Monday, August 27

..Dirgahayu Indonesia!..

Seperti 2 tahun terakhir ini, gue berusaha menyempatkan diri untuk menulis sesuatu tentang Indonesia dan hari kemerdekaannya. Seperti biasanya juga, tulisan gue selalu terlambat
More smileys to free download

Tahun ini, Indonesia berusia ke-67. Cukup tua, tapi belum menunjukkan kematangan, bahkan menurut gue pribadi, yang terjadi malah kemunduran. Dari segi negara dan pemerintahannya, tampaknya semua busuk. Mungkin ada segelintir saja yang idealis, tapi mereka tertutup dengan bobroknya pemerintahan RI. Indonesia acapkali dipuja-puji oleh internasional karena kedemokratisannya, tapi gue sebagai salah satu rakyat Indonesia yang tinggal di sini merasa bahwa alih-alih demokrasi, yang ada malah reformasi kebablasan. Indonesia punya sederet produk hukum yang bagus, tetapi ketika saat pelaksanaan, sepertinya jalan tanpa ada 1 produk hukum pun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia, hukum berikut perangkatnya bisa dibeli. Mulai dari skala terkecil hingga yang besar. Dari pembuatan KTP sampai mengurus pajak. Nominalnya pun bisa mulai dari 10 ribu sampai angka yang bisa membuat gue bilang, "Itu uang semua?"
 More smileys to free download

Kalau dari rakyatnya, sebenarnya, rakyat Indonesia itu sudah semakin pintar dan maju. Tetapi, kepintaran mereka dalam hal teknologi dan mengikuti perkembangan zaman itu tidak diimbangi dengan rasa memiliki. Jadi begini, menurut pandangan gue, rakyat Indonesia itu individualis yang hanya berpikir untuk hidup di saat ini. Kalau mereka mempunyai rasa memiliki Indonesia, pasti mereka akan berpikir jauh ke depan, bahwa apa yang mereka lakukan saat ini akan berdampak ke generasi Indonesia selanjutnya. Coba lihat kota kalian, dan untuk hal ini, gue akan lihat kota Jakarta. Begitu banyak bangunan tinggi, pusat perbelanjaan di setiap penjuru kota tetapi seberapa banyak ruang publik yang tersedia? Semakin sempit ruang publik, dan jumlah yang sudah sedikit itu akan semakin sedikit, dan mungkin saja hilang, kalau yang ada di kepala mereka hanya bisnis, bisnis dan bisnis. Ruang publik memang tidak menghasilkan uang sepeser pun, tapi dari ruang publik itulah akan tercipta banyak hal. Rasa kebersamaan, rasa memiliki, melepaskan stres & kelelahan, menghirup udara negeri, dan masih banyak lagi.

Di sisi lain, kepintaran rakyat Indonesia juga tak jarang tertutup dengan kebrutalan, kekerasan dan berbagai aksi pembodohan yang dilakukan oleh sekelompok massa atas nama agama. Ketika negara-negara lain sudah maju dan meneliti tentang planet Mars, rakyat Indonesia masih mandeg dan berkutat di hal yang sama, AGAMA. Ibaratnya, dulu kekerasan atas nama agama masih bisa dihitung dengan jari tangan, tapi sekarang, bahkan jari kaki pun sudah termasuk dalam hitungan. Gue mungkin menjadi pemeluk agama mayoritas di negeri ini, tetapi gue gak suka dengan segala tindak tanduk orang-orang yang merasa menjadi mayoritas itu. Dengan gampangnya mereka melakukan kekerasan, menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang dianggap berseberangan dengan ajaran mereka. Yang terakhir adalah kemarin siang, ketika pemeluk Islam Sunni menyerang penganut Islam Syiah di Sampang, Madura. 

Perlu diketahui pula bahwa Indonesia didirikan atas prinsip pluralisme, makanya sila 1 Pancasila dipenggal dan hanya berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" bukan "Ketuhanan Yang Maha Esa dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Soekarno adalah Bapak Pluralisme (disusul oleh Gus Dur dan Cak Nur), jadi orang-orang yang merasa sebagai orang Indonesia dan memeluk agama mayoritas negeri ini seharusnya berpikir panjang, bahwa sampai kapan pun, Indonesia bukanlah negara Islam. Kalau mereka menginginkan suatu negara Islam dengan ajaran / aliran yang sesuai dengan keinginan mereka, lebih baik mereka saja yang pindah ke salah satu negara di Timur Tengah. Ironisnya, negara ini seperti melindungi kelompok massa tersebut. Sudah berulang kali, rakyat Indonesia yang waras menuntut dibubarkannya kelompok garis keras tersebut, tapi tidak ada satu tindakan nyata pun dari pemerintah. Mungkin terjadi kerja sama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan kelompok garis keras tersebut. Mungkin saja pemerintah sendiri yang memprovokasi agar terjadinya kekerasan itu. Banyak kemungkinan dan banyak sekali teori konspirasi yang bisa diutarakan...

Semalam, gue membuat status di facebook dengan melontarkan pertanyaan, "Apa yang membuat kalian bertahan sebagai WNI?". Gue mendapat cukup banyak komentar dari teman-teman, dan 98% dari mereka mempertahankan kewarganegaraan mereka karena mereka cinta Indonesia, terlepas dari bobroknya pemerintahan ini. Jawaban mulai dari yang sederhana hingga yang nasionalis. Kalau jawaban gue sendiri, sejauh ini gue tidak mau melepaskan kewarganegaraan gue. Pertama, karena itu amanat dari almarhum bapak yang marinir. Kedua, karena gue cinta negeri ini (ya ya yaaaa, mungkin terdengar klise, tapi emang itu yang gue rasakan). Ketiga, karena masih banyak yang ingin gue lakukan untuk negeri ini. Gue ingin sekali anak-anak yang gue temui saat gue berkegiatan sosial tahu mengenai sejarah Indonesia, paling tidak hari-hari besar dan lagu nasional negara ini.

Miris rasanya ketika gue bertanya ke anak-anak SD sekarang tentang lagu nasional yang mereka pelajari di SD dan tak ada satu lagu pun yang mereka tahu, bahkan judulnya pun tidak! Tetapi ketika gue bertanya tentang grup musik di layar kaca yang sedang ngetop, mereka dengan cepat menjawab berbagai nama yang harus gue cari dulu di Google. Gue suka iri dengan Amerika Serikat. Bukan iri dengan perkembangan negara mereka, tetapi gue iri dengan rasa nasionalis rakyat mereka. Dengan khidmat mereka meresapi lirik lagu kebangsaan mereka, menghargai jasa besar pahlawannya dan tidak melupakan sejarah bangsa. Sangat bertolak belakang dengan negeri ini. Indonesia adalah negara pelupa. Begitu cepat kita melupakan sejarah. Gak usahlah membicarakan sejarah di masa lampau atau sejarah di zaman kemerdekaan, karena buat "orang-orang sekarang", itu adalah barang antik yang harus masuk peti kayu dan tak perlu diutak-atik. Coba ajak "orang-orang sekarang" membicarakan sejarah Indonesia mulai dari akhir tahun 90an, pasti banyak yang berkelit dan lupa apa yang terjadi dengan Indonesia di masa itu. Begitu banyak kejadian yang dikubur dan dipetieskan sehingga membuat generasi berikutnya tidak mengenali sejarah negerinya sendiri. Miris, sangat miris...
 More smileys to free download

Dengan lantang gue berteriak, "GUE CINTA INDONESIA", negeri yang bobrok pemerintahannya, indah alamnya, kaya budayanya dan gue berharap bahwa negara ini tidak punah walo didera bertubi-tubi bencana alam, berdoa agar rakyat Indonesia semakin berpikiran luas dan maju, semakin bisa menyeleksi hal-hal yang bisa memecah belah persatuan bangsa dan semakin dewasa agar tidak gampang terpicu isu SARA yang berujung dengan kekerasan, juga berdoa agar negeri ini dijauhkan dari kekacauan dan azab-Nya.

Amin...

Indonesia flag waving emoticon animated

Share/Bookmark

Wednesday, August 8

..komentar pertama..

Seberapa sering elo mendapat pertanyaan dari teman-teman yang udah lama gag bertemu elo lalu komentar mereka pertama kali adalah tentang fisik elo? Kalo gue sih amat sangat sering banget!

Jujur, gue cukup bosan menerima pertanyaan itu. Alasannya ya karena gue udah males ngarang jawaban. Pertama-tama, waktu gue emang berhasil kurus, gue seneng dapet pertanyaan kayak gitu. Tapi lama kelamaan gue berpikir, berarti waktu gue kuliah atau SMA, gue itu super gemuk, secara setiap ketemu, walo dengan teman yang beda, tapi komentar mereka sama. Bukannya gue gak seneng karena diperhatiin, tapi gag bisa dipungkiri kalo gue udah dalam tahap jenuh. Kadang jawaban gue, "pengaruh baju" atau "abis sakit" atau "lagi males makan". Walo yang terakhir ini bukan gue banget secara gue sangat pecinta makanan & say no to diet. Dan biar cepet, kadang gue cuma jawab dengan senyuman ato senyum simpul.


Karena komentar itu, gue jadi mikir, apa sih yang bisa jadi bahan komentar pertama kali ketika seseorang sudah lama gak pernah ketemu teman / relasi / saudaranya selain perubahan fisik? Coba pikir cepat dalam hitungan 10, pasti gak bisa. Karena apa? Karena kita sudah terbiasa melihat seseorang dari fisik atau penampilannya. Dan perubahan yang paling nyata adalah bentuk fisik mereka. Yang tadinya kurus jadi gemuk (atau sebaliknya), yang putih jadi hitam (jarang banget yg hitam jadi putih), yang tadinya rambut keriting jadi lurus, dan seterusnya.

Gue pribadi gak gitu memusingkan dengan perubahan fisik mereka karena namanya juga orang, pasti akan selalu ada perubahannya. Kecuali kalo orang itu sendiri yang gak bisa berenti ngomong tentang perubahan fisik mereka (tipe orang yang pengen banget diperhatiin), dan komentar gue jatohnya malah sangat basa basi busuk, hihihihiiiiiiii...

Kembali lagi ke soal komentar, menurut gue, yang paling bagus itu adalah menanyakan kabar atau kesibukan tanpa perlu menyentuh persoalan fisik. Gue yakin, 99% orang lebih suka ditanya mengenai kabar mereka daripada bentuk fisik. Apalagi kalo yang tadinya kurus terus langsung mendadak gembrot. Beuh, gue jamin orang yang mengalami perubahan fisik itu, pasti keseeeel banget kalo dikasih komentar, "Ya ampun, kok elo gemuk banget sekarang? Padahal dulu kan elo yang kurus kering kayak cacing kelaparan" *dezigh..*

Menanyakan kabar, kegiatan atau kesibukan yang dijalani membuat pembicaraan lebih menarik, karena bisa jadi, memunculkan peluang bisnis. Sementara kalo komentar fisik? Dangkal banget dan lebih ketauan basa basinya, karena gak bisa menemukan topik yang lebih berbobot.

Gue sendiri lebih suka kalo ditanya mengenai kabar atau kegiatan yang gue lakukan alih-alih bentuk fisik yang menurut gue sama sekali jauh dari kurus. Gue juga sebisa mungkin tidak memberikan komentar mengenai fisik seorang teman yang sudah lama sekali tidak gue temui, karena mungkin aja, teman tersebut merasa sebal dan jemu dengan komentar yang sama tapi dari orang yang berbeda. Maka dari itu, gue berusaha mengingatkan diri sendiri, ketika gue bertemu seseorang yang sudah lama gak gue temui, gue akan menanyakan kabar dan kegiatan mereka dibandingkan dengan perubahan fisik mereka.

Bagaimana dengan kalian?

Share/Bookmark

Friday, August 3

..Jumat, 3 Agustus 2012 / 15 Ramadan 1433 H..

Kata orang, sedih itu jangan berlama-lama... Kata orang, semua yang terjadi itu pasti ada hikmahnya... Kata orang, kita harus mengikhlaskan segala kehilangan... Pagi ini, gue kehilangan bu Warso untuk selama-lamanya.

Malam Jumat, selepas tarawih dan saat gue melewati gang rumahnya, sudah tercium semilir bau melati. Tetapi gue tidak mau menganggap itu sebagai pertanda. Sesampai di rumah, kicau burung kematian yang saling bersahutan sangat ramai di samping rumah, juga masih tidak mau gue anggap sebagai pertanda. Bertukar berita dengan mbak Desy nun jauh di sana, dan dia bilang kalau nasi yang baru dimasak tadi pagi, tau-tau berair. Setelah tanda yang ketiga ini, gue tidak bisa tenang dan tertidur dengan air mata.

Jumat pagi ini, sesaat setelah gue bangun dan Subuh, tanpa ba bi bu, gue dan mbak Prita langsung ke rumah mak Wo yang cuma berjarak 50 meter, gag berapa lama disusul sama ibu. Waktu sampai kamarnya, bu Warso lagi dimandiin sama mas Atok dengan tisu basah. Badannya sudah sangat lemas dan nafasnya sudah sangat pendek, tinggal di kerongkongan. Segera gue mengambil kursi kecil dan gue genggam tangannya erat. Jangan tanya perasaan gue, karena setelah gue melihat warna kaki dan kupingnya yang sudah kuning pucat, lalu tangan dan badannya yang sangat dingin, dengan berat hati gue meminta pada Tuhan semoga Dia melancarkan jalan mak Wo. Berhubung gue belum mandi waktu gue pergi ke rumah mak Wo, jadi gue pamit pulang sebentar untuk mandi dan nyapu rumah. Gue pamit ke dia kalau gue hanya pergi sebentar dan akan segera kembali. Gue genggam tangannya, gue minta maaf atas segala kesalahan yang gue perbuat dan tak lupa gue ucapkan Laa Ilaha Illallah di kupingnya. Tangannya makin menggenggam gue dengan erat. Berat rasanya untuk pulang ke rumah walau sebentar. Akhirnya gue pulang ke rumah dan mbak Prita pamit mau ke kantor.

Baru 5-10 menit gue sampai rumah, ibu yang menemani 'pulangnya' mak Wo, datang ke rumah dengan membawa berita kalau mak Wo sudah meninggal. Mendadak gue gak bisa mikir. Gue gak panik, tapi pikiran gue hilang dalam beberapa saat. Segera gue berganti baju dan langsung kembali menuju rumah mak Wo.

Ibu dan Bu Warso tgl 4 Juli
And there she was.. Dibaringkan di atas kasur di ruang tamunya, terbujur kaku diselimuti kain batik coklat dan wajahnya ditutupi selendang putih tipis. I broke down... Langsung teringat semua kenangan tentang dia. Gue inget banget waktu hari Senin pagi sebelum gue ke Singapura, dengan suara yang sangat serak, ia masih tanya gue mau ngapain gue ke Singapura. Kondisinya sudah lemas sekali, dia pun sudah tidak pakai baju karena saking kepanasannya. Badannya cuma ditutupi sarung dan kain batik. Gue masih sempat mijetin kakinya, bantuin ibu makein pampers karena mak Wo mau buang air kecil. Ketika gue pamitan pun, dia masih bisa melambaikan tangannya walau lemas. Gue bilang ke dia untuk nungguin gue sampe gue pulang, dan gue janji ama dia mau beliin dia kipas tangan sebagai oleh-oleh dari Singapura, supaya kalo dia kepanasan, dia bisa pake kipas gue. Tadi pagi pun, waktu gue ke rumahnya, kipas yang gue belikan ada di sebelahnya.

Mak Wo dikubur setelah shalat Jumat di TPU Tanah Kusir, satu liang sama pak Warso yang sudah pulang duluan tahun 1994. Alhamdulillah jalanan lancar, jadi tidak perlu sampai ambil jalur orang lain dan menzalimi pengguna jalan lainnya. Cuaca terik sekali, tetapi setelah jasadnya masuk liang kubur, cuaca langsung sejuk dan langit pun berubah warna menjadi abu-abu. Ini mungkin pertanda bahwa kepulangan mak Wo memang sudah dinanti oleh alam kubur dengan suka cita. Sampai dia dikubur di Tanah Kusir saja, gue, ibu dan mbak Prita belum bisa percaya kalau mak Wo sudah tiada. Terutama ibu, yang seumur-umur, baru kali itu gue lihat dia menangis seperti itu. Ibu dan mak Wo sudah seperti kakak dan adik. Setiap hari mereka selalu di rumah, bertukar cerita, berjanji untuk saling merawat dan saling ingin meninggal duluan supaya yang ditinggalkan bisa merawat yang sudah pulang. Seharian ini, beberapa kali gue dapati tatapan ibu yang kosong. Seperti mimpi bagi kami.

Sesaat sebelum tahlilan tadi, kami bertiga baru tahu bahwa mak Wo sudah membuat 50 buku Yasin awal Juni kemarin. Dia sudah punya firasat kalau akan meninggalkan dunia ini, dan dia tidak mau menyusahkan orang lain. Jadi tadi waktu tahlilan, buku yasin yang dipakai ya buku yasin ini.

Semua hari adalah hari baik. Tetapi konon kata, orang yang meninggal hari Jumat adalah orang-orang pilihan. Dan orang yang meninggal hari Jumat di bulan Ramadhan, akan langsung masuk surga. Insya Allah, mak Wo diterima di sisi-Nya dan mendapatkan tempat terbaik di sana.

Amin ya rabbal alamin. Salam untuk bapakku di sana ya, mak. Maafin aku sekali lagi kalau aku suka gangguin mak Wo karena aku sudah menganggap mak Wo bagian dari keluarga ini, seperti ibuku sendiri. Kami semua ikhlas karena memang ini yang terbaik yang diberikan Allah untuk mak Wo. Kami gak akan pernah melupakan mak Wo. Gak akan pernah...

*mengingat jasa baikmu, mengingat segala kenangan tentangmu dan mengingat genggaman erat terakhirmu*



Share/Bookmark