Tuesday, June 22

..my dearest Pipit..

Sudah lewat 8 hari Pipit meninggalkan dunia fana ini. Meninggalkan keluarga, saudara, dan juga teman-temannya.

Masih hangat dalam ingatan, saat-saat awal gue mengenal Pipit. Gue sekelas sama dia waktu semester 1 di kampus. Anaknya lucu, pemalu, murah senyum, sangat menggemaskan, dan I couldn’t resist to pinch her chubby cheek whenever she’s around. Seiring berjalannya waktu, she became one of my inner circle friends selama kuliah. Mungkin karena kebanyakan murid di jurusan gue itu anak perantauan dan gak tiap minggu pulang, dan juga selama di kampus selalu bersama, mulai dari morning meal time ampe dinner, kaum yg tertindas kalo lagi praktek jurusan, nongkrong depan kelas yg sangat strategis baik menarik perhatian ato mencela murid lain (gak jarang dosen juga kita jadikan sasaran), jalan2x abis kuliah, baik nonton ato sekedar maen ke kos, jadi kita sudah seperti keluarga sendiri.


We had memories and shared quite many stories together, and one of them that I still remember was back in the 4th term. Di suatu malam waktu semester 4 lagi musim Pra-PORAD (pekan olahraga), anak2x pernah membuat Pipit nangis karena nibanin dia. Emang siy, krn dia gemuk trus anak2x ngerasa dia gak akan merasa terbebani dg timpaan badan cewek2x berbadan kecil. Gue siy gak ikutan niban, karena gue yang mendokumentasikan adegan itu di handycam, heheheeee. Awal2x kita pikir dia cuma becanda aja, kok nungging gak bergerak-gerak. Ternyata, setelah didekati ama Jaja, dia yang seperti meratap kesakitan begitu, buhuhuuuuuuuu.. Tau dia begitu, langsunglah anak2x pada mendekat, minta maaf ama dia, although tetep aja ada yang kurang ajar, bilang Pipit sbg batu menangis. Hahahaaaaa, that was hilarious and still laughing at it (maafin kita ya, Pit..)

Sejak lulus, kita memang gak pernah ketemuan lagi. Tapi akhirnya, setelah 11 tahun, kita bisa lagi ketemuan, yaitu waktu Yenny lagi liburan ke Jakarta dan kita nyanyi2x di Sing! FX, trus lanjut ke Public, ngeliat Yuda nge-DJ. Dan pertemuan yang kedua waktu buka puasa. Gue inget banget, waktu buka puasa, dia sama sekali tidak makan karena dia bilang lagi sariawan. Dan pertemuan terakhir kita adalah 3 bulan yang lalu, waktu Pipit habis menjalani kemo yang pertama. Kita ke rumahnya, sembari memberikan sedikit dana dari temen2x kampus utk meringankan bebannya & keluarga. Kita juga encouraged her to keep the fighting spirit & stay positive.

Kita sendiri dapat kabar kalo Pipit terkena kanker sekitar bulan Februari tahun ini. Kita cukup shock, karena never expect that one of my dear friend got that kinda illness. Gejala awal seperti sariawan and setelah konsultasi ke berbagai dokter, 4 bulan kemudian, dia dirujuk ke RSCM & didiagnosa kanker lidah stadium 3B.

When I went to her house last week with the girls, melihat dia dikafani setelah dimandikan, benar-benar membuat gue diam terpaku, sulit mempercayai bahwa yang di depan mata gue itu memang benar-benar Pipit, bukan orang lain. Although I wasn’t surprised when I got the sms from Bebta that Pipit passed away on the sunny Sunday, as I knew that only limited people could survive, and no matter how hard I try, but I knew her time will come, just not this soon.


Dia sudah menjalani kemoterapi 4x, dan seharusnya, Senin tgl 14 juni itu adalah kemo yang ke-5, tapi mungkin ini memang jalan Tuhan, jalan yang terbaik dari-Nya untuk Pipit. Gue diceritakan tentang hari-hari terakhir Pipit, dimana di seminggu terakhir dia sudah kehilangan nafsu makan. Actually, sel kanker yang di lidah sudah mengecil, tapi kemungkinan besar staminanya sudah tidak kuat lagi menerima kemo, dan finally she gave up. On the morning she passed away, it was around Subuh, she went to the bathroom for toilet business, then she passed out, and on the way to the hospital, she was gone (there are actually details here & there, but I think it’s not necessary to write it down here).

Sudah sekian lama gue tidak menangis ketika melayat, tapi minggu lalu, tangis itu tak terbendung lagi. Setelah Sauli, gue sekali lagi kehilangan seorang teman tersayang, salah satu teman yang sudah gue anggap keluarga sendiri.


Pit, baik-baik disana yah… Mungkin Tuhan memang menjemput elo lebih cepat supaya ada yang nemenin Sauli. Kasian juga dia sendirian disana, gak ada teman menggila. Dengan adanya elo, gue yakin dia pasti bisa banget terhibur, nostalgila jaman kuliah, ngeliat kita dari atas sana...

Pit, the memories we’ve shared will remains forever, and it’s my bet that I never get the chance to say this to you when you’re alive, and hopefully, you know how much I cherish the friendship we’ve had & I wanna thank you for being such a dear friend.


Take care & be good up there…


p.s. : Picture is taken in Mar 2009, where I met her for the 1st time after 11 years & she is still in a health condition *sigh*


Share/Bookmark

13 comments:

  1. turut berduka cita ya mba ijul....semoga almh mendapat tempat terbaik...amin

    ReplyDelete
  2. innalillahi wa innailaihi rojiun.turut berduka jul.

    *maaf kemaren dobel yah Jul, ga bisa ngedelete..eror. :)

    ReplyDelete
  3. innalillahi wa innailaihi rojiun.turut berduka jul.

    ReplyDelete
  4. up there surely a better place than down here :)

    ReplyDelete
  5. wherever we are, we should enjoy it :)

    ReplyDelete
  6. Jul, Pipit tmen SMP gw, terakhir ketemu pas kita buka puasa bareng tahun lalu...Ga nyangka kalau ternyata it's her last Ramadhan :(. May She Rest in Peace.

    ReplyDelete
  7. Oh ya ? Sepertinya mungkin dia sudah mendapat firasat dari tahun lalu, karena tahun lalu itu, dia juga muncul ke acara buka puasa jurusan gue setelah 12 thn tak bersua.

    ReplyDelete