nambah lagi gue malu dong, jadilah gue cukup puas dengan semua yang dihidangkan tanpa sisa...surganya sate sapi..
..semesta berbunga..
|
|
| Peta sebagai pemandu jalan & Dumbo sebagai teman jalan |
![]() |
| Keadaan mobil selama 33 hari :) |
..keliling Jawa..