Saturday, August 10

..sendiri namun tidak sendiri..

Untuk sebagian banyak orang, hari kelahiran atau ulang tahun harus dirayakan besar-besaran. Untuk gue pribadi, gue kurang begitu suka merayakannya dengan pesta pora. Kalau pun gue 'harus' merayakan ulang tahun, paling hanya makan-makan bersama teman dekat dari beberapa grup yang gue gabungkan tapi satu sama lain saling mengenal. Gue kurang suka acara besar-besaran dengan banyak orang tapi obrolannya tidak bermutu dan malah buat grup sendiri. Tapi semakin lama, semakin gue lebih senang memisahkan diri dari keriaan saat ulang tahun, meluangkan waktu untuk diri sendiri. 

Pemandangan di perjalanan menuju Citalahab
Itu pula yang gue lakukan ketika gue ulang tahun minggu lalu. Gue melipir ke Citalahab, tempat yang terletak di kaki Gunung Halimun, Sukabumi. Pedesaan yang sangat sederhana, tapi suasana kekeluargaannya sangat terasa di detik pertama gue menjejakkan kaki di sini.

Perkebunan Teh
Berbekal ingatan gue yang seadanya ini, gue pergi menuju Citalahab sekitar jam 8 pagi dari Jakarta supaya tidak terkena macet di Pasar Sukabumi. Sekitar jam 12 gue sampai di kantor TNGHS dan 30 menit kemudian gue dijemput oleh pak Sarmin. Setelah mengurus administrasi dengan kantor TNGHS karena gue akan menginapkan mobil selama semalam di sana, gue pun pergi menuju Citalahab dengan membonceng motor pak Sarmin. Awalnya jalanan masih beraspal tapi sejak menit ke-30 sampai menit ke-90, jalanan sangat berbatu dan membuat gue yang duduk di belakang cukup kerepotan karena selain ransel di punggung, gue juga membawa sedikit oleh-oleh untuk keluarga pak ustadz yang bersedia menampung gue untuk semalam. Selama ini, gue kan selalu naik truk ke sananya, jadi tidak begitu merasakan goncangan. Kami sampai berhenti dua kali saking pegelnya duduk di motor dan dalam hati, gue sampe ngebatin, kapan nyampenya, hahahaa... Pas sampe, gak ada tempat lain yang mau gue tuju selain rumah pak ustadz dan ngelurusin kaki. Asli pegeeeellll......

Jalanan berbatu ini masih termasuk kategori yang bagus :)
Setelah berbicara sebentar melepas penat sama pak Ustadz dan bu Ratih, gue putuskan untuk tidur barang 30 menit karena jujur, semalam sebelum pergi itu gue baru tidur jam 1 karena harus menyelesaikan terjemahan dulu. Sekitar jam 4 sore, gue maen ke Rumah Ilmu Rimba Halimun yang sehari-harinya juga digunakan sebagai madrasah oleh pak Ustadz dan bu Wulan. Ketemu beberapa anak dan untungnya gue membawa kertas dan buku origami. Jadi, selama 1,5 jam, gue mengajari adik-adik 4 bentuk origami yaitu baju, celana, meja dan kursi. 

 Lucunya, ketika mereka diajarin, gue selalu bilang, "kayak gini..." setiap habis membuat lipatan. Naaah, ni adik-adik kan ikutin lipatan gue dan setiap selesai, mereka selalu mau nunjukin apakah lipatannya sudah benar dan ketika mereka nunjukin lipatannya, mereka bilang, "bu, gini bu?". Tapi, saking cepetnya mereka ngucap, akhirnya yang terdengar, "bugini... bugini..." Lah gue ganti nama jadinya! Wakakaakkk...

Lagi sibuk membuat lipatan

Ini hasilnya

Tiga sekawan asik maen bekel di lapangan

Karena jam sudah menunjukkan pukul 5.30, itu adik-adik gue suruh pulang ke rumah masing-masing untuk persiapan buka. Cukup susah nyuruh mereka pulang karena mereka maunya ama gue terus. Akhirnya gue memutuskan untuk melipir duluan ke rumah pak Ustadz biar mereka pulang juga. Sewaktu adzan tiba, gue berbuka dulu dengan air putih dan pergi ke musholla untuk Maghrib berjamaah. Nah pas keluar dari musholla, nemuin ada lima anak cewek (Elsa, Mia, Nur, Sri, Annisa dan Ella) yang tadi maen origami ama gue sedang menikmati santapan buka puasa ramai-ramai di saung. Mereka bilang kalau mereka selalu buka bersama di saung dengan membawa masakan rumah masing-masing, dan saling bertukar menu kalau ada temannya yang pengen. Mantaappp.... Buka puasa di rumah pak Ustadz sendiri sangat sederhana tapi nikmat. Menunya hanya oncom pake leunca dan sarden yang gue bawa dari Jakarta. Pak Ustadz, bu Ratih, ketiga anaknya sangat menikmati hidangan yang dimasak bu Ratih. Jujur, itu adalah pertama kali dalam hidup gue makan oncom dan leunca. Setiap kali ibu gue masak, gue pasti gak pernah mau karena gue selalu teringat bentuk asli oncom yang berwarna jingga seperti kebanyakan jamur. Tapi kali ini, untuk menghormati tuan rumah yang sudah membuatnya, mau tidak mau gue pun harus memakannya. Ternyata enak! Lain waktu kalau ibu gue masak, gue pasti akan makan! Hehehee...

Kelar makan, lagi asik-asiknya ngobrol ama pak Ustadz, eh kelima cewek tadi dateng ke rumah dan ngajakin gue tarawih. Lucu banget deh mereka, sangat bersemangat untuk shalat ama gue. Tapi berhubung masih kepagian, secara pak ustadz yang bakal jadi imam shalat aja masih di rumah, gue bilang ama mereka untuk jemput gue lagi kalo sudah mau mulai. Ada-ada aja.... 

Ada satu cerita dari bu Ratih dan pak Ustadz yang membuat gue mau nangis. Jadi dalam 2 bulan ini, panen teh tidak begitu bagus karena teh sedang terkena hama. Bulan Juni lalu, bu Ratih yang bekerja sebagai pemetih teh hanya membawa pulang gajinya sebesar Rp 21.000,- Iya, dua puluh satu ribu rupiah saja, saudara-saudara! Pak Ustadznya sendiri digaji sebesar 400ribu/bulan oleh pabrik teh. Dia tidak bekerja sebagai buruh pemetik teh, tapi sebagai penjaga lingkungan pedesaan. Namun demikian, mereka tetap bersyukur. Mereka bersyukur karena mereka masih bisa makan, punya rumah sebagai tempat berlindung, masih punya pekerjaan. Pak Ustadz bilang, kalau kita selalu melihat ke atas, kita sebagai manusia tidak akan pernah ada puasnya. Kita harus sering-sering lihat ke bawah supaya kita bisa bersyukur betapa nikmatnya hidup yang kita miliki saat ini. *jleb*

Sebelum Isya, gue sempatkan untuk mampir di rumah pak Oji, sekalian nengok bayi bu Oji yang berusia 6 bulan. Senang banget bisa bertemu mereka lagi. Ngobrol-ngobrol sebentar lalu gue pun kembali ke rumah pak ustadz untuk siap-siap pergi ke mushola untuk shalat Isya dan tarawih 23 rakaat di musholla. Yang mengesankan, pas bubaran shalat, selesai salam-salaman, ada cemilan yang dibagi-bagikan ke jamaah. Malam itu, ada bakwan, pisgor dan bolu kukus. Ada 1 anak perempuan yang dateng ke gue terus langsung nawarin bolu kukusnya. *terharu* Menurut bu Ratih, setiap malam, setelah selesai shalat tarawih, selalu ada cemilan yang dibagikan ke para jamaah. Kalau di mesjid-mesjid pada umumnya kan cemilan diberikan pada saat berbuka, nah kalau di Citalahab ini, diberikannya pas habis tarawih. Kelar tarawih, langsung pulang ke rumah dan ngobrol-ngobrol sama bu Ratih sebelum tidur, sementara pak ustadz itikaf di mushola. 

Sri udah tidur duluan
 Ada yang lucu lagi nih. Pas habis shalat, ada 1 anak yang ngikut mau tidur ama gue, si Sri, anaknya pak Oji. Asli buat gue terharu (lagi!). Sebelum tidur, gue sempatkan untuk ke luar rumah dan melihat langit. Wooowww, bintangnya banyak! Sesuatu yang sulit sekali didapatkan di langit Jakarta.

Keesokannya, kami sahur pukul 4 pagi dengan menu yang sama seperti waktu berbuka. Ada tambahan 1 menu, mi goreng. Selesai sahur, istirahat lagi sampai jam 6. Sebenarnya malaaaas sekali mau mandi, karena airnya dingiiiinn. Tapi berhubung kemarin sore sudah tidak mandi, jadi mau tidak mau memaksakan diri untuk mandi. Tidak mau membuang waktu, selesai mandi, langsung keluar dan berkeliling desa. Ternyata, jam 6.30 sudah ramai! Para orangtua yang bekerja sebagai pemetik teh sudah bersiap untuk pergi ke kebun, anak-anak laki sudah bermain bola di lapangan dan tempat penitipan anak sudah ramai dengan anak-anak kecil. Gak berapa lama ada Elsa, Sri dan Mia yang mengajak gue main ke lapangan. Mereka ngajak gue main bekel, tapi karena gue udah lama banget gak maen bekel, jadinya gue hanya sebagai penonton yang baik. Kelar maen bekel, mereka lari-larian dan diakhiri dengan maen gunungan. 

Bukunya tak tersusun rapi tanda dibaca :)

Rumah Ilmu Lebah Rimba Halimun
Pelajaran yang diberikan pak ustad

Selamat pagi!
Lapangan desa serbaguna
Ibu-ibu di tempat penitipan anak
Berhubung sudah mau jam 8, gue pun siap-siap untuk pulang. Gue sempatkan foto bersama adik-adik dulu di depan Rumah Ilmu, lalu pamit kepada pak Ustadz dan bu Ratih yang sudah mau gue repotin dan berbaik hati menampung gue. Gue juga pamitan ke ibu-ibu di tempat penitipan anak dan mereka minta gue untuk datang lagi secepatnya. Kelar berpamitan, gue pulang diantar Ipul naik motor ke kantor TNGHS dan kembali ke Jakarta.

Sungguh sebenarnya kurang sekali waktu yang gue habiskan di Citalahab, tapi walau singkat, sungguh bermakna. Banyak sekali pelajaran tentang kehidupan yang gue dapat dari kesederhanaan warga Citalahab. Mereka pastinya tidak tahu kalau kemarin itu gue berulang tahun, tapi berada di sana, di antara mereka, benar-benar suatu hadiah yang sungguh luar biasa. 

Bersama Mia, Sri dan Elsa :)

Mereka masih pakai kaos CTB


Share/Bookmark

1 comment:

  1. happy birthday Ijul.. .

    terimakasih sudah berbagi hikmah.. .
    perayaan ulang tahun yang mengesankan. .

    ReplyDelete